Assalamualaikum Ustadz,
Saya mau bertanya bagaimanakah hukumnya membobol akun rekening bank di Amerika, lalu ditransfer ke rekening kita di Indonesia. Apakah hal ini bisa dikatakan sebagai harta halal, yaitu harta fai' dan menganggap bank-bank Amerika adalah kafir harbi?
Mohon penjelasannya karena saya dan beberapa teman saya telah menjalankan hal ini beberapa kali. maturnuwun sanget atas jawabannya..
Wassalamu'alaikum wr. wb.
Saya mau bertanya bagaimanakah hukumnya membobol akun rekening bank di Amerika, lalu ditransfer ke rekening kita di Indonesia. Apakah hal ini bisa dikatakan sebagai harta halal, yaitu harta fai' dan menganggap bank-bank Amerika adalah kafir harbi?
Mohon penjelasannya karena saya dan beberapa teman saya telah menjalankan hal ini beberapa kali. maturnuwun sanget atas jawabannya..
Wassalamu'alaikum wr. wb.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kalau kita belajar sedikit saja ilmu syariah, khususnya pada bab-bab jihad dan harta rampasan perang, maka akan jelas sekali bahwa membobol bank di Amerika bukan termasuk perang yang syar'i. Walaupun dengan alasan bahwa uang itu milik orang kafir harbi, tetapi dalam pandangan syariah hal itu tidak tetap saja tidak memenuhi syariat.
Kalau pun mengaku-ngaku dalam syariat ada bab fa'i alias harta rampasan perang, tetap saja ini merupakan kejahilan dan kekeliruan, karena menerapkan hukum syariah secara keliru dan bukan para tempatnya. Jelas sekali bahwa tindakan semacam itu 100% merupakan kejahatan dan tindak kriminalitas murni. Pelakunya berhak ditangkap dan diadlili, serta masuk dalam penjara.
Kalau kita belajar sedikit saja ilmu syariah, khususnya pada bab-bab jihad dan harta rampasan perang, maka akan jelas sekali bahwa membobol bank di Amerika bukan termasuk perang yang syar'i. Walaupun dengan alasan bahwa uang itu milik orang kafir harbi, tetapi dalam pandangan syariah hal itu tidak tetap saja tidak memenuhi syariat.
Kalau pun mengaku-ngaku dalam syariat ada bab fa'i alias harta rampasan perang, tetap saja ini merupakan kejahilan dan kekeliruan, karena menerapkan hukum syariah secara keliru dan bukan para tempatnya. Jelas sekali bahwa tindakan semacam itu 100% merupakan kejahatan dan tindak kriminalitas murni. Pelakunya berhak ditangkap dan diadlili, serta masuk dalam penjara.
Kalau sampai ada pihak-pihak tertentu yang melakukannya atas nama
agama Islam, jelas sekali bahwa pelakunya bukan dari kalangan yang paham
syariat agama Islam, khususnya bab muamalat dan bab jihad.
Sebab walaupun kantor bank itu di Amerika, tetapi para nasabahnya
belum tentu warga negara Amerika sendiri. Mereka bisa saja orang Islam yang
merupakan warga negeri-negeri Islam. Dan bisa saja muslimin asli yang kebetulan
tinggal di negara itu. Asal tahu saja bahwa di Amerika tiap hari selalu ada
warga asli yang masuk Islam. Dan semua orang di negara itu punya account di
bank.
Apakah
syariat Islam membolehkan kita merampas harta mereka, yang notabene beragama
Islam, hanya mentang-mentang mereka warga negara Amerika?
Kalaupun nasabah yang punya account di bank Amerika itu bukan muslim, tetap saja mengambil uang mereka diharamkan. Sebab masih ada banyak syarat yang belum terpenuhi dalam masalah ini.
