Assalamualaikum wr. Wb.
Pak ustad yang saya
hormati, membaca buku yang telah diluncurkan oleh Nurcholis Majid (alm) dkk,
dengan judul Fiqih Lintas Agama, maka terfikir dibenak saya ada kejanggalan,
sebab kalau dilihat dari judulnya ada kata Lintas, sedangkan lintas
itu sendiri adalah melewati atau jalan.
Jadi timbul pertanyaan saya
apakah semua agama selain Islam punya atau ada yang menjalankan fikih seperti
islam, kalau pun ada di mana letak persamaan dan perbedaannya, memang buku ini
sudah terbit sejak 2thn silam tetapi saya masih penasaran untuk mendapatkan
jawaban yang valid dari ustad.
Secara pribadi saya sangat
menghargai pendapat beliau, sebagai orang awam perlu mencari sumber yang jelas
tidak asal taqlid begitu saja.
Mohon penjelasannya pak
ustad.
Terimakasih.
Wassalam.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Ketika Nurchalis Madjid
menulis buku itu dan memberi judul 'Fiqih Lintas Agama', perlu kita pahami
bahwa istilah fiqih yang dia maksud sama sekali berbeda dengan istilah fiqih
yang baku dalam literatur syariah Islam.
Dalam literatur syariah
Islam, definisi kata fiqih secara bahasa berarti paham dan mengerti. Seperti
dalam ayat Al-Quran Allah menceritakan ucapan kaum Syuaib
Mereka berkata, "Hai
Syuaib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu
katakan itu". (Hud: 91)
Namun secara istilah baku
yang dikenal para ulama, makna istilah 'fiqih' adalah:
Ilmu yang membahas
hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari
dalil-dalil secara rinci.
Penjelasan definisi:
- Ilmu:
merupakan ilmu yang memiliki obyek dan kaidah tertentu.
- Hukum-hukum syariat:
hukum-hukum ini bersifat syariat yang diambil dari Al-Quran, sunnah,
ijma', qiyas, bukan ilmu logika, matematika, fisika.
- Amaliyah:
fiqih hanya membahas hukum-hukum praktis (amaly) perbuatan manusia dari
masalah ibadah, muamalah. Jadi fiqih tidak membahas masalah keyakinan atau
ilmu kalam atau ilmu akidah.
- Yang diambil:
fiqih adalah kesimpulan hukum-hukum bersifat baku hasil ijtihad ulama yang
bersumber dari Al-Quran, sunnah, ijma, qiyas dan dalil-dalil yang ada.
Sedangkan yang dibicarakan
Cak Nur dalam bukunya itu justru keluar jauh dari makna asli dan baku tentang
ilmu fiqih. Mungkin trik dagang, atau karena istilah fiqih sedang ngetop, jadi
menarik didengar. Namun yang jelas tidak nyambung. Atau mungkin penulisnya
menggunakan pengertian secara bahasa, yaitu sebagai pemahaman secara umum.
Adakah Agama Selain Islam
Punya Ilmu Fiqih?
Kalau pertanyaan anda,
apakah agama selain Islam punya ilmu fiqih seperti umat Islam, jawabnya jelas
tidak. Tidak ada satu pun agama di dunia ini yang punya ilmu fiqih seperti ilmu
fiqih yang dimiliki umat Islam.
Kita mulai dari agama ardhi
(bumi), yaitu agama-agama ciptaan manusia biasa, bukan agama yang turun dari
tuhan. Misalnya agama Hindu, Budha, Shinto, Konghuchu dan sebagainya.
Agama-agama ini tidak punya ilmu fiqih seperti umat Islam, karena tidak ada
sumber-sumber asasi yang mereka sepakati, terutama terkait dengan masalah
amaliyah.
Agama-agama ini tidak punya
kitab suci yang datang dari Tuhan, sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Kitab yang mereka sucikan sebagai kitab buatan manusia, paling jauh, karangan
para filsof. Apakah filosof berhak membuat aturan ritual dan tata cara ibadah?
