Tutuplah aurat walaupun akhlak belum baik, Sholatlah walaupun belum bisa Khusyu, Hindarilah pacaran walaupun ada niat menikahinya, Bacalah Al-Qur'an walaupun tidak tau artinya.. Inshaa Allah jika Terus menerus, hal yang lebih baik akan kita dapatkan...

Minggu, 17 Agustus 2014

Hafal Quran Tapi Tidak Tahu Hukum Agama

Assalamu'alaikum 
Ustadz-ustadz semua, semoga selalu dalam taufiq dan hidayah dari Allah SWT.
Saya bingung kadang memikirkan judul di atas. Banyak saya perhatikan orang yang hafiz Al-Quran 30 juz, namun mungkin karena terlalu sibuk dengan hafal Al-Quran, malah agak mengabaikan tentang belajar hukum-hukum agama. Memang benar bahwasanya menghafal Al-Quran itu perbuatan yang sangat mulia.
Di sisi lain, saya juga banyak memperhatikan orang-orang yang belajar tentang hukum-hukum Islam, tetapi tidak banyak hafalannya. Bagaimanakah seharusnya yang tepat ?
Mohon pencerahannya pak ustadz
Wasslam


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Apa yang Anda sebutkan itu memang salah satu ciri kondisi umat Islam di masa sekarang. Banyak yang hafal Al-Quran tetapi tidak tahu hukum agama. Dan sebaliknya, banyak ulama yang paham hukum agama, tetapi tidak sampai hafal Al-Quran.

Kalau bicara ideal sebenarnya harus dua-duanya. Tetapi kalau bicara mana yang lebih penting, tentu saja lebih penting tahu hukum-hukum agama, meski tidak hafal 30 juz Al-Quran.

Ada banyak sekali dalil yang menunjukkan betapa pentingnya orang memahami hukum-hukum agama, bahkan dalam beberapa masalah tertentu, hukumnya sampai ke derajat fardhu 'ain. Seperti masalah thaharah, shalat, puasa, zakat dan seterusnya. Seluruh insan muslim wajib mengerti tata caranya, karena hal-hal mendasar itulah yang jadi dasar bangunan agama.

Adapun hafal 30 juz itu tentu sangat utama dan besar sekali nilainya. Namun hukumnya tidak pernah sampai ke derajat fardhu 'ain. Ada begitu banyak ulama yang tidak hafal secara keseluruhan 30 juz Al-Quran. Bahkan syarat menjadi mujtahid pun tidak harus hafal seluruhnya, tetapi setidaknya memahami ayat-ayat yang terkait dengan masalah hukum.

Bentuk Ideal
Seharusnya orang yang hafal Al-Quran itu adalah orang-orang yang mengerti dan paham dengan isinya. Di masa lalu para shahabat bukan hanya sekedar hafal Al-Quran, tetapi mereka adalah sosok orang-orang yang benar-benar memahami makna dan detail hukum Al-Quran.

Yang menarik, sebagian dari shahabat mereka yang memang punya ilmu yang mendalam tentang isi dan kandungan Al-Quran justru digelari sebagai qari' atau ahli Al-Quran. Padahal kalau hari ini mereka disebut dengan ahli fiqih. Namun di masa itu keahlian dalam Al-Quran identik dengan keahlian dalam memahami kandungan hukum-hukum di dalamnya.

Sayangnya pada hari ini penyebutan itu sudah jauh berbeda. Qari' itu bukan lagi orang yang ahli di bidang hukum agama, melainkan sekedar orang yang pandai melantunkan ayat Al-Quran dengan berbagai jenis nagham, irama dan gaya. Sedangkan isi dan kandungan hukumnya sama sekali tidak paham.

Padahal di masa para shahabat, sulit dibayangkan ada orang yang hafal Al-Quran tetapi tidak mengerti dan tidak paham apa isinya. Karena hafal dan paham di masa itu satu kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan.

Tetapi di negeri kita masa kini, keadaanya memang terbalik-balik. Banyak orang yang pandai melantunkan ayat-ayat Al-Quran dengan suara yang merdu, bahkan sampai diperlombakan di tingkat nasional hingga international, tetapi aneh sekali karena mereka tidak paham apa yang mereka baca. Sebabnya karena  mereka memang tidak bisa bahasa Arab. Dan tentunya juga tidak mengerti isi kandungan hukum ayat yang telah mereka lantunkan itu.

Banyak orang Arab yang datang ke Indonesia terheran-heran, kok bisa ya ada orang hafal Al-Quran tanpa pernah memahami apa yang dia baca sendiri? Mereka sampai geleng-geleng kepala melihat kita.

Negeri kita termasuk negeri yang subur melahirkan para penghafal Al-Quran. Jumlahnya bisa ribuan, mereka tersebar di berbagai pesantren dan pusat-pusat penghafalan Al-Quran. Tetapi jangan kaget kalau ternyata sedikit sekali yang mengerti makna ayat-ayat apa yang mereka hafal dengan fasih dan lancar itu. Kecuali tentu mereka yang sekalian juga belajar ilmu tafsir dan ilmu fiqih.

Di negeri kita tidak sedikit mereka yang pandai melantunkan ayat Al-Quran dalam berbagai qiraat, bukan cuma qiraat sab'ah tetapi bisa asyrah. Mereka punya sanad yang bersambung kepada guru-guru qiraat. Tetapi jangan heran kalau mereka tidak paham isi dan kandungan hukum ayat yang bisa mereka baca dengan berbagai ragam qiaraat itu.

Kenapa semua ini bisa terjadi?
Ada banyak sebabnya. Tetapi yang pasti, karena sistem kurikulum kita di masa sekarang agak lemah dari sisi integritas. Keterkaitan antara satu cabang ilmu dan cabang ilmu yang lain agak kurang erat terjalin. Mungkin ini salah satu dampak dari mulai terderivasinya ilmu ke dalam berbagai macam cabangnya. Sehingga banyak orang yang belajar Al-Quran dengan ilmu yang sepotong-sepotong.

Akhirnya ada begitu banyak santri yang belajar menghafal dengan tekun hingga hafal luar kepala 30 juz tetapi sama sekali tidak pernah belajar ilmu fiqih dan kandungan hukum syariah di dalam Al-Quran. Faktor utamanya jelas sekali, yaitu karena guru yang mengajarkan hafalan Quran kepada mereka ternyata juga tidak punya kemampuan dalam ilmu hukum syariah yang terkandung di dalam Al-Quran.

Maka yang ideal adalah bagaimana para santri mendapatkan semua cabang ilmu dan bukan hanya sepotong-sepotong. Kurikulum sebuah institusi pendidikan Islam seharusnya mampu memberikan semua cabang ilmu secara lengkap dan utuh. Dan ini salah satu tantangan terberat yang melanda umat Islam di berbagai negara.

Kita punya banyak ulama yang ahli di berbagai macam bidang ilmu agama. Seharusnya mereka dikumpulkan dan diberikan porsi untuk mengajarkan ilmu mereka kepada para santri. Agar semua santri sempat merasakan manisnya semua cabang ilmu keislaman.

Yang ideal bahwa mereka yang mendalami ilmu fiqih, harus juga belajar ilmu hadits, ilmu tafsir, dan ilmu-ilmu yang lain. Sebagaimana mereka yang mendalami ilmu hadits, tentu wajib juga belajar ilmu fiqih, ushul fiqih, qawaid fiqhiyah dan seterusnya
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Terbaru