Assalamu'alikum,
Teman saya pernah menyatakan kalau ia tidak
mau belajar atau membaca buku tentang agama, karena menurut dia, akan banyak
hal-hal yang akan dia ketahui tentang dosa-dosa dan larangan Allah, sehingga
apabila ia mengetahui dan ia tetap mengerjakan dosa tersebut, maka dosanya akan
jauh lebih besar daripada ia mengerjakan dosa tetapi ia tidak mengetahui karena
dia tidak pernah belajar tentang dosa-dosa yang ia lakukan tersebut. Bagaimana
hal ini menurut bapak ustadz. Sekian, terima kasih....
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Jawabnya adalah bahwa sikap tidak mau
belajar itu sendiri saja sudah dosa. Sebab menuntut ilmu itu hukumnya wajib.
Dan bila seseorang tidak tahu masalah agama, maka dia wajib bertanya kepada
yang ahlinya. Kalau diam saja, maka diam itu saja sudah dosa.
Allah SWT telah memerintahkan umat Islam
semuanya untuk bertanya tentang agama ini kepada ulama, yaitu sebagaimana yang
kita baca dalam Al-Quran:
Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (QS An-Nahl: 43)
Al-Quran adalah kitab suci yang wajib
hukumnya untuk dipelajari, ditelaah, dikaji dan ditadabburi isinya. Bukan hanya
sekedar dibaca berulang-ulang tanpa pernah mengerti isinya.
Maka apakah mereka tidak mentadabburkan
Al-Qur'an? Kalau kiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS An-Nisa: 82)
Di sudut lain, Rasulullah SAW bersabda:
Menuntut ilmu (agama) hukumnya adalah
fardhu bagi tiap-tiap muslim (HR Bukhari)
Jadi tidak mau belajar agama itu justru
berdosa. Bahkan sudah lebih dulu berdosa sebelum pernah mengenal tentang
dosa-dosa.
Ada seorang di zaman nabi SAW yang dimarahi
beliau SAW, lantaran dia melakukan ibadah yang salah, sehingga membuat dirinya
meninggal.
Dari Jabir ra. berkata: Kami dalam
perjalanan, tiba-tiba salah seorang dari kami tertimpa batu dan pecah
kepalanya. Namun (ketika tidur) dia mimpi basah. Lalu dia bertanya kepada
temannya, "Apakah kalian membolehkan aku bertayammum?" Teman-temannya
menjawab, "Kami tidak menemukan keringanan bagimu untuk bertayammum. Sebab
kamu bisa mendapatkan air." Lalu mandilah orang itu dan kemudian mati
(akibat mandi). Ketika kami sampai kepada Rasulullah SAW dan menceritakan hal
itu, bersabdalah beliau, "Mereka telah membunuhnya, semoga Allah memerangi
mereka. Mengapa tidak bertanya bila tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan itu
adalah bertanya. Cukuplah baginya untuk tayammum..." (HR Abu Daud 336, Ad-Daruquthuny 719).
Seorang muslim dengan seorang non muslim
tidak dibedakan berdasarkan KTP-nya. Juga bukan berdasarkan ras, darah,
golongan, bahasa, kebangsaan atau keturunan tertentu.Tetapi berdasarkan apa
yang diketahuinya tentang ajaran Islam serta diyakini kebenarannya. Tidak
mungkin seorang bisa dikatakan muslim manakala dia tidak mengenal Allah SWT.
Dan tidak-lah seseorang mengenal Allah SWT, manakala dia tidak mengenal
ajaran-Nya serta syariat yang telah diturunkan-Nya.
Sehingga mengetahui ilmu-ilmu syariat
merupakan bagian tak terpisahkan dari status keIslaman seseorang. Maka sudah
seharusnya seorang muslim menguasai ilmu syariah, karena syariat itu merupakan
penjabaran serta uraian dari perintah Allah SWT kepada hamba-Nya.
Tidak mau mempelajari tentang dosa-dosa
sama saja dengan mengerjakan dosa itu sendiri.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/