Yang paling utama adalah bahwa tidak mentang-mentang seorang non muslim itu berkewarganegaran Amerika, lantas kita boleh secara seenaknya mendudukkan mereka sebagai kafir harbi. Siapa saja yang pernah belajar fiqih jihad pasti tahu bahwa untuk menjadikan seseorang berstatus kafir harbi yang halal darah dan hartanya, ada begitu banyak kriteria dan syarat yang harus terpenuhi.
Maka dari itu saran saya, sebelum mengklaim sedang menjalankan syariat Islam, perlu sekali setiap kita untuk duduk yang tekun belajar ilmu syariat, khususnya pada bab jihad dan muamalat. Belajarnya tentu harus lewat ilmu para ulama dan fuqaha yang benar-benar profesional dan profesor di bidangnya, dan bukan kepada mereka yang jahil dan tidak berilmu tetapi sok tahu.
Sayangnya banyak sekali tokoh-tokoh yang ilmunya terbatas, tidak pernah belajar ilmu fiqih dengan benar. Kalau pun disebut-sebut tokoh, sebenarnya ilmunya hanya hasil klaim sepihak saja. Fatwa-fatwanya yang mudah menjadikan orang sebagai kafir harbi ternyata sama sekali belum pernah dipertahankan dalam bentuk disertasi ilmiyah di depan para profesor dan guru besar syariah dunia.
Ternyata yang menjadikan sosok tokoh macam ini hanya sebatas murid-muridnya yang hanya beberapa gelintir saja. Tetapi dunia Islam tidak pernah mengakui keilmuannya.
Kalaupun nasabah yang punya account di bank Amerika itu bukan muslim, tetap saja mengambil uang mereka diharamkan. Sebab masih ada banyak syarat yang belum terpenuhi dalam masalah ini.
Yang paling utama adalah bahwa tidak mentang-mentang seorang non muslim itu berkewarganegaran Amerika, lantas kita boleh secara seenaknya mendudukkan mereka sebagai kafir harbi. Siapa saja yang pernah belajar fiqih jihad pasti tahu bahwa untuk menjadikan seseorang berstatus kafir harbi yang halal darah dan hartanya, ada begitu banyak kriteria dan syarat yang harus terpenuhi.
Maka dari itu saran saya, sebelum mengklaim sedang menjalankan syariat Islam, perlu sekali setiap kita untuk duduk yang tekun belajar ilmu syariat, khususnya pada bab jihad dan muamalat. Belajarnya tentu harus lewat ilmu para ulama dan fuqaha yang benar-benar profesional dan profesor di bidangnya, dan bukan kepada mereka yang jahil dan tidak berilmu tetapi sok tahu.
Sayangnya banyak sekali tokoh-tokoh yang ilmunya terbatas, tidak pernah belajar ilmu fiqih dengan benar. Kalau pun disebut-sebut tokoh, sebenarnya ilmunya hanya hasil klaim sepihak saja. Fatwa-fatwanya yang mudah menjadikan orang sebagai kafir harbi ternyata sama sekali belum pernah dipertahankan dalam bentuk disertasi ilmiyah di depan para profesor dan guru besar syariah dunia.
Ternyata yang menjadikan sosok tokoh macam ini hanya sebatas murid-muridnya yang hanya beberapa gelintir saja. Tetapi dunia Islam tidak pernah mengakui keilmuannya.
A. Hukum Yang Berlaku Dalam Damai Berbeda Dengan Hukum Dalam
Perang
Kalau kita buka bab Jihad dalam
ilmu fiqih, perang secara pisik antara pihak muslim dan kafir itu ada
aturan-aturannya, yang kadang hukum-hukumnya tidak selalu sama dengan
hukum-hukum saat perdamaian di luar perang.
Kalau di luar peperangan, membunuh dan merampas harta orang kafir itu haram, maka khusus untuk di dalam peperangan yang resmi dan disepakati untuk dijalankan oleh kedua belah pihak, membunuh dan merampas harta lawam menjadi boleh hukumnya.
