Apa yang dimaksud dengan
beribadah dengan politik dan bagaimana caranya?
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatllahi wabarakatuh,
Beribadah dengan berpolitik
itu berangkat dari pemikiran bahwa agama Islam itu adalah agama yang mencakup
semua askep kehidupan. Bukan agama yang hanya mengurusi ritual teknis belaka.
Semua sisi kehidupan
diyakini merupakan bagian utuh dan satu kesatuan, di mana syariah Islam ini
punya otoritas untuk mengaturnya. Salah satu sisi kehidupan itu adalah wilayah
politik.
Beribadah dengan berpolitik
itu bukanlah semata-mata bermain-main di dunia politik, juga bukan semata-mata
berpolitik demi politik itu sendiri. Namun beribadah dengan berpolitik itu
adalah mewarnai kehidupan manusia di dunia ini serta mengajak mereka kembali
kepada ajaran Allah serta mengamalkan perintah Nabi-Nya, namun lewat
jalur-jalur politik.
Memang harus diakui banyak
orang memandang bahwa dunia politik itu jahat, culas, penuh nafsu keserakahan,
meluap dengan angkara murka serta sarat kebejatan. Kesan ini tidak terlalu
salah, bila kita menyadari dan menyelami apa yang benar-benar terjadi.
Namun di sisi lain,
pengaruh kekuatan politik itu sendiri pun tidak main-main. Bahkan wajah dunia
itu sendiri sebenarnya sangat ditentukan oleh dunia politik. Boleh dikatakan
merah dan hitamnya panggung kehidupan umat manusia sangat ditentukan dari sebuah
kebijakan politik.
Seribu ceramah dari seribu
dai pada seribu hari-hari kerja mereka yang melelahkan itu, nyaris tidak bisa
melawan sebuah kebijakan politik yang ada. Angkara murka dan kemaksiatan yang
merajalela di suatu negeri, sudah bisa dipastikan lahir dari sebuah kebijakan
politik.
Munculnya para pezina,
pelacur, penjudi, pemabuk, pemerkosa, penjahat, pencuri, perampok, pencoleng,
pembegal serta beragam aktifitas di dunia hitam, juga lahir dari sebuah
kebijakan politik.
Hancurnya ekonomi suatu
bangsa, bergantungnya mereka kepada hutang luar negeri, rusaknya alam,
hilangnya sumber daya, dan kacaunya perdagangan, semua sangat bergantung dari
sebuah kebijakan politik.
Kemiskinan, kemelaratan,
kelaparan, kehinaan, kekurangan gizi, taraf hidup yang rendah, merosotnya
kesehatan, merebaknya penyakit serta munculnya kesengsaraan, selalu berangkat
dari sebuah kebijakan politik.
Munculnya dekadensi moral,
seks bebas, seks sejenis, majalah porno, pornografi, pornoaksi, lesbianisme,
sodomi, wisata seks, pengguguran bayi (aborsi), dan bisnis prostitusi tidak
lain adalah anak kandung dari sebuah kebijakan politik.
Mahalnya harga-harga,
ekonomi yang mencekik, angka kemiskinan yang meledak, angka pengangguran yang
semakin membengkak, kasus PHK yang semakin marak, adalah dampak dari sebuah
kebijakan politik.
Ibadah di dunia politik
Ketika dunia politik diisi
oleh orang-orang oprtunis yang tidak pernah percaya tuhan, agama dan kehidupan
hari akhir, maka jadilah kehidupan umat manusia seperti neraka. Sebab merekalah
yang mengambil kebijakan politik sehingga melahirkan beragam azab dan bencana
di atas.
Sayangnya, orang-orang
shalih yang percaya kepada Allah dan paham kitab suci, umumnya malah lari
menghindar dari dunia poiltik. Alih-alih menyelematkan umat, mereka malah mencari
tempat berlindung sendiri-sendiri di balik liang kecil sambil memendam kepala
di dalam tanah. Memejamkan mata dan berpikir seolah semua ini terjadi begitu
saja dan merupakan takdir Allah.
