Assalamu 'alaikum wr. wb.
Ustadz, dalam pembagian waris memang sudah
ditetapkan bahwa anak laki-laki mendapat bagian dua kali lipat dari anak
perempuan.
Tetapi bolehkan kita mensiasati pembagian waris itu dengan beberapa trik tertentu, agar pada hasil akhirnya harta yang diterima oleh anak laki-laki menjadi sama besarnya dengan harta yang diterima anak perempuan? Apakah siasat ini terlarang atau dibolehkan?
Mohon penjelasan dan pencerahan dari ustadz.
Wassalam
Tetapi bolehkan kita mensiasati pembagian waris itu dengan beberapa trik tertentu, agar pada hasil akhirnya harta yang diterima oleh anak laki-laki menjadi sama besarnya dengan harta yang diterima anak perempuan? Apakah siasat ini terlarang atau dibolehkan?
Mohon penjelasan dan pencerahan dari ustadz.
Wassalam
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Sudah menjadi ketentuan samawi bahwa bagian yang diterima anak laki-laki harus dua kali lipat dari anak perempuan. Hal itu merupakan ketentuan dan hukum Allah SWT sebagaimana tercantum dalam Al-Quran :
يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ
Sudah menjadi ketentuan samawi bahwa bagian yang diterima anak laki-laki harus dua kali lipat dari anak perempuan. Hal itu merupakan ketentuan dan hukum Allah SWT sebagaimana tercantum dalam Al-Quran :
يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ
Allah mewasiatkan kepadamu (dalam pembagian
waris untuk) anak-anakmu bahwa bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian
dua orang anak perempuan. (QS.
An-Nisa' : 11)
Ketika sudah jelas ayatnya, maka sebenarnya sudah tidak ada lagi kompromi untuk mengotak-atik ketentuan dari langit ini. Walaupun sayangnya kita sering mendapati adanya usaha ke arah sana.
Ketika sudah jelas ayatnya, maka sebenarnya sudah tidak ada lagi kompromi untuk mengotak-atik ketentuan dari langit ini. Walaupun sayangnya kita sering mendapati adanya usaha ke arah sana.
Usaha untuk mensiasati hukum waris ini
memang sering kita temukan di tengah masyarakat. Motivasinya sendiri bisa
bermacam-macam, ada yang motivasi baik dan ada yang tidak baik. Dan caranya pun
juga bermacam-macam, ada yang dilakukan dengan cara yang benar dan ada yang
tidak benar.
Kalau motivasinya keliru tentu hukumnya haram. Begitu juga bila caranya keliru, hukumnya pun ikut haram pula. Tetapi kalau motivasinya benar dan caranya benar, maka hukum mensiasati itu bisa dibenarkan.
Kalau motivasinya keliru tentu hukumnya haram. Begitu juga bila caranya keliru, hukumnya pun ikut haram pula. Tetapi kalau motivasinya benar dan caranya benar, maka hukum mensiasati itu bisa dibenarkan.
Masalah Motivasi
Yang dimaksud dengan motivasi yang keliru apabila semata-mata ingin menentang hudud atau ketentuan dari Allah SWT atas hukum waris. Sebagaimana kita tahu bahwa di dalam Al-Quran Allah SWT telah menegaskan bahwa siapa yang menentang ketentuan-Nya dalam hukum waris, maka akan dimasukkan ke dalam neraka dan kekal selamanya.
Yang dimaksud dengan motivasi yang keliru apabila semata-mata ingin menentang hudud atau ketentuan dari Allah SWT atas hukum waris. Sebagaimana kita tahu bahwa di dalam Al-Quran Allah SWT telah menegaskan bahwa siapa yang menentang ketentuan-Nya dalam hukum waris, maka akan dimasukkan ke dalam neraka dan kekal selamanya.
وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Dan siapa yang mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya (hukum waris), niscaya Allah
memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya;
dan baginya siksa yang menghinakan.(QS. An-Nisa' 14)
Termasuk ke dalam kategori menentang adalah
apabila seorang sudah tahu adanya ketentuan itu tetapi dia sengaja
melanggarnya, tanpa takut bersalah atau berdosa. Seolah-olah hukum Allah SWT
tidak berlaku, tidak perlu diperhatikan, tidka perlu dijadikan pedoman dan
boleh saja diinjak-injak lalu diganti dengan hukum buatan sendiri.
