Assalamu'alaikum wr. wb.
Ustadz, saya punya pertanyaan yang membingungkan saya mengenai
tradisi orang Indonesia menguburkan ari-ari bayi setelah melahirkan itu
bagaimana menurut hukum Islam, apakah haram atau halal? Mohon penjelasannya.
Oh ya, kalau boleh saya minta no Hp ustadz untuk konsultasi lebih
dekat dengan ustadz.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ari-ari atau plasenta secara medis berfungsi sebagai penyedia
makanan dan saluran lainnya, yang menghubungkan antara janin dengan ibunya.
Selama berbulan-bulan, placenta ini sangat berguna bagi bayi di dalam rahim
sang ibu. Namun begitu bayi lahir, maka perannya usai sudah.
Namun dalam masyarakat tertentu, ada semacam kepercayaan tertentu
bahwa di balik fungsi medis, ada hubungan 'ghaib' tertentu antara bayi dengan
plasentanya. Karena itu, sebagian masyarakat yang mewarisi tradisi kuno ini
masih terlihat melakukan berbagai macam ritual yang tidak ada kaitannya dengan
agama.
Salah satunya adalah mengubur plasenta di dekat rumah, bahkan
harus diberi pelita (lampu). Dan bersamanya juga dikuburkan benda-benda
tertentu, yang dipercaya akan berpengaruh atas nasib dan kehidupan si bayi bila
kelak dewasa.
Lucunya, terkadang sebagian orang melakukan ritual itu begitu
saja, tanpa pernah tahu hubungan sebab akibatnya. Dan semakin lucu lagi, karena
yang melakukannya seringkali justru orang yang berpendidikan tinggi dan
sarjana. Seharusnya mereka lebih mengedepankan hal-hal yang ilmiyah ketimbang
sesuatu yang irrasional.
Bagaimana dengan Pandangan Syariah Islam?
Tentu saja tidak ada satu pun dalil, baik berupa potongan ayat
Al-Quran atau hadits nabawi, tentang masalah menanam ari-ari. Bahkan hadits
yang paling dhaif atau bahkan hadits palsu sekalipun, sama sekali tidak pernah
memuat masalah ini.
Jadi ritual ini betul-betul produk lokal, jauh dari bau-bau Islam
dan syariatnya. Tak satu ayat Quran menyebutkannya, tidak satu pun hadits nabi
menyinggungnya dan tidak ada dalam syariat Islam tentang aturan mainnya.
Sementara, dari sisi aqidah yang bersih, kepercayaan bahwa ada
hubungan ghaib antara plasenta dengan nasib seseorang, jelas telah melanggar
wilayah syirik. Sehingga ritual tertentu yang dilakukan terhadap plasenta ini,
sangat mengganggu hubungan kita sebagai muslim dengan Allah SWT.
Seolah nasib seseorang ditentukan oleh plasentanya, bukan oleh
tugas pendidikan dari kedua orang tuanya dan lingkungannya. Padahal tegas
sekali disebutkan bahwa nasih seseorang bukan ditentukan oleh perlakuan
terhadap plasenta, namun tergantung dari upaya (ikhtiar) seseorang serta
doa-doa yang dipanjatkan.
Khusus masalah doa yang dipanjatkan, Allah SWT telah menetapkan
teknis dan tata caranya. Bila menggunakan teknis dan tata cara yang tidak
sesuai dengan apa yang dimaui oleh Allah SWT, doa itu bukan saja tertolak,
tetapi malah akan menimbulkan bencana. Misalnya ritual perlakuan terhadap
plasenta yang cenderung syirik itu, bukan nasih baik yang akan diterima oleh
bayi dan keluarga itu, malah boleh jadi sebaliknya.
Namun kita juga harus menerima kenyataan bahwa ritual dan
kepercayaan kuno itu masih banyak melekat di tengah masyarakat. Bahkan, tidak
jarang yang jadi pelakunya adalah orang terdidik. Mungkin di kepalanya ada ragu
dan setengah tidak percaya, tetapi tetap dilakukannya juga, dengan alasan untuk
menjaga tradisi nenek moyang.
Maka semua itu harus diklarifikasi ulang, tradisi nenek moyang
yang bagaimana yang harus kita lestarikan? Sebab tidak semua tradisi itu baik.
Bukankah di zaman nenek moyang dulu, juga ada tradisi minum khamar, zina, judi
dan seterusnya? Bukan kah dahulu nenek moyang kita menyembah dewa dan berhala?
Apakah hari ini akan tetap kita lestarikan budaya-budaya yang
negatif dari nenek moyang itu? Tentu tidak, bukan?
Tugas kita sekarang ini adalah berupaya mengikis dan mengurangi
secara sistematis, tradisi yang sekiranya bertentang dengan nilai-nilai
kemanusiaan serta nilai-nilai keIslaman. Namun bila tradisi itu sesuai dengan
Islam, barulah kita lestarikan.
Memendam Plasenta untuk Kebersihan Lingkungan
Kalau sekedar mengubur (memendam) palsenta di dalam tanah, tanpa
niat apapun kecuali untuk kebersihan dan kesehatan lingkungan, tentu boleh dan
baik. Sebab plasenta itu akan segera membusuk bila tidak dipendam.
Jalan terbaik memang dipendam saja, agar tidak merusak lingkungan.
Namun tanpa diiringi ritual apa pun yang bisa merusak hubungan mesra kita
kepada Allah SWT. Pendam saja dan selesai.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/