Sayangnya orang-orang yang
bersih dan suci ini nyaris tidak mau mengotori tangannya dengan kerja dan usaha
terlebih dahulu, sehingga mereka lebih memilih untuk bersembunyi di dalam
pesantren dan lembaga pendidikan. Membangun tembok benteng untuk sekedar
melindungi diri mereka sendiri. Adapun nasib umat Islam secara keseluruhan yang
menjadi korban kebobrokan kebijakan politik srigala culas, seolah tidak pernah
menjadi agenda pembicaraan.
Lucunya, di tengah
kehancuran yang nyata seperti ini, di mana semua sepakat bahwa penyebabnya
memang politk kotor para penguasa bejat, masih saja ada yang berpaham untuk
menjauhkan diri dari upaya memperbaikinya. Bahkan mereka malah mengeluarkan
fatwa yang mengharamkan umat Islam berupaya mengantisipasi kebejatan kebijakan
politik. Fatwa-fatwa itu seolah mengatakan bahwa beramar makruf dan nahi munkar
tepat di titik permasalahannya adalah hal yang haram.
Fatwa haramnya berpolitik
dan mendirikan partai pendobrak kejahilan seakan mengandung pesan bahwa kalau
mau beramar makruf dan nahi mungkar, jangan pada inti masalahnya, cukup pada
masalah cabang dan ranting-rantingnya saja. Jangan tebang akar pohon
permasalahannya, cukup setiap hari menyapu membersihkan sampahnya saja.
Padahal bila umat Islam
bersatu dengan dimulai dari para ulama dan tokohnya, mereka duduk bersama dan
menyamakan langkah, insya Allah dunia politik itu bisa dikuasai dengan baik
oleh orang-orang yang shalih. Sehingga semua kebijakan politik yang lahir tidak
lain adalah bentuk nyata dari semangat bahwa Islam adalah rahmatan lil 'alamin.
Namun pusat kekuasaan dan
dunia politik itu tidak akan begitu saja diserahkan kepada orang-orang sahlih.
Kecuali bila dikejar dan direbut langsung secara massal dari orang-orang bejat
itu. Dan umat Islam dengan semua elemennya seharusnya bersatu padu untuk
mengusir kekuatan mungkar dari dunia politik. Kursi mereka harus direbut,
wewenang mereka harus dihapus, kekuasaan mereka harus diakhiri, kelaliman
mereka harus disudahi, kejayaan mereka harus diruntuhkan. Jangan ada lagi suara
rakyat untuk mereka, yang sudah terbukti culas dan sewenang-wenang.
Sebagai gantinya, majulah
orang-orang shalih, orang-orang yang dahinya ada cahaya bekas sujud dan selalu
basah dengan air wudhu', orang-orang yang bekerja demi tuhannya, bukan demi
kedudukan atau harta, orang-orang yang hanya mencari pahala untuk akhirat, bukan
mencari kemuliaan duniawi, orang-orang yang tujuan hidupnya hanya mencari
keredhaan Allah semata.
Sebab hanya mereka saja
yang layak mengisi dunia politik. Karena kotor tidaknya dunia politik bukan
disebabkan nama politik itu sendiri, melainkan disebabkan oleh kekotoran para
aktifisnya sendiri, yang memasuki dunia politk tanpa kenal siapa Allah dan
siapa nabi-Nya. Mereka inilah yang telah mengharu-biru kehidupan umat manusia
selama ini. Padahal mereka sama sekali tidak layak untuk duduk di sana.
Perlunya Ulama Duduk
Bersama
Di sinilah perlunya para
ulama duduk bersama untuk saling memberikan pandangan dan memperluas wawasan.
Kalau ada perbedaan pandangan, janganlah selalu ditanggapi negatif. Justru
berbahagialah, sebab perbedaan pendapat itu pada hakikatnya adalah ilham atau
ilmu yang Allah SWt turunkan, meski melalui orang lain.
Seorang alim yang mumpuni
biasanya selalu minta dikritisi oleh ulama lain, agar bisa mendapatkan hasil
ijtihad yang terbaik. Mengklaim diri sebagai pihak yang selalu benar dan pasti
harus benar terus, sesungguhnya bertentangan dengan karakteristik keulamaan.
Semakin banyak dikritisi pemikirannya, seharusnya semakin gembira, bukan malah
tersinggung dan marah-marah sendiri.
Wallahu a'lam bishshawab
Wassalamu 'alaikum warahmatllahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/