Apakah syariat Islam wajib
diterapkan sebagai hukum Negara?
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Kalau kita percaya pada
Allah, Rasul dan kitab suci Al-Quran, maka tidak mungkin kita menyatakan bahwa
hukum Islam tidak perlu diterapkan sebagai hukum negara.
Sebagaimana kita tahu bahwa
syariah Islam itu mencakup aspek yang sangat luas. Bukan hanya menyangkut hukum
ibadah ritual semata, tetapi termasuk juga masalah sosial masyarakat bahkan
hukum positif yang berlaku formal di dalam sebuah negara.
Taruhlah dari masalah yang
paling sederhana, zakat misalnya. Sesungguhnya zakat itu di masa Rasulullah SAW
dikelola dan digulirkan oleh negara. Kepala negara saat itu, Rasulullah SAW
atau para khalifah, mengangkat dan memberi wewenang kepada petugas khusus yang
menangani masalah zakat. Kalau ada yang membangkang, mereka diperangi, bukan
oleh ulama atau kiyai, tetapi diperangi oleh negara dengan senjata.
Negara menetapkan bahwa si
fulan dan si fulan adalah pembangkang kewajiban zakat, karena itu atas nama
negara, harta mereka bisa diambil secara paksa, atau kalau melawan, mereka
ditetapkan sebagai musuh negara.
Bahkan sekedar syariat
zakat pun membutuhkan wewenang sebuah negara untuk bisa dijalankan sesuai
dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Belum lagi kalau kita
bicara tentang hukum pernikahan wanita yang tidak punya wali. Secara tegas
Rasulullah SAW menyebutkan bahwa penguasa adalah wali bagi wanita yang tidak
punya wali. Penguasa itu adalah kepala negara, meski dalam pelaksanaannya dia
boleh mendelegasikan tugas menikahkan itu kepada bawahan dan bawahannya lagi
sampai ke tingkat hakim atau KUA. Tetapi petugas itu tidak punya wewenang
sedikit pun kecuali atas nama pemerintahan yang sah dan berdaulat.
Jadi tidak mungkin Islam
hanya diterapkan secara individual belaka. Syariat Islam membutuhkan sebuah
pemeritahan resmi (negara) untuk bisa diterapkan sebagaimana adanya.
Apalagi kalau kita sudah
bicara hukum hudud, seperti kewajiban memotong tangan pencuri,
merajam pezina, mencambuk peminum khamar, menyalib pelaku hirabah dan
sebagainya. Semua itu hukumnya wajib dijalankan, lantaran perintahnya sangat
tegas di dalam Al-Quran dan tidak terbantahkan lagi. Namun tak sepotong pun
dari hukum hudud itu yang boleh dilakukan, kecuali hanya dalam
format sebuah pemerintahan negara yang berdaulat resmi. Kalau bukan negara yang
melaksanakan, maka tidak seorang pun yang boleh melakukannya. Kiyai, ulama,
ustadz, da'i, pembimbing rohani atau siapapun tidak pernahpunya wewenang untuk
menjalankan hukum itu. Kecuali kepala pemerintahan atau siapapun yang diberikan
kewenangan olehnya.
Pemisahan Agama dan Negara
Sesungguhnya ide pemisahan
agama dan negara tidak pernah terjadi di dalam dunia Islam, kecuali setelah terjadi
masuknya arus pemikiran sekuler barat lewat agen-agennya yang telah menjadi
budak. Bagi barat yang gagal dalam beragama pernah mengalami masa-masa paling
buruk dengan geraja, di mana mereka hidup di bawah hegemoni pendeta dan gereja
yang telah berlaku zalim, wajarlah bila ada dendam kesumat kepada agama (baca:
kristen).
Ribuan tahun bangsa barat
diperkosa oleh razim gereja, hingga suatu ketika dendam dan sakit hari mereka
kepada gereja sudah tidak terbendung lagi. Akhirnya lahirlah jabang bayi sekulerisme
di barat dan tumbuh dengan sehatnya.
Akan halnya umat Islam,
sejarah gelap itu tidak pernah terjadi. Sehingga umat Islam tidak pernah punya
alasan secuil pun untuk memisahkan agama dari negara. Justru ide pemisahan
agama dengan negara itulah yang menjadikan umat Islam tercerabut dari jati
dirinya.
Bagaimana tidak?
Bukankah umat Islam selalu
hidup maju dan gemilang di bawah panji-panji khilafah Islamiyah? Bukankah umat
Islam belum pernah hidup tanpa ada pemerintahan Islam yang berkuasa, sejak dari
masa nabi SAW hingga abad 20 ini? Bukankah kemajuan ilmu pengetahuan umat Islam
mencapai puncaknya justru bersama dengan para penguasa khilafah itu?
Ketika khilafah terakhir
ditumbangkan pada tahun 1924 lalu, maka runtuh pula kekuatan umat Islam.
Wilayahnya yang sedemikian luas dari Maroko hingga Marouke itu satu per satu habis
dikoyak taring-taring berdarah penjajah barat. Bumi dan kekayaan alam umat
Islam habis dijarah. Akhlaq dan moral bangsa-bangsa muslim dirusak dan diganti
dengan budaya bejat barat yang dekaden dan lacur. Ilmu pengetahuan umat Islam
dibajak dan diboyong ke barat.
Semua terjadi justru ketika
umat Islam menanggalkan agama dari negara. Ide-ide sekulerisme hanya cocok buat
bangsa barat yang bermasalah dengan agamanya. Namun buat Islam, sekulerisme
justru tidak produktif, malah cenderung destruktif, merugikan dan malah bunuh
diri.
Hanya orang-orang yang
hatinya benci kepada Islam saja yang berteriak-teriak menganjurkanpemisahan
agama dan negara. Sebab hasilnya terlalu jelas, bahwa umat Islam segera menemui
kehancurannya ketika memisahkan agama dan negara.
Semoga Allah SWT melindungi
umat Islam dari tipu daya pemikiran jahat sekulerisme sesat. Semoga Allah SWT
mengembalikan saudara-saudara kita muslimin yang sempat terpesona dengan
seronok pemikiran dangkal itu dan bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya. Amien
Wassalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/