Tutuplah aurat walaupun akhlak belum baik, Sholatlah walaupun belum bisa Khusyu, Hindarilah pacaran walaupun ada niat menikahinya, Bacalah Al-Qur'an walaupun tidak tau artinya.. Inshaa Allah jika Terus menerus, hal yang lebih baik akan kita dapatkan...
Tampilkan postingan dengan label Umum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Umum. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Februari 2015

Tidak Mau Belajar Agama, Takut Tahu Dosa Tapi Masih Mengerjakan


Assalamu'alikum,
Teman saya pernah menyatakan kalau ia tidak mau belajar atau membaca buku tentang agama, karena menurut dia, akan banyak hal-hal yang akan dia ketahui tentang dosa-dosa dan larangan Allah, sehingga apabila ia mengetahui dan ia tetap mengerjakan dosa tersebut, maka dosanya akan jauh lebih besar daripada ia mengerjakan dosa tetapi ia tidak mengetahui karena dia tidak pernah belajar tentang dosa-dosa yang ia lakukan tersebut. Bagaimana hal ini menurut bapak ustadz. Sekian, terima kasih....


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Jawabnya adalah bahwa sikap tidak mau belajar itu sendiri saja sudah dosa. Sebab menuntut ilmu itu hukumnya wajib. Dan bila seseorang tidak tahu masalah agama, maka dia wajib bertanya kepada yang ahlinya. Kalau diam saja, maka diam itu saja sudah dosa.

Allah SWT telah memerintahkan umat Islam semuanya untuk bertanya tentang agama ini kepada ulama, yaitu sebagaimana yang kita baca dalam Al-Quran:
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (QS An-Nahl: 43)

Al-Quran adalah kitab suci yang wajib hukumnya untuk dipelajari, ditelaah, dikaji dan ditadabburi isinya. Bukan hanya sekedar dibaca berulang-ulang tanpa pernah mengerti isinya.
Maka apakah mereka tidak mentadabburkan Al-Qur'an? Kalau kiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS An-Nisa: 82)

Di sudut lain, Rasulullah SAW bersabda:
Menuntut ilmu (agama) hukumnya adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim (HR Bukhari)

Jadi tidak mau belajar agama itu justru berdosa. Bahkan sudah lebih dulu berdosa sebelum pernah mengenal tentang dosa-dosa.
Ada seorang di zaman nabi SAW yang dimarahi beliau SAW, lantaran dia melakukan ibadah yang salah, sehingga membuat dirinya meninggal.
Dari Jabir ra. berkata: Kami dalam perjalanan, tiba-tiba salah seorang dari kami tertimpa batu dan pecah kepalanya. Namun (ketika tidur) dia mimpi basah. Lalu dia bertanya kepada temannya, "Apakah kalian membolehkan aku bertayammum?" Teman-temannya menjawab, "Kami tidak menemukan keringanan bagimu untuk bertayammum. Sebab kamu bisa mendapatkan air." Lalu mandilah orang itu dan kemudian mati (akibat mandi). Ketika kami sampai kepada Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu, bersabdalah beliau, "Mereka telah membunuhnya, semoga Allah memerangi mereka. Mengapa tidak bertanya bila tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan itu adalah bertanya. Cukuplah baginya untuk tayammum..." (HR Abu Daud 336, Ad-Daruquthuny 719).

Seorang muslim dengan seorang non muslim tidak dibedakan berdasarkan KTP-nya. Juga bukan berdasarkan ras, darah, golongan, bahasa, kebangsaan atau keturunan tertentu.Tetapi berdasarkan apa yang diketahuinya tentang ajaran Islam serta diyakini kebenarannya. Tidak mungkin seorang bisa dikatakan muslim manakala dia tidak mengenal Allah SWT. Dan tidak-lah seseorang mengenal Allah SWT, manakala dia tidak mengenal ajaran-Nya serta syariat yang telah diturunkan-Nya.

Sehingga mengetahui ilmu-ilmu syariat merupakan bagian tak terpisahkan dari status keIslaman seseorang. Maka sudah seharusnya seorang muslim menguasai ilmu syariah, karena syariat itu merupakan penjabaran serta uraian dari perintah Allah SWT kepada hamba-Nya.
Tidak mau mempelajari tentang dosa-dosa sama saja dengan mengerjakan dosa itu sendiri.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/


Kamis, 05 Februari 2015

Merealisasikan Ide yang Didapat di Kamar Mandi, Bolehkah?


Assalamualaikum ustadz,
Saya tau ada hadist Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa tempat paling buruk adalah pasar dan kamar mandi. Serta setahu saya syaitan itu banyak bertempat tinggal di kamar mandi. Namun ironisnya, saya malah sering mendapat ide-ide segar ketika sedang berasa di kamar mandi. Apakah itu bisikan syaitan, atau petunjuk dari Allah? Dan bolehkan saya merealisasikan ide tersebut?
Jazakallah Assalamualaikum


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kamar mandi di masa Rasulullah SAW tidak seperti kamar mandi zaman sekarang, yang tertutup, di dalam ruangan, wangi dan bersih.
Tempat untuk buang hajat di masa lalu adalah tempat yang disebut-sebut sebagai al-Khala' , yang artinya tempat yang sepi dan terasing dari lalu lalang orang. Seperi padang pasir atau daerah kosong tak berpenghuni jauh dari perumahan. Dan biasanya orang-orang buang hajat di malam hari agar tidak kelihatan. Dan karena tempat itu sepi dari lalu lalang manusia, mungkin saja tempat itu malah menjadi angker bahkan seringkali ditempati jin atau syetan yang memang sangat menyukai tempat seperti itu.

Wajarlah bila ada doa khusus ketika mendatangi al-khala' yaitu Allahummah Inni A'udzu Bika Minal Khubutsi Wal Khabaits (Ya Allah Sungguh aku berlindung kepada-Mu dari syetan laki dan syetan perempuan).

Adapun kamar mandi di zaman sekarang ini, keadaannya sangat berbeda dengan di masa itu. Bahkan beberapa rumah mewah bisa mendesain kamar mandi yang lebih nyaman dari ruang tamu. Maka wajar sekali bila suasananya menjadi nyaman itu bisa untuk mendapatkan ide-ide segar, seperti yang seringkali terjadi pada anda.

