Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarokatuh
Ustadz, saya mendengar
khotbah di salah satu masjid bahwa minuman tuak atau khomar dilarang diminum
karena minuman tersebut sebernarya adalah minuman surga. Apa benar demikian apa
ada riwayat atau dalilnya? Mohon sedikit penjelasannya. Terima kasih.
Jawaban :
Assalamu `alaikum Warahmatullahi
Wabaraktuh
Keterangan bahwa di surga
nanti disediakan khamar sebagai bagian dari kenikmatan dan fasilitas dari Allah
SWT, memang disebutkan di dalam Al-Quran Al-Karim. Tetapi apakah efeknya lalu
membuat seseorang mabuk, meracau atau mengamuk, tentu masalahnya
berbeda. Karena keadaan di surga nanti bukanlah seperti di dunia ini. Alam
dunia ini bagi orang mukmin adalah alam ujian dan menjadi ladang dalam
mendapatkan bekal ke akhirat. Allah SWT menurunkan sekian banyak banyak aturan
baik yang mewajibkan ataupun yang mengharamkan. Siapa yang menjalankan
kewajiban dan meninggalkan yang haram, maka akan mendapatkan ridha Allah SWT
dan dimasukkan ke dalam surganya. Sedangkan di surga itu nanti, bisa
dikatakan sudah tidak ada lagi aturan atau syariat yang harus dijalankan. Semua
menjadi boleh buat orang yang beriman. Sesuatu yang tadinya diharamkan di dunia
ini menjadi boleh dilakukan. Termasuk meminum khamar seperti yang Anda
sebutkan. Bahkan khamar itu tersedia gratis di surga di sungai yang mengalir.
Demikian indah gambaran
yang disampaikan Al-Quran Al-Karim:
Perumpamaan jannah (surga)
yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada
sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari
air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat
rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka
memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka,
sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang
mendidih sehingga memotong ususnya. (QS
Muhammad: 15)
Adapun masalah sebab
diharamkannya, apakah karena nanti di surga akan diberikan atau tidak, kita
bisa menerimananya bila memang ada nash yang sharih yang menjelaskan hal itu.
Namun paling tidak, selama Allah SWT memang mengharamkannya, maka kewajiban kita
ini adalah mentaatinya secara konsekuen, lepas dari pengetahuan kita tentang
apa latar belakang yang menyebabkan pengharamannya.
Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber
: http://www.rumahfiqih.com/