Tutuplah aurat walaupun akhlak belum baik, Sholatlah walaupun belum bisa Khusyu, Hindarilah pacaran walaupun ada niat menikahinya, Bacalah Al-Qur'an walaupun tidak tau artinya.. Inshaa Allah jika Terus menerus, hal yang lebih baik akan kita dapatkan...

Senin, 18 Agustus 2014

Lafadz Ulama Dalam Al-Quran dan Hadits

Assalamu alaikum Pak Ustad...
Ada pertanyaan yang mengganjal pikiran saya selama ini, apakah kata ulama ada tercantum di dalam Al-Quran dan Hadist, atau ada kata lain yang berarti untuk penyebutan kata tersebut ?
Demikian pertanyaan ini saya sampaikan, semoga berkenan ustad memberikan pencerahan kepada saya. Semoga Ustad selalu dalam lindungan Nya.
Wassalamu alaikum


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Tentu saja kata 'ulama' itu ada di dalam Al-Quran dan juga di dalam hadits, baik yang bersifat eksplisit ataupun yang bersifat implisit. Baik Al-Quran maupun Hadits sama-sama banyak menyebutkan keduanya.

Kata Ulama Dalam Al-Quran Secara Eksplisit
Yang dimaksud dengan penyebutan secara eksplisit adalah kata ulama itu benar-benar digunakan dengan pengertian  dan maksud sebagai ulama.

Setidaknya ada dua ayat yang berbeda menyebutkan kata ulama secara eksplisit. Pertama terdapat pada surat ke-35 yaitu surat Fatir :


إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء
Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Allah hanyalah para ulama. (Fathir : 28)

Kedua, ayat lainnya bicara tentang ulama juga, tetapi dalam konteks umat terdahulu, yaitu Bani Israil.

أَوَلَمْ يَكُن لَّهُمْ آيَةً أَن يَعْلَمَهُ عُلَمَاء بَنِي إِسْرَائِيلَ
Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya? (QS. Asy-Syu'ara' : 197)

Kata Ulama Dalam Al-Quran Secara Implisit
Yang dimaksud dengan penyebutan secara implisit adalah yang dimaksud memang ulama, tetapi lafadfz atau istilah yang digunakan bisa saja berbeda.

Lafadz dan istilah lain yang digunakan namun dengan maksud sebagai ulama ada juga dan cukup banyak di dalam Al-Quran. Di antaranya Allah SWT menggunakan lafadz  : orang yang mengetahui, orang yang diberi ilmu, dan bahkan 'ahli dzikir'.

a. Orang Yang Mengetahui
Kadang Allah SWT menggunakan istilah 'orang yang mengetahui' sebagai sebutan ulama :

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?".(QS. Az-Zumar : 9) 

b. Orang Yang Diberi Ilmu
Kadang Allah SWT menggunakan istilah 'orang yang diberi ilmu' untuk menyebut kata lain dari ulama.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَات  
Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang memiliki ilmu beberapa derajat. (QS. Al-Mujadalah : 11)
  
c. Ahlu Dzikir
Bahkan Allah SWT juga menggunakan istilah 'ahlu dzikir' dengan maksud sebagai ulama.
فَاسْألُوا أهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada orang ahlu dzikir (ulama) jika kamu tidak mengetahui (QS. An-Nahl : 43)

Lafadz Ulama Dalam Hadits
Sedangkan lafadz ulama di dalam hadits nabi tentu saja amat banyak, tidak mungkin disebutkan semua disini. Cukuplah kita sebut hadits yang menyebutkan bahwa para ulama adalah ahli waris Nabi SAW. 
الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُاْلأَنْبِيَاءِ
Ulama adalah ahli waris para nabi.(HR At-Tirmidzi) 