Tapi kalau keadanannya seperti di masa lalu, sepi, seram, angker, tidak ada orang lewat, lagi pula buang hajatnya malam hari, pastilah bukan ide-ide segar yang muncul di kepala anda, melainkan rasa takut dan ngeri yang menyelimuti. Mungkin ide yang keluar hanya seputar cerita hantu.
Kamar mandi yang tertutup bahkan oleh para ulama dibolehkan tempat buang hajatnya menghadap atau membelakangi kiblat. Sedangkan bila di al-khala' dilarang atau minimal dimakruhkan bila buang hajatnya menghadap kiblat atau membelakangi.


Ide-ide Segar
Namun penjelasan kami di atas tidak berarti ingin mengatakan bahwa di dalam kamar mandi di zaman sekarang ini sudah tidak ada lagi syetannya. Bukan itu maksudnya.
Tetapi kami ingin mengatakan bahwa yang namanya ide segar itu bisa muncul kapan dan di mana saja, seringkali muncul seiring dengan suasana yang melingkupinya. Dan ketika ide-ide itu muncul, bukan berarti datangnya dari syetan, meski munculnya saat kita sedang berada di tempat yang banyak syetannya.

Ide-ide yang muncul sekilas di kepala itu tentu wajib dianalisa baik dan buruknya. Terutama sekali dari segi hukumnya agar sesuai dengan ajaran agama. Selain itu, kita diperintahkan untuk bermusyawarah dengan orang-orang yang punya keahliwan di bidangnya. Tidak berarti ide yang muncul begitu saja di kepala, lantas harus segera dilaksanakan.

Dalam pandangan kami, ide segar itu boleh muncul di mana saja, termasuk di dalam kamar mandi sekalipun. Tapi ide itu harus dianalisa lagi secara matang, kemudian dimsyawarahkan dengan ahlinya, sehingga akhirnya menjadi sebah program yang terencana dengan baik.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/




Senin, 02 Februari 2015

Yang Dikorbankan Nabi Ismail atau Nabi Ishak?



Yth. Pak Ustadz,
Assalamu'alaikum wr. wb.
Pa Ustadz,
Sebenarnya yang dikorbankan oleh Nabi Ibrahim itu, Nabi Isma'il atau Nabi Ishak? Dan adakah riwayat yang mempunyai dasar yang kuat bahwa nabi Isma'il adalah yang menurunkan bangsa Quraisy? Di dalam kitab Injil dikisahkan yang diperintahkan oleh Allah untuk dikorbankan oleh Nabi Ibrahim adalah Nabi Ishak. Apakah ayat ini sudah dipalsukan? Terima kasih atas jawaban Pa Ustadz.
Wassalamu'alaikum wr. wb.


Jawaban :

Assalamu alakum warahmatullahi wabarakatuh,
Kalau kita telusuri kitab-kitab tafsir, terus terang sebenarnya ada juga para mufassirin yang menafsrikan bahwa yang disembelih itu adalah Nabi Ishaq as dan bukan Nabi Islamil as, namun argumen atau hujjah mereka yang mengatakan hal itu terlalu lemah bila mengadapi argumentasi jumhur yang mengatakan bahwa yang disembelih itu adalah Nabi Ismail as.

Perbedaan itu dkarenakan memang tidak tercantumnya nama Nabi Ismail secara eksplisit di dalam ayat yang menceritakan tentang kisah penyembelihan dalam surat Ash-Shaaffaat ayat 99-102.
Sedangkan kita mengatakan bahwa yang disembelih adalah nabi Ismail as. dengan dasar-dasar sebagai berikut:

Hadits Rasulullah SAW 
Rasulullah SAW telah bersabda dalam sebuah hadits yang menceritakan tentang dirinya.
Aku adalah anak keturunan dua orang zabihain (orang yang disembelih). (HR. Al-Hakim).

Yang dimaksud dengan dua orang zabihain adalah dua orang yang dalam hidupnya terancam akan disembelih. Yang pertama adalah ayah kandungnya langsung yaitu Abdullah. Dan kedua adalah kakek buyutnya yaitu Ismail. Karena Nabi Muhammad memang keturunan dari Nabi Ismail as., bukan keturunan dari Nabi Ishaq as.

Dan julukan Ibnu Zabihain adalah julukan yang terkenal, karena diriyawatkan bahwa orang Arab pun menyapa beliau SAW dengan panggilan itu.

Kisah tentang ayah kandung Rasulullah SAW yang juga terancam mau disembelih adalah kisah yang juga sudah kita kenal yaitu nazar kakeknya Abdul Muttalib. Sang kakek ini ketika menggali sumur zamzam pernah bernazar untuk menyembelih anak. Ketika berhasil menggali sumur zamzam, maka Abdul Muttalib berkewajiban untuk melaksanakan nazar, lalu diundilah dengan menggunakan anak panah, namun selalu keluar nama Abdullah anaknya yang sangat dicintainya itu. Sehingga setelah beberapa kali selalu nama Abdullah yang keluar, akhirnya ada orang yang menasehatinya untuk menggantinya dengan 100 ekor unta. Barulah setelah Abdul Muttalib menyembelih 100 ekor unta, tidak lagi keluar nama Abdullah dari anak panah undian.

Argumen Abu Amru bin Al-Ala 
Diriwayatkan dari Al-Ashmai bahwa dia bertanya kepada Abu Amru bin Al-Ala tentang siapakah sesungguhnya anak nabi Ibrahim yang disembelih? Ismail-kah atau Ishaq-kah?
Beliau menjawab, ”Wahai Asmai, di mana otakmu? Sejak kapan Nabi Ishaq itu tinggal di Makkah. Yang di Makkah itu adalah Nabi Ismail as. Dialah yang membangun Ka'bah bersama ayahnya. Dan tempat penyembelihan itu adanya juga di Makkah.

Dalil Ayat Quran: Tentang Ciri Nabi Ismail
Meski tidak disebutkan secara eksplisit, namun ayat Quran menunjukkan bahwa yang disembelih itu adalah Ismail, bukan Ishaq. Buktinya, ketika Qurna menyebut nama Ismail, beliau disifati dengan sifat penyabar (shobirin).
Dan Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar.(HR. Al-Anbiya: 85)

Dan yang dimaksud dengan sabar pada Ismail adalah sabarnya atas penyembelihan. Dan selain itu Allah juga mensifati beliau dengan sifat Shadiqul Wa'di atau orang yang menepati janjinya.
Dan ceritakanlah kisah Ismail di dalam Al-Quraan. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. (QS Maryam: 54)

Dan yang dimaksud dengan yang menepati atau benar janjinya adalah Ismail yang telah berjanji untuk sabar menghadapi cobaan dari Allah untuk disembelih, lalu beliau menepati janjinya untuk tetap bersabar.

