Tutuplah aurat walaupun akhlak belum baik, Sholatlah walaupun belum bisa Khusyu, Hindarilah pacaran walaupun ada niat menikahinya, Bacalah Al-Qur'an walaupun tidak tau artinya.. Inshaa Allah jika Terus menerus, hal yang lebih baik akan kita dapatkan...

Minggu, 06 Juli 2014

Bagaimana Hukumnya Membatalkan Nadzar Sebelum Terlaksana Apa Yang Diinginkan??

Yang ingin saya tanyakan:
  1. Bagaimana hukumnya membatalkan nadzar sebelum terlaksana apa yang diinginkan? Semisal ada seseorang bernadzar andai ia bisa menikah dengan si A ia ia bernadzar akan tetap menjaga kesucian isterinya tersebut sampai 3 hari (tidak berjima' sebelum lewat 3 hari).
  2. Apa ada konsekwensi bila kita membatalkan nadzar sebelum terlaksana?
Jazakallah


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 
Bernadzar itu hukumnya boleh, meski sesungguhnya kurang disukai oleh sebagian ulama. Sebab di balik nadzar itu tersembunyi sebuah akhlaq yang kurang baik kepada Allah SWT. Seolah-olah seseorang baru mau mengerjakan ibadah tertentu apabila Allah SWT memberikan terlebih dahulu apa yang diinginkannya.

Rasulullah SAW telah melarang untuk bernazar dan bersabda:
”Nazar itu tidak menolak sesuatu. Sebenarnya apa yang dikeluarkan dengan nazar itu adalah dari orang bakhil/kikir”.

Sedangkan pengertian nadzar itu sendiri adalah: mewajibkan atas diri sendiri untuk melakukan sesuatu perbuatan (ibadah) untuk Allah yang asal hukumnya tidak wajib sehingga menjadi wajib. (Lihat Kasysyaf Al-Qanna‘ an Matni Iqna‘ 6: 273, As-Sharh As-Shaghir 2: 249, Mughni Al-Muhtaj 4: 354 dan lain-lain).

Sebagai contoh adalah bernazar untuk puasa Senin Kamis selama setahun. Hukum asal puasa Senin Kamis itu sunnah, namun dengan bernazar untuk melakukannya selama setahun, maka hukumnya buat yang bernazar berubah menjadi wajib.

Dasar Hukum Nazar 
Allah berfirman mengenai kewjaiban untuk menunaikan nadzar yang terlanjur diucapkan:
Dan hendaklah mereka melaksanakan nazarnya. (QS. Al-Hajj: 29)
Mereka menunaikan nazarnya dan takut atas hari yang azabnya merata di mana-mana. (QS. Al-Insan: 7)

Pada dasarnya nazar itu wajib dilaksanakan apabila telah diucapkan. Dan bila telah diucapkan maka tidak boleh dicabut lagi. Karena nazar itu merupakan janji kepada Allah. Kecuali bila nazarnya itu mengandung kemaksiatan atau kemudharatan. Maka tidak boleh dilakukan. Maka bernadzar untuk tidak menjima' istri pada malam pengantin justru sebuah kemaksiatan. Sebab jima' itu merupakan hak istri atas suami. Bahkan Rasulullah SAW sampai mengharuskan untuk menemani istri hingga 7 malam pertama, bila istri itu seorang wanita perawan.

Janji seperti itu adalah janji yang batil, sehingga justru harus dilanggar. Sebab pernikahan itu sudah menghalalkan hubungan badan. Yang menghalalkannya adalah Allah SWT langsung, sehingga bagaimana mungkin justru seseorang mengharamkan apa yang telah Allah SWT halalkan. Lalu mengapa setelah pernikahan yang halal dilakukan, kita malah mengikuti gaya hidup para pendeta dan rahib yang tidak mau melakukan hubungan suami istri?

Di sisi Allah SWT, perilaku seperti itu justru tidak ada nilai taqarrub apa-apa, bahkan justru malah bisa dianggap melanggar karena ada unsur mengharamkan apa yang telah dihalalkan-Nya.

Adapun bolehkah membatalkan nazar sebelum terjadinya, pada dasarnya adalah karena seseorang sudah berjanji kepada Allah. Namun selama apa yang dinadzarkan itu belum terjadi, seseorang belum lagi dituntut untuk menunaikannya. Dan selama belum ada tanda-tanda keinginannya itu terkabul, kemudian dia mengurungkan nadzarnya, tentu saja menjadi haknya. Namun jangan sampai pembatalan itu dilakukan ketika dia sudah mengetahui tanda-tanda bahwa permintaannya itu hampir terkabul. Agar jangan sampai seseorang menipu Allah SWT atau membohongi janjinya sendiri kepada Allah SWT.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 

Ahmad Sarwat, Lc. 
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Terbaru