Assalaamulaikum wr. wb.
Pak ustadz yang saya hormati, ibadah dan
amalan apa saja yang bisa ditransfer pahalanya ke orang yang lain, baik yang
masih hidup ataupun yang sudah wafat?
Bolehkah kita mewakafkan harta orang lain
atau harta kita sendiri, dengan niat pahalanya untuk orang lain, baik orangnya
sudah meninggal dunia ataupun masih hidup?
Mohon penjelasannya. Syukron.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum
menghadiahkan pahala ibadah kepada orang yang telah meninggal dunia. Masalah
ini seringkali menjadi titik perbedaan antara berbagai kelompok masyarakat. Dan
tidak jarang menjadi bahan perseteruan yang berujung kepada terurainya benang
persaudaraan.
Seandainya umat Islam ini mau duduk bersama
mengkaji semua dalil yang ada, seharusnya perbedaan itu bisa disikapi dengan
lebih dewasa dan elegan.
Kita akan mempelajari tiga pendapat yang
terkait dengan masalah ini lengkap dengan dalil yang mereka pakai. Baik yang
cenderung mengatakan tidak sampainya pahala kepada orang yang sudah wafat, atau
yang mengatakan sampai atau yang memilah antara keduanya. Sedangkan pilihan
anda mau yang mana, semua kembali kepada anda masing-masing.
Kalau kita cermati pendapat yang berkembang
di tengah umat Islam, paling tidak kita mendapati tiga pendapat besar yang
utama.
1. Pendapat Pertama: Pahala Tidak Bisa
Dikirim-kirim kepada Mayit
Pendapat pertama mengatakan bahwa orang mati tidak bisa menerima pahala ibadah orang yang masih hidup. Baik pahala yang bersifat ibadah jasadiyah maupun ibadah maliyah. Sebab setiap orang sudah punya tugas dan tanggung-jawab masing-masing.
Pendapat pertama mengatakan bahwa orang mati tidak bisa menerima pahala ibadah orang yang masih hidup. Baik pahala yang bersifat ibadah jasadiyah maupun ibadah maliyah. Sebab setiap orang sudah punya tugas dan tanggung-jawab masing-masing.
Dalil atau hujjah yang digunakan adalah
berdasarkan dalil:
`Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa
tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasannya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya` (QS. An-Najm:38-39)
`Maka pada hari itu seseorang tidak akan
dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu
kerjakan` (QS.
Yaasiin:54)
`Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang
diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya`. (QS. Al-Baqaraah 286)
Ayat-ayat di atas adalah sebagai jawaban
dari keterangan yang mempunyai maksud yang sama, bahwa orang yang telah mati
tidak bisa mendapat tambahan pahala kecuali yang disebutkan dalam hadits:
`Apabila seorang manusia meninggal maka
putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, anak yang shalih yang
mendo'akannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya` (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi,
Nasa'i dan Ahmad).
Bila Anda menemukan orang yang berpendapat
bahwa orang yang sudah wafat tidak bisa menerima pahala ibadah dari orang yang
masih hidup, maka dasar pendapatnya antara lain adalah dalil-dalil di atas.
Tentu saja tidak semua orang sepakat dengan
pendapat ini, karena memang ada juga dalil lainnya yang menjelaskan bahwa masih
ada kemungkinan sampainya pahala ibadah yang dikirmkan/ dihadiahkan kepada
orang yang sudah mati.
2. Pendatapat Kedua: Ibadah Maliyah Sampai
dan Ibadah Badaniyah Tidak Sampai
Pendapat ini membedakan antara ibadah badaniyah dan ibadah maliyah. Pahala ibadah maliyah seperti shadaqah dan hajji, bila diniatkan untuk dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal akan sampai kepada mayyit.
Pendapat ini membedakan antara ibadah badaniyah dan ibadah maliyah. Pahala ibadah maliyah seperti shadaqah dan hajji, bila diniatkan untuk dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal akan sampai kepada mayyit.
Sedangkan ibadah badaniyah seperti shalat
dan bacaan Alqur'an tidak sampai. Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur
dari Madzhab Syafi'i dan pendapat Madzhab Malik.