Dalil Ayat Qur'an Tentang Kondisi Nabi Ishaq as 
Sedangkan sebaliknya, kalau kita teliti secara cermat, Allah SWT menyebutkan tentang kondisi Nabi Ishaq yang memiliki anak bernama Yaqub. Silahkan perhatikan ayat berikut:
Dan isterinya berdiri lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang Ishaq dan setelah Ishaq: Ya'qub. (HR Ash-Shaaffaat: 112)

Kalau ingin dipaksakan bahwa yang disembelih adalah Nabi Ishaq, maka ada dua kemungkian kapan turunnya perintah penyembelihannya.

Kemungkinan pertama: Perintah penyembelihan itu sebelum lahirnya anak Ishaq yaitu Yaqub. Dan kemungkinan ini jelas tidak bisa diterima. Mengapa? Bagaimana mungkin Allah memerintahkan untuk menyembelih Ishaq padahal sementara itu Allah juga memberi informasi bahwa Ishaq itu akan punya anak yang bernama Yaqub. Jadi seolah-olah sejak awal perintah untuk menyembelih Ishaq itu sudah ketahuan akhirnya bahwa Ishaq tidak akan mati, lantaran ada informasi bahwa nanti dia akan punya anak yang namanya Yaqub. Kalau Ibrahim tahu bahwa perintah penyembelihan itu pasti akan diganti dengan seekor kambing dan bahwa anaknya itu terus akan hidup dan malah akan punya anak segala, namanya bukan ujian, kan? Tapi main-main.

Kemungkinan kedua: Perintah untuk menyembelih Ishaq itu setelah Ishaq punya anak yang bernama Yaqub. Artinya, bisa saja perintah itu datang dan Ishaq sudah dewasa dan bahkan sudah punya anak. Ini malah lebih tidak bisa diterima lagi, sebab langsung bertentangan dengan ayat Al-Quran. Sebab mengenai kisah penyembelihan anak Ibrahim itu, Allah menyebutkan sebagai berikut:
Maka tatkala anak itu sampai berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS As-Shaaffaat: 102)

Jadi usia anak yang disembelih itu adalah ketika masih muda dan baru bisa berusaha berjalan menyusul ayahnya. Bukan anak yang sudah punya anak lagi atau sudah jadi bapak buat orang lain.
Sehingga dua kemungkinan itu sama-sama tertolak.

Ayat Al-Quran: Urut-urutan Kisah 
Semua sepakat bahwa anak Nabi Ibrahim yang pertama adalah Ismail dan yang kedua adalah Ishaq. Sebelum punya anak, Ibrahim memohon kepada Allah agar diberi anak.
Ya Tuhanku, Berilah Aku keturunan yang shalih. (QS As-Shaaffaat: 100)

Karena tidak mungkin Ibrahim meminta anak ketika sudah punya anak pertama. Secara logika, orang yang berdoa meminta anak adalah orang yang belum punya anak.
Lalu Allah mengabulkan doa Ibrahim dengan firman-Nya:
Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (QS As-Shaaffaat: 101)

Dan ayat seterusnya menceritakan tentang anak pertama yang akan disembelih itu. Jadi amat jelas bahwa yang disembelih adalah anak pertama yang bernama Ismail karena selesai Allah memberitakan bahwa doa Ibrahim dikabulkan dan diberi anak, langsung ayat berikutnya berbicara tentang kisah penyembelihan anaknya. Selesai kisah penyembelihan anak, baru Allah berkisah tentang anak Ibrahil yang lain yaitu Ishaq.
Amat tidak logis bila yang disembelih adalah Ishaq, karena bukan demikian urut-urutan kisahnya.

Khabar Tentang Kisah Penyembelihan di Makkah 
Selain semua hujjah di atas, masyarakat Makkah memang sangat mengenal kisah penyembelihan itu. Dan yang utama adalah kisah penggantungan tanduk kambing di Ka'bah. Dan itu menunjukkan bahwa anak Ibrahim yang disembelih adalah yang tinggal di Makkah.
Sedangkan bila mau dikatakan bahwa yang disembelih adalah Ishaq, maka seharusnya tanduk kambing yang digantung itu bukan di Makkah tapi di Baitul Maqdis, Syam.

Dengan demikian, memang kuatlah pendapat yang mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ismail dan bukan Ishak. Baik dengan dalil hadits yang matsur, keterangan tafsir antara satu ayat dengan ayat lain, kenyataan sejarah dan juga logika.
Namun tidak salah juga untuk kita tahu apa hujjah/argumentasi mereka yang mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq.

Ayat Quran 
Mereka mengatakan bahwa ayat Quran menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim Hijrah dan maksudnya adalah ke Syam (ayat 99). Setelah itu muncul ayat yang menyebutkan kisah penyembelihan anak (ayat 102). Jadi yang disembelih adalah Ishak karena Ishaq yang tinggal di Syam.

Hujjah ini terkoreksi dengan sendirinya, sebab ayat yang menceritakan bahwa Ibrahim hijrah ke Syam (ayat 99) itu disisipi doanya yang meminta anak (ayat 100) dan ayat yang menceritakan diberinya Ibrahim seorang anak (ayat 101). Baru ayat berikutnya kisah tentang penyembelihan (ayat 102). Jadi 4 ayat itu berbeda waktunya. Ayat 99 terjadi ketika beliau hijrah dari Iraq ke Syam, ayat 100 terjadi di Syam ketika beliau belum punya anak, karena bila yang dia sudah punya anak sebelumnya, tidak mungkin doanya minta anak. Lalu ayat selanjutnya di Makkah ketika beliau dianugerahi anak pertama yaitu Ismail (ayat 101) dan berikutnya penyembelihan Ismail itu juga di Makkah (ayat 102).

Dalil Hadits 
Ada hadits yang isinya menyebutkan demikian:
Rasulullah SAW ditanya tentang manakah nasab yang paling mulia. Beliau SAW menjawab, ”Yusuf Siddiqullah, bin Yaqub Israilullah, bin Ishaq Zabihullh bin Ibrahim Khalilullah.

Namun sayang sekali hadits ini tidak kuat dan sementara ulama mengatakan bahwa semua julukan itu bukan asli hadits tapi hanya dari perawinya saja. Sehingga kata-kta Ishaq Zabihullah (yang disembelih Allah) bukan teks asli dari hadit melainkan tambahan dari perawi. Dan tentu saja tidak bisa diterima sebagai sabda Rasulullah SAW.