إِنّ الله لا يقْبِضُ العِلْم اِنْتِزاعًا ينْتزِعُهُ مِن العِبادِ ولكِنْ يقْبِضُ العِلْم بِقبْضِ العُلماء حتىّ إِذالم يُبْقِ عالِمًا اِتّخذ النّاسُ رُءُوسًا جُهّالاً فسُئِلُوا فأفْتوْا بِغيْرِ عِلْمٍ فضلُّوا وأضلُّوا
Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu secara tiba-tiba dari tengah manusia, tapi Allah mencabut ilmu dengan dicabutnya nyawa para ulama. Hingga ketika tidak tersisa satu pun dari ulama, orang-orang menjadikan orang-orang bodoh untuk menjadi pemimpin. Ketika orang-orang bodoh itu ditanya tentang masalah agama mereka berfatwa tanpa ilmu, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (HR. Bukhari dan Muslim)

وإِنّ فضْل العالِمِ على العابِدِ كفضْلِ القمرِ ليْلة البدْرِ على سائِرِ الكواكِبِ
Keutamaan ulama dibandingkan dengan seorang ahli ibadah seperti bulan di malam purnama dibandingkan semua planet (bintang). (HR. Muslim)

Kerancuan Istilah Ulama
Namun istilah ulama di masa kini sering kali menjadi rancu dan tertukar-tukar dengan istilah lain yang nyaris beririsan. Padahal keduanya tetap punya perbedaan mendasar. Misalnya, seorang yang berprofesi sebagai penceramah, seringkali disebut-sebut sebagai ulama, meski tidak punya kapasitas otak para ulama. Kemampuannya di bidang ilmu syariah, jauh dari kriteria seorang ulama.

Penceramah adalah sekedar orang yang pandai berpidato menarik massa, punya daya pikat tersendiri ketika tampil di publik, mungkin sedikit banyak pandai menyitir satu dua ayat Quran dan hadits, tetapi begitu ditanyakan kepadanya, apa derajat hadits itu, ada di kitab apa, siapa saja perawinya, dan seterusnya, belum tentu dia tahu.

Bahkan tidak sedikit penceramah yang buta dengan huruf arab, alias tidak paham membaca kitab berbahasa arab. Padahal sumber-sumber keIslaman hanya terdapat dalam bahasa arab.
Namun penceramah tetap dibutuhkan oleh masyarakat awam, yang betul-betul kurang memiliki wawasan dan pemahaman atas agama Islam. Jadi meski seorang penceramah hanya punya ilmu agama pas-pasan, tetapi tidak ada rotan, akar pun jadilah.

Bahkan terkadang terjadi fenomena sebaliknya, banyak orang yang sudah sampai kepada level ulama, punya ilmu banyak dan mendalam, tetapi kurang kurang menarik ketika berbicara di muka publik. Figurnya barangkali malah kurang dikenal masyarakat. Sebab beliau tidak mampu berpidato di TV untuk menjaring iklan. Padahal dari sisi ilmu dan kedalamanannya atas kitabullah dan sunnah rasul-Nya, tidak ada yang mengalahkan.

Pengertian Istilah Ulama Dalam Ilmu Fiqih
Pengertian ulama dalam istilah fiqih memang sangat spesifik, sehingga penggunaannya tidak boleh pada sembarang orang. Semua syaratnya jelas dan spesifik serta disetujui oleh umat Islam. Paling tidak, dia menguasai ilmu-ilmu tertentu, seperti ilmu Al-Quran, ilmu hadits, ilmu ifiqih, ushul fiqih,qawaid fiqhiyah serta menguasai dalil-dalil hukum baik dari Quran dan sunnah. Juga mengerti masalah dalil nasikh mansukh, dalil 'amm dan khash, dalil mujmal dan mubayyan dan lainnya.

Dan kunci dari semua itu adalah penguasaan yang cukup tentang bahasa arab dan ilmu-ilmunya. Seperti masalah nahwu, sharf, balaghah, bayan dan lainnya. Ditambah dengan satu lagi yaitu ilmu mantiq atau ilmu logika ilmiyah yang juga sangat penting.

Juga tidak boleh dilupakan adalah pengetahuan dan wawasan dalam masalah syariah, misalnya mengetahui fiqih-fiqih yang sudah berkembang dalam berbagai mazhab yang ada.
Semua itu merupakan syarat mutlak bagi seorang ulama, agar mampu mengistimbath hukum dari quran dan sunnah.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Terbaru