Assalamu'alaikum wr. wb.
Pak Ustadz, kami mau menanyakan tentang hukumnya panitia qurban yang kebiasaan
setiap tahunnya terutama kulit hewan qurban itu dijual sedangkan hasilnya
dimanfatkan untuk operasional acara qurban itu sendiri atau membeli jamuan untuk
panitia kurban dan sisanya masuk pada kas masjid. Sementara ada perbedaan
pendapat yang menyatakan bahwa haram hukum menjual kulit dari hewan kurban itu
sendiri. Untuk itu kami mohon kepada pak ustadz untuk menjelaskan tentang hal
ini. Sebelum dan sesudahnya kami mengucapkan banyak terima kasih.
Jawaban :
Assalamu alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Hewan yang disembelih untuk
qurban itu ditujukan untuk tiga hal, yaitu dimakan sendiri, dihadiahkan atau
disedekahkan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadist riwayat Ibnu Abbas,
bahwa Rasulullah membagi daging kurban menjadi tiga, sepertiga untuk keluarganya,
sepertiga untuk fakir miskin dan tetangga dan sepertiga untuk orang
meminta-minta" (HR Abu Musa al-Asfihani dalam Wadlaif)
Dalam riwayat lain
Rasulullah s.a.w. bersabda,
"Makanlah sebagian, simpanlah sebagian dan
bersedekahlah dengan sebagian."
Adapun panitia
penyembelihan hewan qurban sesungguhnya secara syar'i tidak diisyaratkan untuk
dibentuk, sehingga dari segi pembiayaan pun tidak dialokasikan dana secara
syar'i. Hal ini berbeda dengan amil zakat, yang memang secara tegas disebutkan
di dalam Al-Quran Al-Kariem sebagai salah satu mustahiq zakat.
Siapa yang menjual kulit
qurban (udhiyyah) itu maka tidak dianggap qurban baginya. (Hadis riwayat al-Hakim)
Maka bila seseorang meminta
jasa orang lain (tukang jagal) untuk disembelihkan hewan qurban miliknya,
tetapi dengan imbalan berupa kulit hewan itu menjadi milik tukang jagalnya,
maka tidaklah termasuk qurban, sesuai hadits di atas.
Demikian juga dengan
panitia penyembelihan dan pendistribusian hewan qurban, seharusnya mereka punya
kas tersendiri di luar dari hasil hewan yang diqurbankan. Boleh saja panitia
mengutip biaya jasa penyembelihan kepada mereka yang meminta disembelihkan. Hal
seperti ini sudah lumrah, misalnya untuk tiap seekor kambing, dipungut biaya Rp
30.000 s/d Rp 50.000. Biaya ini wajar sebagai ongkos jasa penyembelihan hewan
dan pendistribusian dagingnya, dari pada harus mengerjakan sendiri.
Tetapi panitia
penyembelihan hewan qurban dilarang mengambil sebagian dari hewan itu untuk
kepentingan penyembelihan. Baik dengan cara menjual daging, kulit, kepada atau
kaki. Demikian pula dengan masjid, tidak perlu masjid dibiayai dari hasil
penjualan daging qurban, sebab daging atau pun bagian tubuh hewan qurban itu
tidak boleh diperjual-belikan.
Termasuk dalam hal ini jasa
para tukang potong, haruslah dikeluarkan dari kas tersendiri, di luar dari
hewan yang dipotong.
Ali ra. berkata, "Aku
diperintah Rasulullah menyembelih kurban dan membagikan kulit dan kulit di
punggung onta, dan agar tidak memberikannya kepada penyembelih." (Bukhari
Muslim).
Memberikan kulit atau
bagian lain dari hewan kurban kepada penyembelih bila tidak sebagai upah,
misalnya pemberian atau dia termasuk penerima, maka diperbolehkan. Bahkan bila
dia sebagai orang yang berhak menerima kurban ini lebih diutamakan sebab dialah
yang banyak membantu pelaksanaan kurban.
Bagi pelaku kurban juga
diperbolehkan mengambil kulit hewan kurban untuk kepentingan pribadinya. Aisyah
r.a. diriwayatkan menjadikan kulit hewan kurbannya sebagai tempat air minum.
Wallahu a'lam bishshawab
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/