Assalamualaikum. Wr. Wb.
Ustadz yang terhormat,
Saya kalau membaca terjemahan Al-Quran selalu beberapa kata
menyatakan "Kami", apakah itu artinya? Misalkan "Kami Maha
Berkenhendak" Sedangkan dalam tafsirnya dinyatakan Kami adalah Allah.
Padahal sepengetahuan saya kata "Kami" bermakna jamak.
Apakah hal itu berarti Kami (Allah) jamak? Dan beberapa kata yang lain Aku
(Allah) tunggal.
Apakah Malaikat Jibril sebagai utusan wahyu Allah merupakan
substansi ataukah makna kias saja? Karena ada yang mengatakan bahwa Malaikat
adalah simbolisasi dari sifat kebaikan saja.
Mohon penjelasanya.
Wassalaamu 'alaikum
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Allah SWT Maha Esa, berarti Dia itu satu, bukan dua atau tiga. Maha Suci Allah
dari sifat lebih dari satu. Allah SWT itu bukan manusia dan bukan pula makhluk hidup dengan
jenis kelamin. Maka Dia bukan laki-laki dan juga bukan perempuan, bukan pula
banci (naudzubillah minta dzalik).
Adapun bahasa arab, memang punya 14 dhamir atau kata ganti orang.
Mulai dari huwa sampai nahnu. Huwa adalah kata ganti untuk orang ketiga,
tunggal dan laki-laki.
Di dalam Al-Quran, penggunaan kata ganti orang ini sering juga
diterapkan untuk lafadz Allah SWT. Al-Quran membahasakan Allah dengan kata
ganti Dia (huwa). Di mana makna aslinya adalah dia laki-laki satu orang. Tetapi
kita tahu bahwa Allah SWT bukan laki-laki dan juga bukan perempuan atau banci.
Kalau ternyata Al-Quran menggunakan kata ganti Allah dengan lafadz
huwa, dan bukan hiya (untuk perempuan), sama sekali tidak berarti bahwa Allah
itu laki-laki. Penggunaan kata ganti huwa (yang sebenarnya untuk laki-laki)
adalah ragam keistimewaan bahasa arab yang tidak ada seorang pun meragukannya.
Maka demikian pula dengan penggunaan kata nahnu, yang meski secara
penggunaan asal katanya untukkata ganti orang pertama, jamak (lebih dari satu),
baik laki-laki maupun perempuan, namun sama sekali tidak berarti Allah itu
berjumlah banyak.
Orang arab sendiri akan terpingkal-pingkal kalau melihat cara
orang Indonesia berusaha menyesatkan orang lain lewat logika aneh bin ajaib
seperti ini, yaitu mengatakan Allah itu banyak hanya lantaran di Al-Quran Allah
seringkali menggunakan kata ganti kami (nahnu). Betapa kerdilnya logika yang
dikembangkan, niatnya mau sok tahu dengan bahasa arab, sementara orang arab
sendiri mafhum bahwa bahasa mereka istimewa.
Tidak semua kata nahnu (kami) selalu berarti pelakunya banyak. Memang
benar secara umum kata nahnu menunjukkan jumlah yang banyak, tetapi orang yang
bodoh dengan bahasa arab terkecoh besar dengan ungkapan ini. Sebenarnya kata
kami tidak selalu menunjukkan jumlah yang banyak, tetapi juga menunjukkan
kebesaran orang yang menggunakannya.
Misalnya, seorang presiden dari negara arab mengatakan begini,
"Kami menyampaikan salam kepada kalian", apakah berarti jumlah
presiden negara itu ada lima orang? Tentu saja tidak. Sebab kata
"kami" yang digunakannya menggambarkan kebesaran negara dan
bangsanya, bukan menunjukkan jumlah presidennya.
Tukang becak di pinggir jalan pun tahu bahwa yang namanya presiden
di semua negara pastilah jumlahnya cuma satu, tidak mungkin ada lima. Hanya
orang bodoh saja yang mengatakan presiden ada lima. Dan hanya orang bodoh tidak
pernah makan sekolahan saja yang mengatakan bahwa Allah itu ada banyak, hanya
gara-gara Dia menyebut dirinya dengan lafadz KAMI.
Ini adalah logika paling gila yang pernah diucapkan oleh hewan
yang merayap di muka bumi yang mengaku bernama manusia. Dan sayangnya, dengan
logika jungkir balik tidak karuan seperti ini, masih saja ada orang yang mau
melahapnya mentah-mentah. Masih saja jatuh korban kesesatan tidak lucu dari
massa mengambang muslim.
Dan sayangnya, masih saja ada yang bertanya seperti ini di situs
Eramuslim, cukup aneh dan tidak jelas apa motivnya.
Jibril Adalah Malaikat
Orang yang mengingkari malaikat sebagai makhluk Allah yang mulai
adalah orang kafir, keluar dari Islam dan murtad. Sebab percaya kepada
keberadaan malaikat sebagai makhluk Allah yang eksis adalah bagian dari rukun
iman yang enam perkara. Satu di antaranya dipungkiri, maka gugurlah syahadat
dan iman kita kepada Allah.
Lagian, apa sih ruginya kita percaya pada keberadaan para malaikat
itu? Apa sih yang salah kalau kita meyakini ada sekian banyak makhluq ghaib dan
salah satunya adalah malaikat Allah yang mulia?
Apakah dengan mempercayai adanya malaikat, kita lantas jadi bangsa
yang mundur, tertinggal, miskin, kurang makan dan penyakitan?
Apakah kalau kita paksa-paksa akal kita untuk menafsirkan malaikat
sebagai kekuatan, energi, power, atau sebuah mekanisme tertentu, lalu kita akan
bangkit jadi umat yang kuat dan dapat mengalahkan yahudi?
Apakah dengan mengingkari keberadaan malaikat, kita bisa merdeka
terbebas dari penjajahan ekonomi barat? Apakah kita lantas menjadi bangsa yang
maju?
Sekali-kali tidak. Justru kita malah semakin terbenam di dalam
lumpur kebodohan yang telah disediakan oleh kalangan sekular. Kita jutru
semakin jauh dari agama Islam dan sumber-sumbernya yang original.
Bagaimana mungkin kita belajar agama Islam tapi bukan merujuk
kepada sumber-sumber Islam, malah merujuk kepada logika ngawur yang tidak jelas
ujung dan pangkalnya?
Semoga kita diberi hidayah dan kembali ke jalan yang lurus sesuai
dengan apa yang telah digariskan oleh Rasulullah SAW, Amien
Wallahu a'alm bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Sumber
: http://www.rumahfiqih.com/