Tapi menurut sebuah riawayat bahwa yang berpaham akan hal ini adalah: Umar ra, Ali ra, al-Abbas ra, Ibnu Masud dan Kaab Al-Ahbar. Selain itu juga ada Ikrimah, Said bin Jbair, As-Suddi, Az-zuhri dan Muqatil.

Sebaliknya yang mengatakan bahwa anak yang disembelih adalah Ismail antara lain adalah: Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Said bin al-Musayyib, Al-Hasan, Mujahid dan Al-Kalbi.
Semua ini bisa Anda baca Pada beberapa kitab tafsir seperti Al-Qurthubi, At-Tafsir Al-Kabir karya Al-Fakhrurrazi, Tafsir Al-Baidhawi serta Tafsir Ibnu Katsir.
Wallahu Alam Bish-shawab, wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/




Jumat, 30 Januari 2015

Kaidah "Kalau Sekiranya Amal itu Baik, Mengapa Hal itu Tidak Dilakukan Oleh Rasulullah, Sahabat Dan Para Tabi'in?"


Assalamu'alaikum wa rahmatullohi wa barokatuh
Bapak Ustadz yang diberkahi ALLAH SWT, mohon dijelaskan mengenai kaidah "kalau sekiranya amal itu baik, mengapa hal itu tidak dilakukan oleh Rasululloh, sahabat dan para tabi'in?" Bagaimana pendapat pak ustadz tentang kaidah ini? Apakah memang setiap bentuk amal harus persis sama seperti yang dicontohkan oleh Rasululloh dan para sahabat? Apakah memang ada amal yang dikategorikan bukan bid'ah secara syar'i dikarenakan pertimbangan nilai maslahat, walaupun sebenarnya memang tidak pernah dicontohkan rasululloh dan para sahabat?

Contoh: "Dzikir berjamaah", saya telah membaca penjelasan tentang dzikir berjamaah di "eramuslim", dan saya telah membaca juga penjelasan tentang kebid'ah-an dzikir berjamah di beberapa buku dan artikel. Yang dapat saya pahami adalah, dalil-dalil yang ada memang sama kuat. Namun saya melihat ada perbedaan pemahaman dalam memahami dalil, apakah memang demikian? Kemudian bagaimana jika diajukan pertanyaan dengan kaidah tersebut di atas?
Atas penjelasan yang Bapak Ustadz uraikan, saya yang sedang dalam kebingungan ini mengucapkan terimakasih. Semoga Allah SWT memberkahi ilmu yang bapak miliki.
Wassalamu'alaikum wa rahmatullohi wa barokatuh


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatulahi wabarakatuh,
Setiap ulama tentu saja punya sekian banyak hujjah (argumentasi) untuk menguatkan pendapatnya, termasuk juga hujjah untuk menjatuhkan pendapat 'lawan'nya. Saling melemahkan pendapat lainnya selama masih dalam etika fiqih ikhlitaf tentu saja dibenarkan. Sebab tujuan ijtihad memang untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan paling mendekati kebenaran. Bukan sekedar asal menang atau asal benar sendiri.

Di antara bentuk hujjah yang seringkali diajukan oleh para ulama ketika menafikan suatu amal dari kesunnahan adalah apa yang telah anda sebutkan, yaitu argumentasi "bila sautu amal memang baik, mengapa tidak dikerjakan secara langsung oleh Rasulullah SAW dan para shahabat?"
Argumentasi seperti ini tentu kuat sekali, sebab semua ulama sepakat untuk mengatakan bahwa ibadah ritual itu haruslah selalu mengacu kepada apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Bila tidak ada keterangan yang valid dari Rasulullah SAW, maka suatu amal itu tidak bisa dinisbahkan kepada beliau SAW.

Sampai di sini para ulama tentu saja sepakat dan bersuara bulat. Namun masalahnya bukan hanya berhenti sampai di sini. Sebab para ulama pun berbeda pandangan ketika menyimpulkan hasil dari sekian juta hadits yang berserakan. Antara lain karena:

a. Mereka berbeda pendapat ketika menshahihkan suatu hadits
Sudah bukan rahasia lagi bahwa para ulama berbeda pandangan dalam menghukumi setiap hadits. Ketika ulama A mengatakan bahwa suatu hadits itu shahih, sebenarnya status keshahihan itu masih bersifat subjektif kepada yang mengatakannya. Boleh jadi hadits itu shahih dalam kerangka kriteria seorang ahli hadits, namun belum tentu hadits itu shahih buat ulama lainnya.

Dari sini saja kita sudah bisa menduga bahwa kalau hukum atas derajat suatu hadits itu masih mungkin berbeda-beda, tentu saja ketika mengambil kesimpulan apakah suatu amal itu merupakan sunnah dari Rasulullah SAW pun berbeda juga.

b. Mereka berbeda dalam mengambil kesimpulan hukum atas suatu amal
Katakanlah para ulama hadits sudah sepakat atas suatu amal, bahwa amal tersebut disebutkan di dalam suatu hadits yang shahih. Namun masalahnya belum selesai. Mereka masih sangat mungkin berbeda pendapat dalam pengambilan kesimpulannya.


Tiga Macam Sunnah
Selain kedua hal di atas, para ulama pun mengenal tiga macam sunnah yang sumbernya dari diri Rasulullah SAW. Ada sunnah yang pernah dilakukan langsung oleh beliau, namanya sunnah fi'liyah. Misalnya ibadah shalat sunnah seperti shalat dhuha', puasa Senin Kamis, makan dengan tangan kanan dan lainnya. Para shahabat melihat langsung beliau melakukannya, kemudian meriwayatkannya kepada kita.

Yang kedua adalah sunnah di mana Rasulullah SAW hanya memerintahkannya saja, disebut dengan sunnah qauliyah. Riwayat yang sampai kepada kita hanya sekedar ada perintah baik yang berupa kewajiban, saran, anjuran atau himbauan. Tetapi belum tentu kita mendapatkan dalil bahwa Rasulllah SAW pernah mengejakannya secara langsung.

Ambil contoh misalnya masalah berang. Kita semua tahu bahwa beliau SAW memerintah kita untuk mengajarkan anak-anak belajar berenang. Tapi sepanjang yang kita tahu dari hadits, belum pernah kita dengar bahwa Rasulullah SAW suatu ketika ketahuan sedang belajar berenang secara langsung. Atau ada suatu kelas khusus di mana Rasululah SAW dan para shahabat ikut kursus renang. Waallahu a'lam bishsawab, apakah ada hadits yang meriwayatkan hal itu. Yang kita selama ini hanya perintahnya saja untuk belajar berenang.

