Ustad, saya sudah membaca
dan mengetahui informasi tentang hukum haramnya berjualan barang atau produk
hasil olahan najis, seperti pupuk kandang. yang masih menjadi pikiran saya dan
butuh jawaban adalah
- jika pupukyangdibuat dari kotoran
binatang ternak yang halal dikonsumsi seperti kambing/sapi mengapa
kotorannya yang diolah menjadi haram
- jika kotoran kedua hewan ternak
itu haram, apakah petani atau peternak yang memelihara mereka harus
bersuci seperti kita bersuci dari najis anjing
Demikian ustad kerisauan
yang sedang melanda hati saya, karena saya melihat ada potensi lebih yang bisa
didapat untuk meningkatkan perekonomian di desa saya dengan mengolah pupuk.
Jazakumullah khairon
katsiron,
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Kotoran hewan hukumnya bukan haram, istilah yang lebih tepat adalah najis. Istilah haram biasanya terkait dengan hukum memakan atau meminum sesuatu, sedangkan najis terkait dengan tidak bolehnya kita shalat kalau badan, pakaian atau tempat shalat kita mengandung najis.
Kotoran hewan hukumnya bukan haram, istilah yang lebih tepat adalah najis. Istilah haram biasanya terkait dengan hukum memakan atau meminum sesuatu, sedangkan najis terkait dengan tidak bolehnya kita shalat kalau badan, pakaian atau tempat shalat kita mengandung najis.
Maka kita menyebut bahwa
kotoran hewan itu najis, tidak kita sebut haram, karena memang tidak lazim
memakan kotoran hewan. Kalaupun kita tidak memakannya, lantaran hukumnya najis.
Orang yang terkena najis,
tidak boleh shalat kecuali setelah dia menghilangkan najisnya. Dan
menghilangkan najis itu cukup dengan mencucinya hingga bersih, hingga hilang
warna, rasa dan aroma. Kecuali pada najis yang berat (mughallazhah), khusus
najis yang berat, Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mencucinya 7 kali dan
salah satunya dengan tanah. Babi dan anjing adala jenis najis yang berat.
Huhubungan haram dengan
najis ini bisa katakan sebagai berikut:
1. Setiap benda yang najis
maka hukumnya haram dimakan
Misalnya kotoran hewan yang
anda sebutkan itu. Hukumnya adalah najis, sebagaimana umumnya disepakati oleh
para ulama. Kalau pun ada yang mengatakan tidak najis, hanya sebagian pendapat
dari kalangan mereka. Misalnya mazhab Imam Ahmad rahimahullah, di mana mereka
mengatakan bawa semua hewan yang halal dagingnya, maka kotorannya tidak najis.
Namun kami tidak yakin
kalau mazhab tersebut membolehkan kita makan kotoran hewan.
2. Tidak semua yang haram
dimakan, hukumnya najis
Ada begitu banyak bendayang
hukumnya memang haram untuk dimakan, tetapi tidak najis. Sebut saja bensin,
pestisida, oli, minyak rem, racun tikus, aspal, asam, merkuri, obat nyamuk,
bubuk mesiu, larutan Alkoholdan sejenisnya, semua haram dimakan. Sebab yang
makan akan langsung meninggal dunia dengan sukses.
Tetapi kita pun sepakat
bahwa benda-benda itu tidak najis. Maka kita dibolehkan shalat sambil
mengantungi obat nyamuk, karena obat nyamuk bukan benda najis. Alkohol 70% itu
bukan benda najis, tapi tetap haram diminum.
Kotoran Hewan
Para ulama mensyaratkan
kesucian benda yang diperjual-belikan. Sehingga berjualan benda-benda najis
hukumnya dilarang. Darah, bangkai, daging babi, nanah, kotoran manusia dan
hewan, air kencing, anjing dan seterusnya adalah benda-benda najis. Sehingga
hukumnyatidak sah apabila diperjual-belikan.
Namun karena pupuk kandang
ini berguna untuk kesuburan tanamana, para petani tentu saja membutuhkannya.
Kalau dikatakan tidak boleh
diperjual-belikan, bukan berarti haram untuk dimiliki atau didistribusikan.
Karena metode untuk memiliki tidak terbatas hanya dengan bentuk jual beli.
Seseorang bisa memberiatau menghadiahkan kotoran hewan kepada orang lain, walau
bukan dengan jalan menjualnya. Dan petani bisa saja menerima kotoran hewan dari
peternak tanpa harus dengan jalan membelinya.
Yang diharamkan hanya
menjadikannya sebagai objek jual-beli, bukan memilikinya lewat cara lain. Maka
cara lain selain jual beli bisa digunakan.
Salah satunya lewat cara
yang biasa digunakan para pengrajin tanaman dikampung-kampung Betawi sejak
zamandahulu. Banyak pak Haji di Betawi yang punya penghasilan sebagai petani di
kebun. Dan sejak dahulu mereka terbiasa menggunakan pupuk kandang, yang didapat
dari tetangganya yang kebetulan memelihara sapi.
Caranya bukan dengan
membeli, tetapi memintanya. Dan karena diminta, tetangganya yang memelihara
sapi pun memberinya. Jadi tidak ada jual beli secara hukum. Hanya saja, pak
haji yang punya tanaman memberi uang jasa untuk biaya penampungan kotoran sapi,
juga biaya untuk mengumpulkan kotoran sapi itu dan biaya pengepakannya.
Sehingga tetangganya yang memelihara sapi tetap mendapatkan pemasukan, meski
bukan dengan jalan menjual kotoran sapi. Jual beli tidak terjadi, tapi
keuntungan tetap dapat.
Inilah yang sering kami
sebut dengan istilah 'kecerdasan syariah'. Kecerdasan model begini jarang
dimiliki oleh kebanyakan kita. Kita biasanya lebih sering bicara tentang
kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan-kecerdasan lainnya.
Padahal sebagai muslim yang ingin masuk surga, kita wajib memiliki kecerdasan
yang satu ini, yaitu kecerdasan syariah.
Wallahu 'alam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/