Assalamu 'alaikum . wr. wb.
Ustadz, saya mau tanya kalau perbedaan khalwat sama ikhtilat apa? Masalahnya
saya kan insya Allah termasuk aktivis juga, jadi kalau ada kegiatan apa-apa
pasti butuh koordinasi antara ikhwan dan akhwatnya, selain itu butuh juga
semacam ukhuwah supaya ada kesamaan visi agar organisasi itu dapat
berjalan. Jazakumullah
Wassalamu 'alaikum
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh,
Alhamdulillah wash-shalatu wassalamu 'ala rsulillah, wa ba'du
Alhamdulillah wash-shalatu wassalamu 'ala rsulillah, wa ba'du
Khalwat dan ikhtilat memang ada kemiripan meski sebenarnya
merupakan dua hal yang berbeda.
1. Khalwat
Khalwat itu berasal dari kata (khalaa- yakhluu-khalwatan)
yang maknanya menyepi, menyendiri, mengasingkan diri bersama dengan seseorang
tanpa kersertaan orang lain. Secara istilah, khalwat sering digunakan untuk
hubungan antara dua orang di mana mereka menyepi dari pengetahuan atau campur
tangan pihak lain, kecuali hanya mereka berdua.
Orang yang berdoa pada malam hari menitikkan air mata sambil
mengadu kepada Allah di saat orang-orang sedang asyik tidur, juga disebut
berkhalwat. Yaitu merasakan kebersamaan dengan Allah SWT tanpa kesertaan orang
lain. Seolah di dunia ini hanya ada dirinya saja dengan Allah SWT.
Dalam hubungan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, ketika
mereka asyik dengan urusan mereka berdua saja, atau berbicara hanya empat mata
berdua, tanpa menghendaki ada keikut-sertaan orang lain disebut berkhalwat.
Berkhalwatnya laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah hal
yang diharamkan di dalam syariat Islam. Dan Rasulullah SAW telah bersabda untuk
memastikan keharamannya
Jangan sekali-kali seorang lak-laki menyendiri (khalwat) dengan
wanita kecuali ada mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali
bersama mahramnya. (HR Bukhori, Muslim,
Ahmad, Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi dan lain-lain).
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan
sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama
mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan. (Riwayat Ahmad)
Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu menyendiri dengan
seorang perempuan, kecuali bersama mahramnya.
Secara tegas Islam mengharamkan terjadinya khalwat,
yaitu menyepinya dua orang yang berlainan jenis dan bukan mahram dari
penglihatan, pendengaran dan kesertaan orang lain. Rasulullah SAW telah menyebutkan
bahwa bila hal itu terjadi, maka yang ketiga adalah syetan.
2. Ikhtilat
Sedangkan makna ikhtilat secara bahasa berasal dari kata ikhtalatha-yakhtalithu-ikhtilathan,
maknanya bercampur dan berbaur. Maksudnya bercampurnya laki-laki dan wanita
dalam suatu aktifitas bersama, tanpa ada batas yang memisahkan antara keduanya.
Berbeda dengan khlawat yang bersifat menyendiri, ikhtilat terjadi
secara kolektif dan bersama. Di mana orang-orang laki-laki dan wanita dalam
jumlah yang lebih dari dua orang berbaur dalam suatu keadaan tanpa dipisahkan
dengan jarak.
Yang dijadikan titik perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah
masalah pemisahan antara kedua jenis kelamin ini. Sebagian ulama memandang
bahwa pemisahan itu harus dengan dinding, baik yang terbuat dari tembok ataupun
dari kain tabir penghalang yang tidak tembus pandang. Namun sebagian ulama lain
mengatakan bahwa pemisahan cukup dengan posisi dan jarak saja, tanpa harus
dengan tabir penutup.
Mereka yang mewajibkan harus dipasangnya kain tabir penutup
ruangan berangkat dari dalil baik Al-Quran maupun As-Sunah
a. Dalil Al-Quran:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah
Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu
masak, tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan,
keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian
itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu, dan Allah tidak malu yang
benar. Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, maka MINTALAH DARI
BELAKANG TABIR. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati
mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini
isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu
adalah amat besar di sisi Allah (QS
Al-Ahzab: 53)
Ayat tersebut menyatakan bahwa memasang kain tabir penutup meski
perintahnya hanya untuk para isteri nabi, tapi berlaku juga hukumnya untuk
semua wanita. Karena pada dasarnya para wanita harus menjadikan para isteri
nabi itu menjadi teladan dalam amaliyah sehari-hari. Sehingga khithab ini
tidak hanya berlaku bagi isteri-isteri nabi saja tetapi juga semua wanita
mukminat.
b. Dalil As-Sunnah
Selain itu juga ada dalil dari sunnah nabawiyah yang intinya juga
mewajibkan wanita dan laki-laki dipisahkan dengan kain tabir penutup.
Diriwayatkan oleh Nabhan bekas hamba Ummu Salamah, bahwa
Rasulullah s.a.w. pernah berkata kepada Ummu Salamah dan Maimunah yang waktu
itu Ibnu Ummi Maktum masuk ke rumahnya. Nabi bersabda, "Pakailah
tabir." Kemudian kedua isteri Nabi itu berkata, "Dia (Ibnu Ummi
Maktum) itu buta!" Maka jawab Nabi, "Apakah kalau dia buta, kamu juga
buta? Bukankah kamu berdua melihatnya?"
Sebagian dari masyarakat kita ada yang menerapkan kewajiban
pemakaian kain tabir pemisah antara ruangan laki-laki dan perempuan. Ada yang
berusaha menerapkannya dalam semua aktifitas, namun ada juga yang
sepotong-sepotong. Misalnya, banyak yang bersikeras untuk menerapkannya dalam
pesta walimah (perkawinan), namun di luar itu tidak menerapkan.
Ada juga kalangan aktifis yang sangat menekankan pemakaian tabir
pemisah antara sesama aktifis, tetapi ketika beinteraksi dengan yang bukan
aktifis, mereka tidak menerapkannya lagi. Seolah memasang tabir pemisah itu
hanya wajib di kalangan aktifis dakwah saja, sedangkan kepada yang bukan
aktifis, hukumnya tidak wajib lagi.
Di sisi lain, ada sebagian ulama yang berkesimpulan bahwa ikhtilat
itu bisa dihindari cukup dengan memberi jarak antara tampat laki-laki dan
perempuan, namun tidak wajib untuk memasang tabir penutup.
Wallahu a'lam bish-shawab
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/