Mereka berpendapat bahwa ibadah badaniyah
adalah termasuk kategori ibadah yang tidak bisa digantikan orang lain,
sebagaimana sewaktu hidup seseorang tidak boleh menyertakan ibadah tersebut
untuk menggantikan orang lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW:
"Seseorang tidak boleh melakukan shalat
untuk menggantikan orang lain, dan seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk
menggantikan orang lain, tetapi ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak
satu mud gandum" (HR
An-Nasa'i).
Namun bila ibadah itu menggunakan harta
benda seperti ibadah haji yang memerlukan pengeluaran dana yang tidak sedikit,
maka pahalanya bisa dihadiahkan kepada orang lain termasuk kepada orang yang
sudah mati. Karena bila seseorang memiliki harta benda, maka dia berhak untuk
memberikan kepada siapa pun yang dia inginkan. Begitu juga bila harta itu
disedekahkan tapi niatnya untuk orang lain, hal itu bisa saja terjadi dan
diterima pahalanya untuk orang lain. Termasuk kepada orang yang sudah mati.
Ada hadits-hadits yang menjelaskan bahwa
sedekah dan haji yang dilakukan oleh seorang hamba bisa diniatkan pahalanya
untuk orang yang sudah meninggal. Misalnya dua hadits berikut ini:
Dari Abdullah bin Abbas ra. bahwa Saad bin
Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada di tempat, lalu ia datang
kepada Nabi SAW unntuk bertanya, "Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku
telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah
untuknya bermanfaat baginya?" Rasul SAW menjawab, "Ya." Saad
berkata, "Saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan
untuknya." (HR
Bukhari).
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa seorang wanita
dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya, "Sesungguhnya ibuku
nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya
melakukah haji untuknya?" Rasul menjawab, "Ya, bagaimana pendapatmu
kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya? Bayarlah hutang Allah,
karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar." (HR Bukhari)
3. Pendapat Ketiga: Semua Jenis Ibadah Bisa
Dikirimkan kepada Mayit
Do'a dan ibadah baik maliyah maupun badaniyah bisa bermanfaat untuk mayyit berdasarkan dalil berikut ini:
Do'a dan ibadah baik maliyah maupun badaniyah bisa bermanfaat untuk mayyit berdasarkan dalil berikut ini:
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshor), mereka berdo'a, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami
dan saudar-saudar kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami." (QS Al-Hasyr: 10)
Dalam ayat ini Allah SWT menyanjung
orang-orang yang beriman karena mereka memohonkan ampun (istighfar) untuk
orang-orang beriman sebelum mereka. Ini menunjukkan bahwa orang yang telah
meninggal dapat manfaat dari istighfar orang yang masih hidup.
a. Shalat Jenazah. Tentang do'a shalat jenazah antara lain,
hadits:
Dari Auf bin Malik ia berkata: Saya telah
mendengar Rasulullah SAW - setelah selesai shalat jenazah-bersabda, "Ya
Allah ampunilah dosanya, sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia,
muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah dia dengan
air es dan air embun, bersihkanlah dari segala kesalahan sebagaimana kain putih
bersih dari kotoran, gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari
tempat tinggalnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang
lebih baik dari pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa
neraka." (HR
Muslim).
b. Doa Kepada Mayyit Saat Dikuburkan
Tentang do'a setelah mayyit dikuburkan,
Tentang do'a setelah mayyit dikuburkan,
Dari Ustman bin 'Affan ra. berkata: Adalah
Nabi SAW apabila selesai menguburkan mayyit beliau beridiri lalu bersabda,
"Mohonkan ampun untuk saudaramu dan mintalah keteguhan hati untuknya,
karena sekarang dia sedang ditanya." (HR Abu Dawud)
c. Doa Saat Ziarah Kubur
Sedangkan tentang do'a ziarah kubur antara lain diriwayatkan oleh 'Aisyah ra bahwa ia bertanya kepada Nabi SAW, "Bagaimana pendapatmu kalau saya memohonkan ampun untuk ahli kubur?" Rasul SAW menjawab, "Ucapkan: (Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada ahli kubur baik mu'min maupun muslim dan semoga Allah memberikan rahmat kepada generasi pendahulu dan generasi mendatang dan sesungguhnya -insya Allah- kami pasti menyusul)." (HR Muslim).