Lain halnya bila motivasinya semata-mata
karena tidak tahu, lantaran memang tidak pernah mengaji atau tidak mendapatkan
informasi detail tentang hukum waris. Lalu tanpa sengaja terjadi pelanggaran
atas masalah ini, begitu ditegur dan diingatkan, dia langsung berusaha untuk
memperbaikinya, maka hukumannya tentu akan lain lagi. Karena tidak ada
penentangan, kesalahan terjadi semata-mata karena ketidak-tahuan.
Antara menentang dengan tidak tahu tentu
berbeda. Orang yang menentang itu adalah orang yang sudah tahu ketentuan Allah,
tetapi dia remehkan saja bahkan dengan sengaja melawan dan menolak ketentuan
Allah. Mereka inilah yang nanti kalau mati dipastikan masuk neraka dan abadi di
dalamnya tidak akan keluar lagi. Hukumannya mirip orang kafir, padahal matinya
sebagai muslim.
Sedangkan orang yang melanggar karena tidak
tahu, tentu bersalah dan berdosa. Tetapi siksaannya tentu lebih ringan dari
pada menentang. Kalau pun masuk neraka, tentu tidak akan abadi di dalamnya.
Sama-sama masuk neraka, tetapi kalau menentang maka akan disiksa selamanya,
sedangkan kalau semata karena tidak tahu, disiksa di neraka tapi suatu ketika
akan dikeluarkan lagi.
Masalah Cara
Adapun bila motivasinya masih bisa diterima,
namun caranya tidak benar, tetap saja hukumnya tidak boleh alias haram.
Contohnya adalah para ahli waris sepakat dan
rela sama sela untuk membagi warisan tanpa membedakan anak laki-laki dan anak
perempuan. Semua mendapatkan nilai yang sama. Alasannya semata-mata karena
semua pihak sudah setuju. Bahkan persetujuan itu sudah tertuang secara hitam
putih di depan notaris. Semua ikut menandatangani dan para saksi pun ikut
menorehkan tanda-tangannya.
Apakah bila para ahli waris sepakat untuk
tidak membagi sesuai dengan hukum Allah, lalu menjadi sah statusnya? Jawabnya
tentu saja tidak sah bahkan tetap masih terjadi pelanggaran atas hukum Allah.
Lalu cara bagaimana yang bisa dilakukan agar
kedua maksud tercapai?
Caranya harus lewat dua langkah. Langkah
pertama, bagilah harta waris itu sesuai dengan ketentuan hukum Allah, yaitu
anak laki-laki mendapat dua kali nilai yang diterima anak perempuan. Dan
pastikan semua mengetahui berapa nilai yang diterima masing-masing. Pastikan
pula serah terima sudah dilakukan dengan benar dan disaksikan juga oleh semua
ahli waris, termasuk kerabat dan saudara lain.
Dengan cara ini maka pembagian waris secara
hukum Islam sudah selesai. Harta warisan kini sudah berpindah pemilik, dari almarhum
kepada para ahli waris masing-masing dengan cara yang telah diridhai Allah SWT.
Setelah setiap ahli waris menerima haknya,
maka masing-masing ahli waris boleh saling berbagi di antara mereka. Syaratnya
saling berbagi itu dilakukan dengan suka sama suka, tidak terpaksa, tidak ada
yang merasa diintimidasi dan dizhalimi.
Kalau ada anak laki-laki yang mau membagi
sebagian hartanya untuk diberikan kepada anak perempuan, maka hal itu boleh
dilakukan. Sebaliknya, kalau ada dari anak laki-laki yang pelit tidak mau
berbagi, kita tidak bisa menyalahkan. Karena harta yang ada di tanganya memang
100% miliknya. Terserah yang bersangkutan, apakah mau membaginya dengan saudari
perempuannya atau tidak.
Anggaplah semua anak laki-laki dengan
kebesaran jiwa dan sepenuh keikhlasan mau berbagi, maka nilainya menjadi sangat
tinggi di sisi Allah. Karena pemberian itu menjadi sedekah yang mendatangkan
pahala. Selain itu juga akan menjadi perekat antara sesama ahli waris dan
terhindar dari perpecahan.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/