1. Halalnya Nyawa Orang Kafir Harbi
Secara sah nyawa mereka boleh dihilangkan dengan cara dibunuh di medan perang. Ini adalah perintah agama yang ditegaskan di dalam kitab suci Al-Quran.
Kalau di luar peperangan, membunuh dan merampas harta orang kafir itu haram, maka khusus untuk di dalam peperangan yang resmi dan disepakati untuk dijalankan oleh kedua belah pihak, membunuh dan merampas harta lawam menjadi boleh hukumnya.
1. Halalnya Nyawa Orang Kafir Harbi
Secara sah nyawa mereka boleh dihilangkan dengan cara dibunuh di medan perang. Ini adalah perintah agama yang ditegaskan di dalam kitab suci Al-Quran.
وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً
Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun
memerangi kamu semuanya.(QS. At-Taubah : 36)
فَإِذَا انسَلَخَ الأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُواْ لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah
orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah
mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. (QS. At-Taubah : 5)
2. Halalnya Harta Rampasan Perang
Dalam perang yang sah dan resmi antara muslim dan kafir, masing-masing pihak berhak merampas harta lawannya. Yang menang berhak mengambil harta benda pihak yang kalah. Kalau yang menang pihak kafir, maka harta pihak muslim menjadi hak orang kafir. Dan begitu juga berlaku sebaliknya, kalau yang kalah pihak kafir, maka harta mereka berhak untuk diambil oleh pihak muslimin.
Dasarnya adalah firman Allah SWT :
Dalam perang yang sah dan resmi antara muslim dan kafir, masing-masing pihak berhak merampas harta lawannya. Yang menang berhak mengambil harta benda pihak yang kalah. Kalau yang menang pihak kafir, maka harta pihak muslim menjadi hak orang kafir. Dan begitu juga berlaku sebaliknya, kalau yang kalah pihak kafir, maka harta mereka berhak untuk diambil oleh pihak muslimin.
Dasarnya adalah firman Allah SWT :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأَنْفَالِ قُلِ الأَنْفَالُ للَّهِ وَالرَّسُولِ
Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan
perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan
Rasul". (QS. Al-Anfal : 1)
Selain itu dasarnya adalah sabda Rasululllah SAW :
وَأُحِلَّتْ لِي الْغَنَائِمُ
Dihalalkan bagiku harta ghanimah.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak ada yang salah dalam hal ini, karena yang namanya perang
memang mengorbankan nyawa dan harta, kalau kalah. Dan kalau menang, berarti
bisa menghabisi nyawa lawan dan merampas harta benda miliknya.
3. Halalnya Menjadikan Wanita Kafir Sebagi Budak Yang Boleh
Disetubuhi di Luar Nikah
Yang lebih ajaib lagi, bahwa perang itu bukan hanya menghalalkan
nyawa musuh dan hartanya, tetapi juga menghalalkan wanita-wanita mereka untuk
dijadikan budak. Para wanita kafir yang kalah perang itu bisa dijadikan budak,
untuk diperjual-belikan di pasar budak. Dan bisa juga disetubuhi begitu saja
oleh tuannya tanpa harus dinikahi secara syar'i.
Dasarnya adalah surat Al-Mu'minun, yang menyebutkan bahwa budak itu halal disetubuhi oleh tuannya tanpa dinikahi.
Dasarnya adalah surat Al-Mu'minun, yang menyebutkan bahwa budak itu halal disetubuhi oleh tuannya tanpa dinikahi.
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
Dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau
budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. Al-Mu'minun : 5-6)
Maka perang itu mengubah apa-apa yang haram menjadi halal, dan juga yang halal jadi haram.
Maka perang itu mengubah apa-apa yang haram menjadi halal, dan juga yang halal jadi haram.