Dan yang ketiga adalah sunnah di mana Rasulullah SAW tidak melakukannya langsung, juga tidak pernah memerintahkannya dengan lisannya, namun hanya mendiamkannya saja. Sunnah yang terakhir ini seringkali disebut dengan sunnah taqririyah.


Kesimpulan Hukum Tentang Zikir Berjamaah: Masalah Khilaf
Salah satu contohnya adalah masalah zikir berjamaah, di mana begitu banyak hadits yang menyebutkan bahwa para malaikat turun kepada mereka dan memberikan naungannya dengan sayap-sayao mereka ke dalam majelis zikir itu. Hadits yang seperti ini tidak hanya satu dan dilihat dari segi hukum derajatnya pun termasuk hadits yang umumnya dishahihkan para ulama.

Tinggal mereka berbeda dalam menyimpulkan hukumnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa majelis zikir itu maksudnya bukan zikir massal bersama dengan satu komandan, melainkan zikir masing-masing. Jadi kalau zikir massal satu komando -menurut mereka- tetap tidak boleh. Yang lain lagi mengatakan bahwa majelis zikir itu maksudnya adalah majelis ilmu, bukan zikir massal. Dan yang lain lagi mengatakan hal yang lain lagi.

Padahal dari segi kekuatan derajat haditsnya telah mereka sepakati, tapi kesimpulan hukumnya tetap saja berbeda-beda. Lantaran mereka pun memiliki cara memahami hadits itu dengan cara yang berbeda pula.

Kalau kita kaitkan dengan pertanyaan yang anda sampai di muka, mereka yang mendukung zikir massal mengatakan bahwa meski tidak ada sunnah fi'liyah (yang dicontohkan secara langsung oleh nabi SAW dan para shahabat) bukan berarti zikir massal itu menjadi bid'ah, sehingga pelakunya berdoa dan masuk neraka. Sebab masih ada dalil lain yang menguatkan masyru'iyah zikir massal itu meski hanya sunnah qauliyah. Sunnah qauliyah itu adalah sunnah Rasulullah SAW yang keterangannya sampai kepadanya kita bukan dengan cara dicontohkan, melainkan dengan disebutkan atau diucapkan. Di mana ucapan itu tidak selalu berbentuk fi'il amr (kata perintah), tetapi bisa saja dalam bentuk anjuran, janji pahala, ancaman siksa dan sebagainya.

Bagaimana mungkin suatu amal yang didukung dengan dalil sunnah qauliyah itu disimpulkan menjadi hukum bid'ah?
Walhasil, kalau kita cermati argumen demi argumen masing-masing ulama, kita harus kagum dengan kemampuan mereka dalam berhujjah. Ini adalah sebuah level keilmiyahan tingkat tinggi, di mana kita hanya mampu berdecak kagum sambil manggut-manggut bila membaca dialog mereka.
Wallahu a'lam bish-shawab, wassalamu;alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc 
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/


Senin, 26 Januari 2015

SABAT


Assalam mu alaikum Wr. Wb.
Saya mengerti bahwa ada ajaran Kristen yang berbeda-beda, termasuk Kristen Advent, dalam suatu diskusi, teman saya yang beragama Advent menyebutkan ajaran-ajaran Advent yang termasuk paling dekat dengan ajaran Islam hingga suatu saat dia tertarik dengan Islam. Tapi ada satu pertanyaan mengenai hari sabat, dia bertanya, dalam Injil disebut bahwa manusia wajib mengkuduskan hari sabat hingga akhir zaman, tapi kenapa (maaf jika salah) di agama Islam/Al-Qur'an tidak ada penjelasan lagi mengenai kudusnya sabat tapi hari Jum'at menjadi hari umat Islam. Demikian pertanyaan saya, terima kasih.
Wassalam,


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ketika Allah SWT menurunkan hukum dan syariah-Nya, terkadang ada sebagian yang mendapat revisi dan sebagian lainya tidak direvisi. Setiap kali seorang nabi diutus ke muka bumi, masing-masing ditugaskan untuk merevisi beberapa detail syariat yang pernah ada sebelumnya, namun juga terkadang justru mempertahankan beberapa detail syariat lainnya.

Misalnya masalah hukum qishash. Sejak awal bangsa-bangsa yang memeluk agama Yahudi dan Nasrani telah diperintahkan Allah SWT untuk melaksanakan hukuman mati buat pembunuh. Pendeknya, hukuman qishash sudah menjadi barang yang tidak asing lagi buat Yahudi dan Nasrani di muka bumi. Bohong besar kalau mereka mengatakan tidak ada hukum qishash dalam kitab sucinya.

Lantas ketika Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW dengan syariat Islam, ternyata hukum qishash itu pun tetap diberlakukan, meski dengan beberapa penyesuaian tertentu dalam spesifikasi aturan mainnya.

Yang paling menonjol adalah dalam masalah ubudiyah. Yahudi dan Nasrani pun punya kewajiban shalat, puasa, zakat dan ritual lainnya. Bahkan selama lebih dari 13 tahun lamanya, umat Islam tidak shalat menghadap ka'bah melainkan menghadap Baitul Maqdis, pusat peribadatan umat Yahudi dan Nasrani. Realita ini menunjukkan bahwa terdapat begitu banyak syariat umat terdahulu yang tetap diberlakukan, meski dengan dilengkapi dengan perubahan teknis di sana-sini.

Sedangkan masalah hari Sabat yang anda tanyakan, ternyata memang mendapatkan perubahan yang mendasar, di mana umat Islam diberikan sebuah hari lain khusus yaitu hari Jumat. Hari Jumat dipilihkan Allah SWT untuk umat nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman.
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS Al-Jumu'ah: 9)

Namun meski demikian, di dalam Al-Quran masih terdapat sejumlah keterangan yang menceritakan dan mengakui adanya hari Sabtu sebagai hari ibadah buat umat terdahulu.
Dan telah Kami angkat ke atas mereka bukit Thursina untuk perjanjian mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka, "Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud," dan Kami perintahkan kepada mereka, "Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu," dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh. (QS An-Nisaa': 154)

Dengan demikian, sebagai muslim maka hari mulia dalam sepekan adalah hari jumat, di mana hari itu umat Islam diwajibkan shalat Jumat dan dianjurkan memanfaatkan fadhilah (keutamaan) yang ada di dalamnya dengan melakukan serangkaian ibadah sunnah.