Jawabnya tidak berhak, menurut aqidah Islam. Sebab yang berhak untuk menetapkan
aturan peribadatan bukan manusia, melainkan Allah SWT.
Agama ardhi juga tidak
punya konsep nabi yang menerima wahyu dari langit dan berfungsi sebagai pembawa
risalah dari tuhan. Di mana perkataan, perbuatan dan taqrir-nya adalah sumber
hukum. Dan selain dari Al-Quran, umat Islam mengambil hukum dari nabinya,
Muhammad SAW.
Yang menarik, di dalam
agama Islam berkembang sebuah ilmu periwayatan sanad hadits. Di mana tiap
keterangan tentang hukum-hukum dari Rasulullah SAW mengalami proses naqd (kritik)
secara uniq dan luar biasa. Tidak ada satu pun agama di dunia ini yang punya
ilmu naqd hadits.
Adapun agama samawi, yaitu
agama yang sebenarnya bersumber dari Allah SWT, seperti nasrani dan ahudi, juga
tidak punya ilmu fiqih. Namun mereka punya hukum dan syariah ketika mereka
masih bersama nabi mereka.
Di zaman nabi mereka masih
hidup, Allah SWT menurunkan wahyu kepada para nabi itu. Sehingga boleh dibilang
bahwa umat pemeluk agama samawi punya syariah. Misalnya mereka diwajibkan
shalat, puasa, zakat, haji, jihad. Bahkan diberlakukan banyak larangan di antara
mereka, seperti diharamkan untuk mencuri, berzina, membunuh, melukai, berjudi,
makan babi dan makanan haram lainnya.
Dalam beberapa hal, hukum
yang berlaku pada umat ahli kitab sebelum kita itu, punya beberapa kesamaan.
Misalnya, pembunuh wajib diqishash, pencuri wajib dipotong tangannya, pezina
wajib dirajam dan lainnya.
Hanya masalahnya, ketika
para nabi itu wafat, hukum yang tadinya berlaku berangsur ditinggalkan.
Ditambah lagi tidak ada jaminan atas penjagaan kitab suci mereka dari ancaman
pemalsuan, penambahan atau mengurangan. Lama-lama kitab suci mereka betul-betul
hilang lenyap, sehingga sudah tidak ada lagi yang tahu rimbanya.
Apalagi kalau bicara hadits
nabi-nabi terdahulu, semakin gelap saja. Kitab suci saja mereka palsukan,
apalagi hadits nabi mereka. Karena itulah kita katakan bahwa bagaimana
mereka mau punya fiqih seperti kita, padahal kitab suci pun tidak punya, hadits
apalagi. Padahal yang namanya fiqih adalah ilmu untuk mengambil istimbath hukum
dari kedua sumber hukum itu.
Ibarat kita bertanya kepada
teman bujangan, "Mas, punya anak apa enggak?" Jawabnya
sudah jelas tidak punya. Lha bagaimana mau punya anak, isteri
saja tidak punya? Apakah mau punya anak dari pohon pisang? Tentu tidak.
Maka wajar kalau saudara
kita yang nasrani atau yahudi itu sekarang menjadi pelanggar berat agama dan
syariah mereka sendiri. Hari ini mereka asyik makan babi, minum khamar,
berzina, berjudi, menyembah berhala, makan bangkai, tinggalkan shalat, tidak
puasa, tidak zakat, tidak haji dan tidak cebok sehabis kencing. Semua itu
terjadi karena mereka tidak punya ilmu fiqih, oleh karena mereka tidak punya
sumber-sumber fiqih seperti kita. Kitab suci yang asli tidak punya, hadits
apalagi.
Bahkan jumlah tuhan pun masih
jadi polemik di kalangan petinggi mereka. Apakah tiga atau satu? Ataukah tiga
sama dengan satu? Ataukah satu itu tiga? Semua semakin membingungkan. Bagaimana
mau bisa punya ilmu fiqih?
Maka alangkah ruginya umat
Islam yang tidak sempat belajar ilmu fqih, karena ilmu ini satu-satunya di muka
bumi.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/