Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Pak Ustad, mungkin bukan wewenang pak ustad
untuk menjawab namun hanya mohon saran hubungannya dengan akidah. Suasana
memanas saat ini setelah insiden Monas kemarin, ada hal yang ganjil di mana
8000 Banser Anshor mengisi tubuh dengan kekebalan guna siap berperang melawan
FPI,
Astagfirullah.
Dilakukan di Musholla, habis berwudhu'
lantas dituliskan rajah bahasa arab di punggung, diberi air, doa-doa dan
spiritual lainnya hingga mengetes kekebalan.
Bagaimana pandangan Pak Ustad dari sisi
akidah Syariah, kenapa kyai-kyai NU tidak bersuara? Mau dibawa ke mana akidah
mereka?
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Sedikit mengomentari insiden di Monas
kemarin, kami sampaikan bahwa tidak ada pihak yang paling berbahagia saat ini
melihat sesama umat Islam saling bermusuhan dan baku hantam, kecuali iblislaknatullahi
'alaihi.
Inilah momen yang paling membahagiakan Iblis
yang sejak zaman nabi Adam 'alaihissalam sudah punya dendam
kesumat untuk menimbulkan permusuhan di kalangan anak-anak Adam. Sudah
lama iblis merasakan sesak dada karena melihat umat Islam di negeri ini semakin
dekat dengan agama. Sudah lama Iblis sakit hati melihat semakin hari semakin
banyak saja para wanita di negeri ini yang menutup aurat dan pakai jilbab.
Sudah lama Iblis kecewa melihat begitu
banyak pengajian dan majelis taklim menjamur bukan hanya di desa, bahkan di
gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, sehingga orang semakin banyak yang
mengenal lebih dalam tentang agamanya.
Sudah lama Iblis tidak pernah tersenyum dan
bermuka masam, karena selama ini melihat umat Islam dari berbagai elemen
bersatu, melepaskan dan melupakan perbedaan yang kerap menghantui
mereka. Namun pada hari-hari belakangan ini, Iblis bisa kembali
menari-nari kegirangan, berputar-putar dan memiringkan badannya ke kanan dan ke
kiri diiringi musik. Iblis tertawa lebar, hidungnya mekar, dadanya
menggelembung bahagia.
Betapa tidak, karena Iblis akhirnya bisa
melihat pemandangan yang sudah lama tidak lagi disaksikannya, yaitu ketika anak
cucu Adam memukuli saudaranya sendiri, apapun penyebabnya, lalu orang lain yang
tidak tahu urusan lantas ikut-ikutan mau membalaskan dendamnya, maka Iblis dan
teman-temannya mulai berpesta.
Musik telah dimainkan, batu dan kayu
dilemparkan, dendam kesumat diletupkan, permusuhan semakin menjadi-jadi tanpa
bisa dizinakkan. Kita jadi teringat pada firman Allah SWT ketika dahulu
mengingatkan bahwa Iblis memang memimpikan hal itu.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah
kamu. (QS.
Al-Maidah: 91)
Sikap Umat Islam
Sebagai muslim, tentu kita malu kalau harus
ikut kejeblos dengan jebakan-jebakan Iblis yang inginnya memperluas permusuhan
dan konflik horizontal di tengah umat Islam. Padahal sesungguhnya akar
masalahnya bukan urusan anarki, melainkan urusan penyimpangan akidah Ahmadiyah
yang sejak dulu kesesatannya telah disepakati ulama.
Sayangnya begitu banyak di antara kita
sendiri yang jadi korban penggiringan opini media massa milik Iblis atau
setidaknya yang mendukung Iblis, yang inginnya ada konflik horizontal. Kami
yakin sekali bahwa media adalah kekuatan keempat yang amat berpengaruh di dalam
suatu negara. Bahkan terkadang jauh lebih kuat dari seorang Presiden sekalipun.
Apalagi kalau media itu membentuk jaringan
dan sama-sama menggiring opini sambil terus memanas-manasi publik untuk
melakukan character assasination kepada kelompok tertentu.
Masih ditambah dengan kekuatan pihak asing (baca: yahudi) yang juga ingin
melumat Islam di negeri ini. Wah, ini memang sangat dahsyat.
Buktinya, saudara-saudara kita di daerah
yang kurang informasi objektif sampai harus mengisi tubuh dengan ilmu kebal dan
makan gotri pakai pisang. Kalau kita tanya, untuk apa melakukan itu, jawabnya
tentu bisa beragam. Tetapi yang paling kuat justru untuk melakukan perbuatan
yang jauh lebih anarkis. Sayang sekali.
Masyaallah, kalau pun perbuatan FPI itu
dianggap anarkis, pertanyaannya adalah: Apakah anarki itu harus selalu dilawan
dengan anarki? Apakah 'kezaliman' dihadapi dengan kezaliman juga? Lalu apa
bedanya antara kedua belah pihak itu?