Penting juga untuk diketahui adanya perbedaan karakteristik mendasar bagi umat Islam dan umat sebelumnya terhadap hari ibadah mereka. Buat umat Islam, di hari Jumat itu memang diwajibkan shalat Jumat, namun kalau diteliti lebih detail, ternyata kewajiban shalat jumat hanya berlaku buat laki-laki yang sudah baligh, berakal, tidak dalam perjalanan dan juga tidak sedang dalam keadaan sakit. Dan kewajiban menghadiri shalat Jumat hanya setelah dikumandangkannya azan jumat saja. Bahkan begitu selesai dilaksanakan shalat jumat, Allah memperkenankan umat Islam kembali bertebaran dimuka bumi untuk sibuk pada pekerjaannya masing-masing.

Hal yang sangat berbeda justru dialami oleh umat terdahulu. Semua orang tanpa pandang bulu, laki perempuan, tua muda, diwajibkan masuk ke rumah ibadah dan tidak boleh mencari rizki sepanjang hari sejak terbit matahari hingga malam. Pendeknya, seharian setiap hari Sabtu, mereka diharamkan mencari rizki secara mutlak. Bahkan meski hanya dengan memasang perangkap ikan di laut.

Ketika mereka tidak mencari ikan kecuali hanya memasang perangkap sejak jumat sore dan mengambil hasilnya pada ahad pagi, ternyata hukuman Allah tidak main-main. Saat itu juga mereka dikutuk menjadi kera-kera yang hina. Sebagaimana Al-quran menceritakannya kepada kita.
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. (QS Al-A'raf: 163) 

Dan ketika suatu umat di antara mereka berkata, "Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab, "Agar kami mempunyai alasan kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa." (QS Al-A'raf: 164)

Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (QS Al-A'raf: 165)

Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya, "Jadilah kamu kera yang hina." (QS Al-A'raf: 166)

Wallahu a'lam bish-shawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/


Kamis, 22 Januari 2015

Wafat dan Lahir Nabi Muhammad SAW


Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Ustadz yang dimuliakan Allah SWT, saya mau tanya tanggal lahir dan wafatnya Rosulullah yang mulia ini berdasarkan tahun Masehi atau Hijriyah. Jazakallah
Wassalam


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wbarakatuh,
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Yang paling populer dari waktu kelahiran nabi memang tanggal 12 Rabiul Awal, pada malam Senin tahun 53 sebelum Hijrah. Artinya, beliau SAW dilahirkan 53 tahun sebelum terjadinya hijrah nabi dari Makkah ke Madinah.

Mengenai angka tahun secara masehi tentang kapan Nabi Muhammad SAW dilahirkan, beberapa ahli berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada Tahun Gajah (570 Masehi). Ibn Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun Gajah itu. Yang lain berpendapat kelahirannya itu limabelas tahun sebelum peristiwa gajah.

Selanjutnya ada yang mengatakan ia dilahirkan beberapa hari atau beberapa bulan atau juga beberapa tahun sesudah Tahun Gajah. Ada yang menaksir tiga puluh tahun, dan ada juga yang menaksir sampai tujuh puluh tahun.

Juga para ahli berlainan pendapat mengenai bulan kelahirannya. Sebagian besar mengatakan ia dilahirkan bulan Rabiul Awal. Ada yang berkata lahir dalam bulan Muharam, yang lain berpendapat dalam bulan Safar, sebagian lagi menyatakan dalam bulan Rajab, sementara yang lain mengatakan dalam bulan Ramadhan.

Kelainan pendapat itu juga mengenai hari bulan ia dilahirkan. Satu pendapat mengatakan pada malam kedua Rabiul Awal, atau malam kedelapan, atau kesembilan. Tetapi pada umumnya mengatakan, bahwa dia dilahirkan pada tanggal duabelas Rabiul Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain.
Selanjutnya terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu kelahirannya, yaitu siang atau malam, demikian juga mengenai tempat kelahirannya di Mekah. Caussin de Perceval dalam Essai sur l'Histoire des Arabes menyatakan, bahwa Muhammad dilahirkan bulan Agustus 570, yakni Tahun Gajah, dan bahwa dia dilahirkan di Makkah di rumah kakeknya Abd'l-Muttalib.

Wafatnya Nabi Muhammad SAW
Sedangkan tentang angka tahun wafat Rasulullah SAW adalah pada bulan Juni tahun 632 M. Hari itu bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijrah. Ini adalah versi yang paling populer dari sejarah angka tahun wafatnya beliau SAW
Wallahu a'lam bishshawab Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wbarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/

Senin, 19 Januari 2015

Belajar Bahasa Arab


Asslm.Wr .Wb.
Ustadz, saya ingin sekali belajar bahasa Arab supaya lebih mudah dalam memahami al-Qur'an serta memudahkan dalam berda'wah. Sebaiknya tempatnya di mana ya? Mungkin ada referensi tempat. Saya sama sekali awam mengenai bahasa Arab dan ingin mulai dari awal.
Wass. Wr. Wb. 


Jawaban :

Assalamu 'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh
Urgensi Menguasai Bahasa Arab
Belajar bahasa Arab memang sebuah keharusan yang layak dikuasai oleh umat Islam. Sebab sejak awal mula diturunkan ajaran Islam sampai hari ini, bahasa yang digunakan adalah bahasa arab.
Al-Quran sebagai kitab suci abadi yang menghapus semua kitab suci yang pernah ada, diturunkan dalam bahasa Arab. Rasulullah SAW sebagai nabi akhir zaman yang risalahnya berlaku untuk seluruh manusia di muka bumi sampai akhir zaman, juga berbahasa arab, tanpa pernah diriwayatkan mampu berbahasa selain arab.

Hadits-hadits nabawi diriwayatkan secara berantai hingga sampai kepada kita melewati masa berabad-abad, juga tertulis dalam bahasa Arab. Bahkan semua kitab yang menjelaskan materi Al-Quran, As-Sunnah serta syariah Islamiyah hasil karya para ulama muslim sedunia sepanjang masa, juga kita warisi dalam bahasa Arab.

