Assalamu'alaikum War.
Wab
Yth. Pak Ustadz
Beberapa bagian negeri kita sekarang sedang mengalami bencana yang cukup parah, contohnya banjir di Jakarta dan ini selalu terjadi tiap tahun dan tampaknya cukup mustahil untuk bisa dicegah walaupun berbagai upaya sudah dilakukan oleh semua pihak untuk mencegahnya.
Saya jadi kadang berfikir apakah banjir ini hanya diakibatkan oleh letak geografis kota Jakarta atau ini memang peringatan atau bahkan siksaan dari Allah SWT dikarenakan manusia-manusianya terlalu banyak berbuat dosa.
Yang ingin saya tanyakan bagaimana terjadinya hal seperti ini menurut kacamata agama Islam?
Wassalamu'alaikum War. Wab
Yth. Pak Ustadz
Beberapa bagian negeri kita sekarang sedang mengalami bencana yang cukup parah, contohnya banjir di Jakarta dan ini selalu terjadi tiap tahun dan tampaknya cukup mustahil untuk bisa dicegah walaupun berbagai upaya sudah dilakukan oleh semua pihak untuk mencegahnya.
Saya jadi kadang berfikir apakah banjir ini hanya diakibatkan oleh letak geografis kota Jakarta atau ini memang peringatan atau bahkan siksaan dari Allah SWT dikarenakan manusia-manusianya terlalu banyak berbuat dosa.
Yang ingin saya tanyakan bagaimana terjadinya hal seperti ini menurut kacamata agama Islam?
Wassalamu'alaikum War. Wab
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Boleh-boleh saja kalau kita
mengambil i'tibar dari banyak mushibah sebagai peringatan dari Allah bahwa kita
telah banyak berbuat dosa.
Allah SWT di dalam Al-Quran
memang memerintahkan kepada kita untuk mengambil i'tibar.
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي
الْأَبْصَارِ
Maka ambillah untuk
menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.
(QS. Al-Hasyr : 2)
قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِكُمْ
سُنَنٌ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانْظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الْمُكَذَّبِينَ
Sesungguhnya telah berlalu
sebelum kamu sunnah-sunnah Allah ; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan. (QS. Ali Imran : 137)
Memang di masa nabi-nabi
terdahulu, seringkali bencana itu diturunkan lantaran orang-orang sudah pada
meninggalkan ajaran agama dan berlaku kufur. Lalu Allah adzab mereka dengan
beragam bencana. Bahkan tidak sedikit yang kemudian Allah matikan.
Dalam beberapa hal ada benarnya, bahwa musibah itu terjadi lantaran banyak dosa dilakukan manusia. Sebagaimana firman Allah SWT :
Dalam beberapa hal ada benarnya, bahwa musibah itu terjadi lantaran banyak dosa dilakukan manusia. Sebagaimana firman Allah SWT :
وَإِذَا أَرَدْنَا أَن
نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا
الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
Dan jika Kami hendak
membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup
mewah di negeri itu tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu,
maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan, kemudian Kami hancurkan
negeri itu sehancur-hancurnya.(QS.
Al-Isra' : 16)
Allah SWT kirimkan dua
malaikat yang memberi kabar kepada Nabi Ibrahim alaihissalam bahwa
negeri tersebut akan dihancurkan. Dan penyebabnya memang karena penduduknya
telah berlaku zhalim.
وَلَمَّا جَاءتْ رُسُلُنَا
إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا إِنَّا مُهْلِكُو أَهْلِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ
إِنَّ أَهْلَهَا كَانُوا ظَالِمِينَ
Dan tatkala utusan
Kami datang kepada Ibrahim membawa kabar
gembira , mereka mengatakan: "Sesungguhnya
kami akan menghancurkan penduduk negeri ini;
sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zalim". (QS. Al-Ankabut : 21)
Tidak Semua Bencana
Merupakan Hukuman
Namun kalau kita teliti
lebih dalam, walaupun ayat-ayat Al-Quran banyak sekali bercerita tentang
dihancurkannya suatu negeri lantaran kezaliman penduduknya, ternyata bukan
berarti semua ini menjadi sebuah hukum Allah yang baku. Dalam kenyataannya, khususnya
di masa kita hidup ini, tidak jarang terjadi musibah dan bencana, yang tidak
melulu lahir dari dosa. Dan sebaliknya juga demikian, yaitu belum tentu
dosa-dosa yang dilakukan manusia langsung diadzab oleh Allah SWT di dunia
ini.