Sedangkan tentang do'a ziarah kubur antara lain diriwayatkan oleh 'Aisyah ra bahwa ia bertanya kepada Nabi SAW, "Bagaimana pendapatmu kalau saya memohonkan ampun untuk ahli kubur?" Rasul SAW menjawab, "Ucapkan: (Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada ahli kubur baik mu'min maupun muslim dan semoga Allah memberikan rahmat kepada generasi pendahulu dan generasi mendatang dan sesungguhnya -insya Allah- kami pasti menyusul)." (HR Muslim).
d. Sampainya Pahala Sedekah untuk
Mayit
Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada di tempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW untuk bertanya, "Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya?" Rasul SAW menjawab, "Ya." Saad berkata:, "Saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya." (HR Bukhari).
Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada di tempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW untuk bertanya, "Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya?" Rasul SAW menjawab, "Ya." Saad berkata:, "Saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya." (HR Bukhari).
e. Sampainya Pahala Saum untuk Mayit
Dari 'Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa untuknya." (HR Bukhari dan Muslim)
Dari 'Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa untuknya." (HR Bukhari dan Muslim)
f. Sampainya Pahala Haji Badal untuk
Mayit
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya, "Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya?" Rasul menjawab, "Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya? Bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar." (HR Bukhari)
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya, "Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya?" Rasul menjawab, "Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya? Bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar." (HR Bukhari)
g. Membayarkan Hutang Mayit
Bebasnya utang mayyit yang ditanggung oleh orang lain sekalipun bukan keluarga. Ini berdasarkan hadits Abu Qotadah di mana ia telah menjamin untuk membayar hutang seorang mayyit sebanyak dua dinar. Ketika ia telah membayarnya nabi SAW bersabda:
Bebasnya utang mayyit yang ditanggung oleh orang lain sekalipun bukan keluarga. Ini berdasarkan hadits Abu Qotadah di mana ia telah menjamin untuk membayar hutang seorang mayyit sebanyak dua dinar. Ketika ia telah membayarnya nabi SAW bersabda:
"Sekarang engkau telah mendinginkan
kulitnya." (HR
Ahmad)
h. Dalil Qiyas
Pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan kepada saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ad halangan sebagaimana tidak dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di waktu hidupnya dan membebaskan utang setelah wafatnya. Islam telah memberikan penjelasan sampainya pahala ibadah badaniyah seperti membaca Al-Qur'an dan lainnya diqiyaskan dengan sampainya puasa, karena puasa dalah menahan diri dari yang membatalkan disertai niat, dan itu pahalanya bisa sampai kepada mayyit. Jika demikian bagaimana tidak sampai pahala membaca Al-Qur'an yang berupa perbuatan dan niat.
Pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan kepada saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ad halangan sebagaimana tidak dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di waktu hidupnya dan membebaskan utang setelah wafatnya. Islam telah memberikan penjelasan sampainya pahala ibadah badaniyah seperti membaca Al-Qur'an dan lainnya diqiyaskan dengan sampainya puasa, karena puasa dalah menahan diri dari yang membatalkan disertai niat, dan itu pahalanya bisa sampai kepada mayyit. Jika demikian bagaimana tidak sampai pahala membaca Al-Qur'an yang berupa perbuatan dan niat.
Menurut pendapat ketiga ini, maka bila
seseorang membaca Al-Fatihah dengan benar, akan mendatangkan pahala dari Allah.
Sebagai pemilik pahala, dia berhak untuk memberikan pahala itu kepada siapa pun
yang dikehendakinya termasuk kepada orang yang sudah mati sekalipun. Dan
nampaknya, dengan dalil-dalil inilah kebanyakan masyarakat di negeri kita tetap
mempraktekkan baca Al-Fatihah untuk disampaikan pahalanya buat orang tua atau
kerabat dan saudra mereka yang telah wafat.
Tentu saja masing-masing pendapat akan
mengklaim bahwa pendapatnyalah yang paling benar dan hujjah mereka yang paling
kuat. Namun sebagai muslim yang baik, sikap kita atas perbedaan itu tidak
dengan menjelekkan atau melecehkan pendapat yang kiranya tidak sama dengan
pendapat yang telah kita pegang selama ini. Karena bila hal itu yang
diupayakan, hanya akan menghasilkan perpecahan dan kerusakan persaudaraan
Islam.
Wallahu a'lam bish-shawab, wassalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/