Ketika dakwah Islam memasuki pusat-pusat peradaban dunia dan membangun kejayaannya nangemilang, bahasa yang digunakan juga bahasa Arab. Kala itu bahasa Arab selain resmi menjadi bahasa pemerintahan, juga menjadi bahasa dunia pendidikan, bahasa ilmu pengetahuan serta bahasa rakyat sehari-hari. Padahal negeri-negeri yang dimasuki Islam itu tadinya bukan negeri Arab.

Bahkan ketika Islam masuk ke Mesir dan para penguasa dan rakyatnya masuk Islam, mereka tidak hanya sekedar memeluk Islam sebagai agama, tetapi mereka belajar bahasa Arab, berbicara dengan bahasa Arab dan melupakan bahasa asli peninggalan nenek moyang mereka. Hanya dalam tempo beberapa tahun saja, tidak satu pun bangsa Mesir yang paham bahasa asli mereka. Semua berbicara dengan bahasa Arab, bahkan hingga hari ini. Padahal Mesir itu bukan negeri Arab dan tidak terletak di jazirah Arab. Mesir terletak di benua Afrika, namun rakyat Mesir keseluruhannya berbicara dalam satu bahasa, yaitu bahasa Arab.

Bila kita amati secara seksama, memang ada kecenderungan bahwa di mana ada masuknya dakwah Islam ke suatu negeri hingga mampu mambangun peradaban besar, pastilah negeri itu berubah bahasanya menjadi bahasa Arab. Bahkan bahasa resmi negara sekaligus bahasa rakyat jelata.

Sebaliknya, negeri-negeri yang kurang sempurna proses Islamisasinya, bisa dengan mudah dikenali dari tidak adanya rakyat yang menggunakan bahasa Arab. Paling jauh hanya sekedar serapan-serapan bahasa saja, seperti bangsa kita ini. Bahasa Indonesia (termasuk Melayu) menyerap sangat banyak bahasa Arab ke dalam perbendaharaannya. Begitu banyak kata yang sumbernya dari bahasa Arab, bahkan bisa dikatakan bahwa unsur serapan dari bahasa arab termasuk paling dominan dalam bahasa Indonesia. Namun sayangnya, bangsa ini tidak sempat mampu berbahasa Arab dalam kesehariannya. Apalagi ditambah dengan penjajahan selama ratusan tahun, dimana para penjajah itu memang paham betul bahwa salah satu kekuatan agama Islam adalah pada bahasa Arabnya.

Bila suatu umat muslimin di muka bumi ini tidak bisa bahasa Arab, artinya mereka pasti tidak paham tiap ayat Al-Quran, tidak paham hadits nabi, tidak mengerti apa yang mereka baca dalam zikir, shalat dan doa. Tidak mengerti syariah Islam dan ajaran-ajarannya secara mendetail. Kecuali bila diterjemahkan terlebih dahulu dan dijelaskan satu persatu oleh kiayinya. Dan metode penerjemahan begini tentu saja sangat terbatas keberhasilannya, terlalu lemah dan justru sangat menghambat.

Karena itu, keinginan anda untuk belajar bahasa Arab dan menguasainya adalah sebuah keinginan yang teramat mulia, sehingga perlu didukung penuh. Jangan sampai keinginan itu berhenti hanya karena alasan teknis semata.

Empat Dimensi Penguasaan Bahasa Arab
Menguasai bahasa Arab itu minimal harus menguasai empat sisi.
1. Fahmul Masmu'
Maksudnya kita harus mampu memahami apa yang kita dengar. Jadi kalau ada orang Arab membacakan berita di TV atau sedang berdialog, kita mampu mengerti.
2. Fahmul Maqru'
Maksudnya kita harus mampu memahami teks yang kita baca. Sehingga buku, kitab, majalah, koran atau teks apapun yang tertulis dalam bahasa Arab, mampu kita pahami.
3. Ta'bir Syafahi
Maksudnya kitamampu menyampaikan isi pikiran kita dalam bahasa Arab secara lisan, dimana orang Arab mampu memahami apa yang kita ucapkan.
4. Ta'bir Tahriri
Maksudnya kita mampu menyampaikan pikiran kita kepada orang Arab dengan bentuk tulisan, dimana orang Arab bisa dengan mudah memahami maksud kita.

Problematika Belajar Bahasa Arab
Sebelum anda menentukan pilihan pada lembaga mana anda akan percayakan program belajar bahasa arab anda, sebaiknya anda juga belajar dari beberapa pengalaman mereka yang pernah melakukannya sebelumnya. Juga tidak ada salahnya kalau anda juga mendengarkan pengalaman mereka, baik telah sukses maupun yang gagal.

Kenyataannya memang harus diakui bahwa tekad kuat untuk belajar bahasa Arab, terutama buat kalangan muda muslim yang tidak pernah mengecap pendidikan pesantren berbahasa Arab, seringkali kandas di tengah jalan.

Di Jakarta pernah berdiri puluhan ma'had dan lembaga kursus yang mengajarkan bahasa Arab. Sayangnya, kebanyakan keberhasilannya berjalan terseok-seok, kalau tidak mau dikatakan gagal total. Umumya kurang berhasil dalam mengantarkan para siswanya untuk menjadi orang yang mahir bahasa Arab.

Biasanya, alasan paling klasik adalah lamanya masa belajar dan rasa bosan yang dengan cepat menghantui para pelajar. Apalagi ditambah dengan padatnya aktiftitas peserta di luar jam kurus, sehingga biasanya lembaga kursus itu menyelenggarakan pengajaran bahasa dengan cara non-intensif. Kursus diselenggarakan seminggu sekali, atau seminggu dua kali. Sekali pertemuan hanya 2 atau 3 jam saja. Dilihat dari sisi keintensifannya saja, sudah terbayang kegagalannya.

Semua itu kemudian dipeRprah kualitas pengajar yang umumnya juga orang Indonesia, di mana secara teori mungkin menguasai dasar-dasar gramatika bahasa Arab, tetapi secara dzauq (taste), kemampuan mereka amat terbatas. Banyak sekali para pengajar yang mampu berbicara dalam bahasa Arab, namun dengan ta'bir (cara pengungkapan) yang bukan digunakan oleh orang Arab. Sehingga orang Arab sendiri pun kalau mendengarnya agak berkerut-kerut dahinya sampai 10 lipatan.