Mari kita buktikan bersama. Dunia hari ini dihuni oleh sekitar 6,5 milyar manusia. Yang beragama Islam kurang lebih sekitar 1,5 milyar. Artinya, di dunia ini ada sekitar 5 milyar manusia tidak beragama Islam alias non muslim yang tidak beriman kepada Allah SWT.
Pertanyaannya, apakah musibah dan bencana hanya terjadi di negeri bukan muslim saja? Apakah negeri yang berpenduduk muslim selalu aman dari bencana?
Jawabnya tentu tidak selalu demikian, bukan?
Negara-negara barat yang sekuluer dan bukan negara orang-orang muslim, tidak selalu jadi langganan musibah dan bendcana. Begitu juga negara-negara timur yang komunis dan tidak bertuhan, ternyata juga tidak selalu berlangganan bencana.
Sementara negeri-negeri yang nota bene berpenduduk muslim, seringkali kita dengar malah terkena musibah dan bencana.
Maka kesimpulannya, tidak mentang-mentang suatu negeri banyak orang kafir dan dosanya, lantas segera dimusnahkan Allah. Dan tidak mentang-mentang suatu negeri banyak orang beriman di dalamna, lantas selalu aman dari bencana dan musibah.
Kalau saja hukumnya berbunyi : siapa yang beriman akan aman dan siapa tidak beriman akan dimusnahkan, maka seharusnya semua negara barat yang notabene bukan negara Islam itu sudah hancur sejak dulu. RRC, Korea Utara dan Rusia juga seharusnya sudah hancur. Sebab penduduknya jelas tidak ada yang beriman kepada Allah, alias pada jadi orang atheis.
Tetapi kenyataannya, kok negara kafir itu sehat-sehat saja? Sebaliknya, kok negeri-negeri yang mayoritas berpenduduk muslim pun juga tidak luput dari bencana?
Kita pernah mendengar di masa lalu, ada pesawat jamaah haji yang jatuh dan semua penumpangnya mati tak tersisa. Lho kok orang pergi haji malah mati, sedangkan ada jutaan penerbangan lain yang isinya orang kafir semua, malah aman-aman saja?
Jawabnya sederhana saja, karena bencana itu tidak selalu terjadi akibat adanya orang beriman atau tidak beriman. Bencana itu bisa saja terjadi dengan banyak sebab. Dan yang paling tahu penyebabnya adalah Allah SWT.
Istidraj
Boleh jadi tidak langsung
disiksanya orang kafir di masa kita merupakan istidraj dari Allah SWT. Istidraj
dari Allah kepada hamba dipahami sebagai ‘hukuman’ yang diberikan sedikit demi
sedikit dan tidak diberikan langsung. Allah biarkan orang ini dan tidak
disegerakan adzabnya, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran :
سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُونَ
Nanti Kami akan menghukum
mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka
ketahui. (QS. Al-Qalam: 44)
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
Tatkala mereka melupakan
peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua
pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan
apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan
sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44)
Dan Rasulullah SAW bersabda
:
إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ تَعَالى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنْهُ اسْتِدْرَاجٌ
Apabila Anda melihat Allah
memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba, sementara dia masih
bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah.
Salah Satu Penyebab :
Melanggar Sunnatullah

Dasarnya adalah firman
Allah SWT :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ
الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah
merasakan kepada mereka sebahagian dari perbuatan mereka, agar mereka
kembali. (QS. Ar-Ruum : 41)
Secara sunnatullah, air itu
selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Nah, kalau tempat-tempat yang
rendah seperti rawa, sungai, danau, serta bantarannya disulap jadi rumah
hunian, lalu pas musim hujan jadi banjir, sebenarnya ini bukan urusan beriman
atau tidak beriman, tetapi karena sunnatullah sudah dilanggar.
Seharusnya jangan bikin rumah di bantaran sungai, kalau tidak mau terkena sapuan air banjir di musim penghujan. Seharusnya rawa, sawah dan tempat-tempat penampungan air jangan dihilangkan, apalagi dijadikan perumahan. Kalau air datang di musim penghujan, tentu akan mencari tempat yang lebih rendah. Dan terjadilah banjir. Sederhana saja sebabnya, yaitu ada sunnatullah yang dilanggar.
Seharusnya jangan bikin rumah di bantaran sungai, kalau tidak mau terkena sapuan air banjir di musim penghujan. Seharusnya rawa, sawah dan tempat-tempat penampungan air jangan dihilangkan, apalagi dijadikan perumahan. Kalau air datang di musim penghujan, tentu akan mencari tempat yang lebih rendah. Dan terjadilah banjir. Sederhana saja sebabnya, yaitu ada sunnatullah yang dilanggar.
