Ustadz, apa yang dimaksud dengan mencintai Allah? Bagaimana cara
agar kita bisa mencintai Allah?
Salam,
Jawaban :
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Mencintai Allah SWT adalah menjadikan Allah SWT dan segala
perintahnya sebagai prioritas utama dalam segala wujud kehidupan sehari-hari.
Cinta kepada Allah SWT adalah cinta pada level tertinggi, mengalahkan segala
bentuk cinta kepada manusia, termasuk kepada orang tua, istri, anak-anak, harta
benda dan semuanya.
Jangankan menjadikan yang selain Allah SWT itu lebih tinggi
derajatnya dengan cinta kepada Allah, bahkan bila hanya sama dan sederajat
saja, sudah dikatakan zalim oleh Allah.
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika
mereka melihat siksa, bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa
Allah amat berat siksaan-Nya.” (QS.
Al-Baqarah: 165)
Apalagi bila menjadikan semua itu lebih kita cintai dari Allah,
tentu lebih parah lagi. Allah menyebut mereka yang mencintai selain dirinya
dengan tingkat kecintaan yang lebih tinggi dari mencintai Allah, mereka adalah
orang fasiq.
“Katakanlah, ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan
yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNYA dan dari berjihad di jalan NYA, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA.’ Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS At-Taubah: 24)
Tata Cara Mencintai Allah
Cara mencintai Allah tentu harus sesuai dengan cara yang
ditentukan Allah SWT. Bukan dengan cara mengarang-ngarang sendiri, apalagi
menciptakan sendiri ritual-ritual aneh yang tidak ada dasarnya dari Allah SWT.
Dan bentuk mencintai Allah SWT yang paling tepat adalah dengan cara mengikuti
petunjuk dari Rasulullah SAW. Sebab beliau adalah petugas resmi yang diutus
Allah SWT kepada umat manusia untuk mengajarkan bagaimana cara mewujudkan
bentuk real sebuah cinta kepada-Nya.
“Katakanlah: ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS.Ali Imran: 31)
Apapun realisasi rasa cinta seseorang kepada Allah SWT, tetapi
kalau sampai bertentangan dengan apa yang telah Rasulullah SAW ajarkan, maka
pengungkapan bentuk cinta itu justru tertolak, bahkan malah melahirkan laknat
dan siksa dari Allah.
Sebab kedudukan Rasulullah SAW adalah sebagai utusan resmi
satu-satunya dari Allah kepada seluruh manusia, bahkan kepada seluruh makhluk
hidup yang ada. Maka apa pun yang beliau sampaikan, wajib kita ikuti dengan
sepenuh hati. Sebaliknya, apapun yang dilaranganya, tentu saja wajib kita jauhi
dari diri kita. Penegasan pernyataan ini disampaikan Allah langsung di dalam
Al-Quran Al-Kariem.
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS.
Al-Hasyr: 7)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pernah menggambarkan sebuah pengibaratan
tentang bentuk cinta kepada Allah. Beliau berkata bahwa cinta kepada Allah itu
ibarat pohon dalam hati, akarnya adalah merendahkan diri di hadapan Dzat yang
dicintainya, batangnya adalah mengenal nama dan sifat Allah, rantingnya adalah
rasa takut kepada (siksa)-Nya, daunnya adalah rasa malu terhadap-Nya, buah yang
dihasilkan adalah taat kepada-Nya Dan penyiramnya adalah dzikir kepada-Nya.
Kapanpun jika amalan-amalan tersebut berkurang maka berkurang pulalah
mahabbahnya kepada Allah. (Raudlatul Muhibin, 409, Darush Shofa).
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/