Masalah kurikulum pengajaran pun seringkali malah menjadi faktor penghalang besar. Yaitu ketika para peserta dijejali dengan berbagai macam aturan, rumus, kaidah dan tetek bengeknya, tapi kurang praktek langsung. Bisa jadi secara teori mereka sangat paham, tapi giliran harus menggunakan bahasa itu baik secara lisan, tulisan atau pendengaran, semua jadi berantakan alias gagal total. Kasusnya mirip dengan orang yang belajar berenang secara teoritis, menguasai aturan gaya bebas, gaya kupu-kupu, gaya katak dan lainnya. Tapi giliran masuk kolam, tenggelam dan tidak timbul-timbul lagi. Sungguh menyedihkan memang.

Bahasa adalah Aplikasi
Tempat belajar suatu bahasa yang paling baik bukan di dalam sebuah lembaga kursus, juga bukan di dalam sebuah kelas. Tempat belajar yang paling baik adalah di tempat dimana semua orang berbicara dan berkomunikasi dengan bahasa tersebut.
Kalau anda ingin pandai bahasa Jawa, sebaiknya anda tinggal selama beberapa tahun di Jogjakarta atau di Solo. Terutama di pedesaan dimana masyarakat dengan setia menggunakan bahasa Jawa. Di sana anda bukan hanya belajar kosa kata jawa, tetapi juga mendengar, melihat, memperhatikan, menirukan, serta beradaptasi secara langsung dengan cara komunikasi orang jawa. Sebab bahasa itu bukan sekedar kosa kata, tetapi termasuk juga tutur bahasa, cara mengungkapkan, cara melafalkan, bahkan termasuk bahasa tubuh, mimik dan intonasi. Dan semua bermula dari mendengar setiap saat ucapan. Pagi, siang, sore dan malam hari yang anda dengar hanya percakapan orang-orang dalam bahasa Jawa.

Ini adalah cara belajar bahasa yang paling alami, paling mudah dan paling berhasil. Cara ini telah melahirkan jutaan anak-anak berusia 1 tahun hingga 5 tahun yang mahir berbahasa Jawa. Jangan kaget, kalau di Jogja dan Solo, rata-rata anak kecil mahir berbahasa Jawa (?)

Dan jangan kaget juga kalau di Mesir dan negeri Timur Tengah lainnya, anak-anak mahir berbahasa Arab. Kalau anak kecil saja mahir berbahasa Arab, mengapa anda yang sudah dewasa tidak bisa bahasa Arab?

Kesimpulannya adalah bahwa belajar bahasa itu membutuhkan sebuah komunitas orang-orang yang berkomunikasi dengan bahasa itu. Dimana kita ada di dalamnya dan ikut berinteraksi secara aktif.
Lembaga kursus bahasa Arab yang paling canggih sekalipun, kalau tidak mampu menghadirkan sebuah komunitas berbahasa arab, adalah lembaga yang tidak akan mampu melahirkan lulusan yang mahir berbahasa arab.

Beberapa Contoh
Beberapa pesantren di negeri kita boleh dibilang lumayan berhasil melahirkan santri yang lumayan bisa berbahasa Arab. Katakanlah pesantren Darussalam Gontor Ponorogo (http://gontor.ac.id), tempat dimana banyak tokoh nasional kita saat ini pernah belajar. Tapi keberhasilannya memang ditunjang dengan kebehasilan menciptakan komunitas berbahasa arab. Sebab semua santri tinggal di lingkungan pondok sehari 24 jam selama minimal 6 tahun. Yaitu sejak mereka lulus SD hingga mau masuk perguruan tinggi. Dengan resiko hukuman digunduli kalau ketahuan berbicara bahasa Indonesia.

Contoh lain yang boleh dibilang lumayan sukses adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), yang merupakan sebuah ma'had pengajaran bahasa Arab di bawah naungan Universitas Islam Muhammad ibnu Suud Riyadh. LIPIA berlokasi di Jakarta, namun hampir semua pengajarnyaorang arab atau yang pernah bertahun-tahun kuliah di sana. Sehingga dari segi dzauq bahasa, ada kekuatan tersendiri. Setiap hari para mahasiswa ditenggelamkan dengan komunitas orang Arab betulan, sejak jam 7 pagi hingga jam 12 siang selama 7 tahun. Semua pelajaran disampaikan dengan bahasa Arab, meski tidak ada lagi hukuman gundul buat pelanggarnya.

Salah satu faktor keberhasilannya adalah karena setiap calon mahasiswa yang masuk diseleksi terlebih dahulu dengan sangat ketat. Hanya mereka yang lulus tes tertulis dan lisan (wawancara) dengan bahasa dan orang arab saja yang boleh kuliah disitu. Kalau sudah berhasil diwawancarai oleh orang Arab, bukankah sebenarnya sudah boleh dikatakan bisa berbahasa Arab?

Tapi LIPIA pun sempat merasakan kegagalan ketika membuka kelas non intensif yang hari kuliahnya hanya sore hari, itupun hanya 2 kali seminggu. Akhirnya, program ini dinilai kurang efektif dan tidak memenuhi target, lalu dibubarkan hingga sekarang ini. Keterangan lebih lanjur tentang LIPIA bisa anda buka di situsnya http://lipia.org

Kesimpulan
Menyimpulkan dari kisah sukses dua contoh lembaga pendidikan di atas, kuncinya adalah:
1. Adanya komunitas berbahasa arab yang tulen dan pekat
2. Masa pendidikan yang intensif, rutin dan padat
3. Waktu belajar yang cukup lama
4. Kemauan keras yang tidak pernah padam

Kunci yang terakhir itu menjadi faktor penentu terakhir, sebab tidak sedikit mereka yang sudah pernah masuk ke lembaga di atas, tetapi akhirnya tidak kuat di tengah jalan, kemudian jalan di tempat, berhenti dan mogok. Kalau keinginan yang dimiliki hanya sekedar semangat di awalnya saja, biasanya memang tidak akan bertahan lama.

Sedangkan kisah tidak sukses pengajaran bahasa asing di negeri kita adalah pelajaran bahasaInggris di SMP dan SMU. Bahkan sejak SD ditambah lagi di perguruan tinggi. Kalau dihitung-hitung, paling tidak setiap mahasiswa di negeri ini pernah belajar bahasa Inggris paling tidak selama 10 tahun. Tapi hasilnya? Sulit menemukan mahasiswa Indonesia yang mampu berbicara fasih dalam bahasa Inggris, bahkan sekedar memahami atau atau membaca teks berbahasa Inggris pun masih sangat lemah. Apalagi kalau diminta berkomunikasi langsung dengan orang yang berbahasa Inggris.
Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Sumber : http://www.rumahfiqih.com/


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Terbaru