Tutuplah aurat walaupun akhlak belum baik, Sholatlah walaupun belum bisa Khusyu, Hindarilah pacaran walaupun ada niat menikahinya, Bacalah Al-Qur'an walaupun tidak tau artinya.. Inshaa Allah jika Terus menerus, hal yang lebih baik akan kita dapatkan...

Minggu, 08 Februari 2015

Menitipkan Jualan di Koperasi, Apakah Riba?

Assalamu'alaikum wr.wb 
Langsung saja ustadz. Saya berniat menitipkan jualan makanan ke sebuah koperasi syariah, namun masih menjangkal di pikiran saya tentang sistem bagi hasilnya, yaitu koperasi tsb mengambil keuntungan sebesar 4% dari harga jual ke konsumen, misalnya Rp 2000.
Meskipun dari harga Rp 2000 tsb saya sudah mendapatkan keuntungan, namun apakah benar pembagian keuntungan untuk koperasinya sekian persen dari harga jual tsb (sedangkan dalam harga 2000 tsb ada sebagian modal).
Saya masih bingung ustadz...mohon pencerahannya???
terima kasih. Hamba Allah


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Dalam masalah kerjasama antara pemilik barang dan pihak yang menjualkan, besaran komisi yang menjadi hak pihak yang menjualkan pada dasarnya tergantung kesekapatan kedua belah pihak.

Cara menghitungnya boleh lewat prosentase tertentu yang diambilkan dari keuntungan, tetapi boleh juga sekian perses dari harga jual. Keduanya boleh-boleh saja tanpa ada hal yang takut dilanggar.

Kenapa boleh mengambil fee sekian persen dari harga jual?
Jawabnya karena akad ini bukan akad penanaman modal. Akadnya adalah kerjasama antara pemilik barang dan penjualnya. Akad ini bukan akan pinjam meminjam uang. Oleh karena itu, cara membagi keuntungannya tidak harus dengan cara bagi hasil, tetapi bisa saja berdasarkan nilai jualnya.

Sebagai ilustrasi, A punya mobil dan B bersedia menjualkannya. Dalam hal menghitung fee-nya, ada banyak cara yang boleh mereka berdua sepakati. A menetapkan harga kepada B seharga 200 juta, dengan kesepakatan B boleh menjual lebih tinggi lagi, misalnya 250 juta. Berarti keuntungannya 50 juta. Dalam hal ini A tidak minta apa-apa dari B karena ketika menjual mobil itu seharga 200 juta, A sudah dapat untung.

Tetapi mungkin saja A bukan pemilik mobil. A adalah pedagang juga, dia bisa mendapatkan mobil bekas dari orang lain seharga 200 juta. Untuk itu A meminta bantuan B untuk ikut memasarkan, dengan kesepakatan kalau ada selisihnya dibagi dua. Maka selisih yang 50 juta itu dibagi masing-masing 25 juta.

Semua bentuk kesepakatan itu hukumnya sah-sah saja. Cara menetapkan fee tidak harus mengacu kepada keuntungan atau harga jual. Pendeknya yang mana saja yang disekapati oleh kedua belah pihak, hukumnya boleh.

Akad Pinjam Uang Atau Bagi Hasil Modal
Lain halnya kalau kita bicara akad kesertaan modal dalam suatu usaha. Pihak pertama adalah pemilik uang yang berinvestasi dalam bisnis pihak kedua. Maka cara membagi keuntungannya harus berdasarkan prosentase dari keuntungan, bukan prosentase dari nilai uang dibenamkan sebagai modal.

Sebab kalau bersasarkan prosentase dari modal investasi yang dibenamkan dalam usaha itu, sama saja dengan bisnis penyewaan uang yang merupakan akad ribawi.

Contohnya A membenamkan uang 200 juta ke dalam usaha milik B. Kesepakatannya bahwa tiap bulan B harus setor uang 10 juta kepada A. Kalau kita cermati baik-baik, akad seperti ini pada hakikatnya tidak lain bahwa B pinjam uang kepada A dengan bunga 5 persen per bulan. Akad ini 100% adalah akad yang haram, karena akad ini akad riba nasi'ah yang diharamkan syariat.

Namun akad ini menjadi halal apabila kewajiban B bukan membayar 5% dari 200 juta uang milik A, tetapi kewajibannya adalah membayar misalnya 50% dari keuntungan yang didapat dari bisnis milik B. Katakanlah setelah dihtiung pada bulan itu, keuntunganya sebesar 10 juta. Maka A berhak mendapatkan 50% dari 10 juta, yaitu 5 juta rupiah.

Dimana letak titik perbedaannya?
Kalau pakai akad yang pertama, uang 10 juta yang diterima A pasti tidak akan berubah nilainya, karena nilai investasinya tetap 200 juta. Akad ini adalah akad penyewaan uang yang haram hukumnya.

Sedangkan akad yang kedua, nilai yang diterima A tidak akan selalu 5 juta, karena keuntungan suatu usaha biasanya berubah-ubah tiap waktu. Sebab akad ini adalah akad kerjsama dengan membagi hasil yang biasanya selalu berubah-ubah nilainya tiap waktu. Akad ini hukumnya halal.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA 
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Terbaru