B. Syarat dan Ketentuan Berlaku
Namun untuk berlakunya hukum-hukum dalam perang, yang konsekuensinya menghalalkan darah dan harta itu, maka ada syarat dan ketentuannya. Di antaranya adalah :
1. Status Perang Yang Resmi
Namun untuk berlakunya hukum-hukum dalam perang, yang konsekuensinya menghalalkan darah dan harta itu, maka ada syarat dan ketentuannya. Di antaranya adalah :
1. Status Perang Yang Resmi
Peperangan yang dimaksud harus merupakan
perang yang bersifat resmi antara kedua belah pihak. Yang dimaksud dengan
perang yang resmi adalah perang yang jelas siapa pemimpinan masing-masing
pihak, siapa saja yang terlibat di dalamnya, kapan waktunya, dimana tempatnya,
serta apa batasan-batasan ketentuannya.
Perang Badar pada tahun kedua hijriyah adalah sebuah perang yang bersifat resmi antara Rasulullah SAW sebagai kepala negara Madinah melawan orang-orang kafir para pemimpin Mekkah.
Perang itu bukan sekedar tawuran antar gank dan suku, serta bukan pula gerakan sparatis yang tidak jelas ujung pangkalnya. Intinya perang itu bukan sekedar perang iseng-iseng berhadiah.
Yang menarik, dari pihak umat Islam belum lagi meladeni peperangan itu sebelum ada 'izin khusus' yang turun dari langit, yaitu Allah SWT. Sebelum ayat yang membolehkan perang turun, Rasulullah SAW masih diharamkan berperang, meski selalu mendapatkan tekanan, permusuhan, bahkan upaya pembunuhan.
Praktis selama 13 tahun Rasulullah SAW dan para shahabat menghabiskan waktu di Mekkah tanpa perlawanan apapun. Allah SWT belum pernah mengizinkan beliau SAW dan para shahabat untuk angkat senjata melakukan peperangan secara resmi. Saat itu hukum berperang dan mengangkat senjata justru diharamkan dan dilarang, sebagaimana firman Allah SWT :
Perang Badar pada tahun kedua hijriyah adalah sebuah perang yang bersifat resmi antara Rasulullah SAW sebagai kepala negara Madinah melawan orang-orang kafir para pemimpin Mekkah.
Perang itu bukan sekedar tawuran antar gank dan suku, serta bukan pula gerakan sparatis yang tidak jelas ujung pangkalnya. Intinya perang itu bukan sekedar perang iseng-iseng berhadiah.
Yang menarik, dari pihak umat Islam belum lagi meladeni peperangan itu sebelum ada 'izin khusus' yang turun dari langit, yaitu Allah SWT. Sebelum ayat yang membolehkan perang turun, Rasulullah SAW masih diharamkan berperang, meski selalu mendapatkan tekanan, permusuhan, bahkan upaya pembunuhan.
Praktis selama 13 tahun Rasulullah SAW dan para shahabat menghabiskan waktu di Mekkah tanpa perlawanan apapun. Allah SWT belum pernah mengizinkan beliau SAW dan para shahabat untuk angkat senjata melakukan peperangan secara resmi. Saat itu hukum berperang dan mengangkat senjata justru diharamkan dan dilarang, sebagaimana firman Allah SWT :
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.(QS. Al-Hijr : 49)
Barulah setelah tahun kedua beliau hijrah ke Madinah, turun ayat yang membolehkan perang dijalankan, yaitu ayat berikut ini :
Barulah setelah tahun kedua beliau hijrah ke Madinah, turun ayat yang membolehkan perang dijalankan, yaitu ayat berikut ini :
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلا أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi,
karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar
Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari
kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata:
"Tuhan kami hanyalah Allah". (QS.
Al-Hajj : 39-40)
2. Status Masing-masing Peserta Perang
Syarat yang kedua adalah harus jelas status para peseta peperangan
dari kedua belah pihak. Perang dalam pandangan syariat Islam harus jelas para
pihaknya. Siapa yang termasuk ke dalam pihak kaum muslimin dan siapa yang
termasuk ke dalam pihak kafirin.