Sekarang sekian orang yang bertanggung-jawab
dari perbuatan insiden Monas itu sudah ditangkap polisi, atau tepatnya telah
menyerahkan diri dengan komitmen dan bertanggung-jawab. Bahkan Habib Rizik pun
juga sudah ditangkap. Lalu mau apa lagi?
Apakah kekerasan memang harus selalu
melahirkan kekerasan lainnya? Apakah mengisi ilmu kebal dan bermacam persiapan
itu untuk melukai sesama anak Adam? Untuk menyakiti lagi umat Muhammad SAW?
Belum puaskah Iblis kita layani dengan
hembusan angin nerakanya, sehingga kita harus terus menerus melakukan semua
bisikan jahatnya?
Ilmu Kebal Dalam Perspektif Aqidah Islam
Kami bukan memusuhi orang yang menggunakan
ilmu kebal, namun kalau kita kaji lebih dalam di setiap even peperangan yang
dijalankan oleh Rasulullah SAW, maka kita lihat bahwa sepanjang sejarah kita
tidak menemukan indikasi beliau SAW menggunakannya. Padahal kalau
dipikir-pikir, Rasulullah SAW pernah diminta oleh para jin muslim untuk mengisi
pengajian. Bahkan para shahabat sampai kebingungan mencari beliau SAW.
Ketika hari berganti, tiba-tiba Rasulullah
SAW muncul lagi dan beliau mengatakan telah diundang oleh sekumpulan jin yang
ingin belajar agama Islam. Kalau kita pikir secara logika, mengapa beliau
SAW tidak minta bantuan jin untuk mengisi para shahabat dengan ilmu kebal
sehingga tidak mempan dibacok atau disabet dengan pedang? Mengapa para jin itu
tidak ikut perang melawan para kafir Jahiliyah di Medan Badar, Uhud, Khandak
dan lainnya?
Jawabnya ada di masa Nabi Sulaiman 'alaihissalam. Beliau
adalah nabi terakhir yang diberi kekuasaan dan wewenang untuk memanfaakan
bangsa jin oleh Allah SWT. Sepeninggal beliau, para nabi yang lain tidak
diberikan wewenang itu. Mereka diminta berjuang di jalan Allah dengan segala
resiko fisik.
Maka Nabi Zakaria pun harus mati di gergaji
oleh kaumnya yang membangkang. Padahal kalau memang dibolehkan, seharusnya Nabi
Zakaria pun minta bantuan jin untuk diberi ilmu kebal agar tidak mempan dibacok.
Seandainya meminta bantuan jin dan mengisi
raga dengan ilmu kebal itu dibenarkan secara aqidah, seharusnya Rasulullah SAW
tidak perlu patah giginya dan hancur mukanya saat dilempari batu di Thaif. Dan
semua peperangan selama 23 tahun di zaman kenabian itu tidak perlu menghasilkan
sejumlah syuhada'. Namun karena aqidah Islam melarang kita meminta bantuan
kepada jin, meskipun jin muslim sekali pun, maka kita tidak pernah melihat para
mujahidin sepanjang zaman yang pakai ilmu kebal.
Kalau pun ada pertolongan dari Allah, maka
pertolongan itu turun dengan sendirinya. Itu adalah karamah yang Allah berikan
kepada siapa saja dari para hambanya yang shalih, yaitu yang beraqidah benar,
menjalankan hukum halal dan haram secara benar, dan juga selalu menghindari
diri dari dosa, kebencian, kebengisan dan dendam.
Para mujahidin sepanjang zaman tidak menang
berjihad melawan orang kafir karena ilmu kebal, atau karena diisi dengan amalan
tertentu, atau karena dirajah atau diberikan amalan tertentu. Mereka menang
karena semata pertolongan Allah. Karena yang mereka lawan adalah orang kafir,
bukan sesama umat Islam sendiri.
Karena yang mereka tegakkan adalah
kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, bukan kepentingan sesaat, bukan dendam
yang tidak jelas, juga bukan kepentingan dan agenda orang-orang di belakang
layar.
Itulah jihad yang dilakukan para mujahidin
di masa lalu, dan itulah yang dilakukan oleh para pahlawan di negeri kita
sendiri. Dengan cara itulah kita melawan Belanda dan Jepang di masa lalu. Jihad
kita bukan untuk memukuli sesama muslim karena berbagai persoalan yang tidak
jelas, hanya karena dipanasi oleh media yang sangat berat sebelah.
Semoga Allah SWT melindungi kita dari
beragam jebakan Iblis yang inginnya kita selalu berseteru dengan sesama muslim.
Semoga Allah memadamkan tipu daya Iblis dan memenangkan agama-Nya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/