Jadi kalau kaitannya dengan
banjir di Jakarta dan beberapa wilayah lainnya, sebenarnya semua pihak sudah
tahu penyebabnya, bahkan bisa diperhitungkan kapan akan terjadinya. Malah sudah
jadi langganan tiap periode tertentu. Sampai ada yang menyebut dengan istilah
'banjir langganan'. Dan anehnya, tidak sedikit
dari para korban banjir itu yang tetap betah menghuni bantaran kali dan
tempat-tempat rawan banjir lainnya. Seolah musibah banjir itu sudah dianggap
sesuatu yang biasa-biasa saja. Bahwa ada banyak
sunnatullah yang terlanjur dilanggar, dianggap sudah wajar pula. Dan selama
pelanggaran itu terjadi, banjirnya tentu saja masih tetap akan setia mendatangi
pada setiap musim penghujan. Dan korbannya asyik-asyik saja.
Lucu juga ya?
Musibah Tanpa Sebab
Musibah Tanpa Sebab
Dan ada juga jenis musibah
yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pelanggaran sunnatullah. Juga tidak
ada kaitannya dengan kemunkaran atau pelanggaran hukum syariah. Seringkali kita
pun juga tidak bisa menebak penyebabnya secara pasti. Katakanlah misalnya musibah
gempa bumi, yang sampai hari ini tidak (belum) ada alat yang bisa meramalkan
secara akurat terjadinya gempa. Korbannya bisa saja orang beriman, bisa juga
orang kafir, bisa juga mereka yang banyak dosa tetapi bisa juga mereka yang
rajin ibadah.
Meski ada penjelasan ilmiyahnya, namun terjadinya gempa nyaris tidak bisa diramalkan sebagaimana banjir yang melanda Jakarta. Sehingga memang tidak bisa diantisipasi sebelumnya. Dalam hal ini, unsur Kemahakuasaan Allah SWT lebih dominan. Kita hanya bisa pasrah dan ikut apa yang Allah SWT kehendaki.
إِن يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ
أَيُّهَا النَّاسُ وَيَأْتِ بِآخَرِينَ وَكَانَ اللّهُ عَلَى ذَلِكَ قَدِيرًا
Jika Allah menghendaki,
niscaya Dia musnahkan kamu wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain .
Dan adalah Allah Maha Kuasa berbuat demikian. (QS. Ani-Nisa' : 133)
Mushibah Dijadikan Bahan
Menyerang Lawan Politik
Namun kadang ada juga
pihak-pihak tertentu yang berseteru dengan lawan-lawan politiknya dengan
memanfaatkan isu musibah. Misalnya, bila lawan politiknya kebetulan lagi jadi
penguasa dan kebetulan terjadi musibah, seringkali musibah itu dijadikan 'alat'
untuk menjelek-jelekkan si penguasa oleh seterunya.
Nanti giliran pihak
seterunya yang menjadi penguasa dan si penguasa lama sudah turun jabatan, maka
gantian yang dilakukan. Si penguasa baru yang dulu sebelum jadi penguasa sering
menjelek-jelekkan lawannya dan kini jadi penguasa, sekarang dapat giliran untuk
dijelek-jelekkan lewat musibah yang kebetulan terjadi oleh lawan politiknya.
Dan begitulah yang selalu
terjadi. Penguasa dimana-mana seringkali dijadikan sasaran tembak oleh lawan
politiknya, termasuk lewat musibah yang terjadi. Ini namanya musibah dijadikan
bahan black campaign.
Lebih lucu lagi dalam dunia
politik ternyata tidak ada teman atau musuh abadi. Bisa saja dua pihak di pagi
hari bermusuhan, tiba-tiba sore hari sudah berkoalisi. Semua kejelekan yang
sebelumnya ditembakkan tiba-tiba terlupakan dengan sendirinya.
Dan sangat-sangat mungkin
yang tadinya satu kubu dalam memperjuangkan nilai-nilai idealisme, tiba-tiba
karena satu dan lain hal, pecah dan jadi dua kubu yang saling memaki dan saling
membunuh karakter. Dan semua terjadi dalam hitungan yang amat singkat, sehingga
peta perpolitikan tidak pernah tetap.
Maka kalau yang bicara
tokoh-tokoh politik memang agak sulit kita bisa memahaminya, sebab agak kurang
istiqamah dalam pendiriannya. Hari ini satu pihak dijadikan musuh dengan 1001
alasan, eh tiba-tiba besok sudah jadi teman sejati. Dan semua terjadi tanpa
alasan yang logis.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/