Di masa Nabi SAW, tidak mentang seseorang beragama syirik lantas otomatis
jadi musuh dan halal darahnya. Sebab di dalam kota Madinah ada begitu banyak
penduduk yang musyrik dan masih menyembah berhala. Tetapi mereka tidak lantas
dijadikan objek pembunuhan dan sasaran peperangan.
Yang jadi lawan itu harus jelas-jelas orang kafir warga Mekkah,
yang secara resmi ikut dalam peperangan yang resmi. Misalnya, dalam perang
Badar itu tercatat ada kurang lebih seribu peserta perang dari kalangan
musyrikin Mekkah. Maka hanya seribu orang itu saja yang termasuk sebagai
peserta perang yang sah.
Dan bisa saja ada warga Mekkah yang belum masuk Islam, namun
secara pribadi dia tidak merasa harus bermusuhan, apalagi berperang melawan
Rasulullah SAW dan para shahabat. Mereka ini tidak secara otomatis boleh
dibunuh begitu saja atau dirampas hartanya. Artinya kita tidak bisa mengatakan
bahwa seluruh penduduk Mekkah itu pasti kafir harbi.
Demikian juga dari kalangan muslimin, tidak seluruh orang yang
beragama Islam saat itu lantas menjadi peserta perang Badar. Jumlah peserta
dari kalangan muslim hanya sekitar 313 sampai 314 orang saja. Hanya mereka ini
saja yang boleh membunuh dalam perang, dan hanya mereka saja yang boleh
mendapatkan harta rampasan perang.
Padahal pada saat itu masih ada banyak umat Islam di Madinah atau
di luar Madinah yang tidak ikut perang Badar. Apakah mereka ikut berhak
mendapatkan harta rampasan dari perang Badar? Tentu sama sekali tidak berhak.
Sebab yang berhak hanya mereka yang ikut perang Badar saja.
3. Status Masa Berlaku
Tiap peperangan pasti ada batas waktunya. Harus jelas kapan perang
dimulai dan kapan selesai. Dan dalam tiap peperangan, sudah biasa ada masa-masa
gencetan senjata meski hanya dalam waktu yang singkat.
Ketika para pemimpin peperangan dari kedua belah pihak sepakat
untuk mengadakan gencetan senjata sementara, hukum membunuh kafir harbi tentu
kembali lagi menjadi haram. Nanti setelah usai masa gencetan senjata, saat
perang dimulai kembali, barulah dibolehkan saling membunuh dan saling merampas
harta lawan.
Dalam setiap perang dimana pun di dunia ini, masing-masing pihak
tidak dibenarkan untuk bertindak curang dan melanggar hukum perang. Karena
itulah kita mengenal istilah penjahat perang, yaitu mereka yang dalam
peperangan melakukan tindak yang melawan hukum perang itu sendiri.
Cahaya Islam Tertutup Oleh Kebodohan Umatnya Sendiri
Kalau saja sebagian pemuda yang penuh semangat jihad secara fisik
itu punya waktu untuk duduk bersama para ulama, menekuni kitab-kitab fiqih,
khususnya bab jihad, bab ghanimah, dan bab muamalat, tidak perlu ada pemikiran
yang terlalu dangkal, yang hanya memamerkan keawaman dan kejahilan diri mereka
terhadap syariat Islam.
Banyak orang yang bersemangat ingin menegakkan syariat, sayangnya
sangat sedikit yang melakukannya lewat jallur mempelajari ilmu secara benar.
Akibatnya cahaya terang benderang Islam yang begitu sempurna, malah tertutup
oleh kedegilan umatnya sendiri yang bodoh dan kurang ilmu.
Semoga Allah SWT membuka tutup selubung hitam yang menutupi
cahaya-Nya dengan memberikan tambahan ilmu yang berllimpah kepada generasi umat
ini.
Amien ya rabbal 'alamin.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/