Untuk
membayangkan bahwa materi memiliki wujud di luar otak adalah tipuan belaka.
Penampakan yang kita saksikan sangat mungkin berasal dari sumber tiruan.
Hal ini dapat dipahami dengan contoh berikut. Pertama-tama, marilah kita
anggap kita dapat mengeluarkan otak dari tubuh kita dan menjaganya agar tetap
hidup dalam sebuah toples kaca. Lalu kita ambil komputer dengan beragam
informasi yang dapat direkam di dalamnya. Terakhir, marilah kita masukkan
sinyal-sinyal listrik dari semua data yang dapat memunculkan situasi seperti
gambar, suara dan rasa ke dalam komputer ini.
Marilah kita hubungkan
komputer ini dengan pusat penginderaan dalam otak kita menggunakan kabel
elektroda, dan mengirim data yang telah terekam ke otak kita. Di saat otak kita
merasakan sinyal-sinyal ini, ia akan melihat dan hidup dalam situasi yang
dimunculkan sinyal-sinyal ini.
Dari komputer ini, kita juga dapat
mengirim ke otak kita sinyal-sinyal tentang gambaran diri kita. Misalnya, kita
dapat mengirim ke otak kita sinyal-sinyal yang berhubungan dengan indera
penglihatan, pendengaran dan peraba yang kita rasakan ketika kita duduk di
kursi. Dalam keadaan ini, otak kita akan menganggap dirinya sebagai seorang
pebisnis yang sedang duduk di kantornya.
Dunia bayangan ini akan
berlangsung selama rangsangan terus-menerus datang dari komputer tersebut. Kita
tak pernah menyadari bahwa kita hanya terdiri dari otak.
Sungguh sangat
mudah kita terkecoh dan mempercayai penampakan, yang tanpa disertai wujud
materi, sebagai hal yang nyata. Inilah yang sebenarnya terjadi dalam mimpi
kita.
Bagi anda, sesuatu yang nyata adalah segala yang dapat disentuh
dengan tangan dan dilihat dengan mata. Dalam mimpi, anda dapat pula menyentuh
dengan tangan anda dan melihat dengan mata anda, namun pada kenyataannya anda
tidak memiliki tangan atau mata, tidak ada pula sesuatupun yang dapat disentuh
atau dilihat. Sehingga, ketika mempercayai apa yang anda rasakan dalam mimpi
sebagai keberadaan secara materi, anda telah tertipu.
Sebagai contoh,
seseorang yang tidur pulas di pembaringannya dapat melihat dirinya berada dalam
dunia yang sama sekali berbeda dalam mimpinya. Ia mungkin bermimpi bahwa ia
seorang pilot dan menjadi komandan pesawat raksasa, dan ia bekerja sangat serius
mengomandani pesawat tersebut. Padahal orang ini tidak beranjak selangkah pun
dari tempat tidurnya.
Dalam mimpinya, ia mungkin berada pada sejumlah
keadaan yang berbeda dan bertemu kawan, berbicara dengan mereka, makan dan minum
bersama. Kendatipun sekedar penampakan yang tidak memiliki wujud materi,
pengalaman dalam mimpi ini terasa sama sekali nyata. Hanya ketika bangun dari
mimpinya ia kemudian menyadari bahwa semua ini hanyalah penampakan.
Jika
kita dapat dengan mudah hidup dalam dunia semu mimpi kita, maka hal yang sama
dapat berlaku pada dunia yang kini kita huni.
Ketika kita terbangun dari
mimpi, tidak ada alasan logis untuk tidak berpikir bahwa kita telah memasuki
mimpi yang lebih panjang yang kita sebut kehidupan nyata. Alasan kita menganggap
mimpi kita sebagai khayalan, sedangkan dunia sebagai alam nyata, hanyalah akibat
kebiasaan dan prasangka kita.
Ini menunjukkan bahwa mungkin saja
terbangun dari kehidupan di bumi yang kita anggap sedang kita jalani saat ini,
persis sebagaimana ketika kita terbangun dari mimpi.
Setelah semua
kenyataan materi ini terungkap, kini muncul pertanyaan yang paling penting. Jika
peristiwa di alam materi yang kita ketahui pada hakikatnya adalah sekedar
penampakan, bagaimana dengan otak kita? Oleh karena otak kita adalah materi
sebagaimana lengan kita, kaki, atau benda lain, ia mestinya juga sekedar
penampakan sebagaimana semua benda lainnya.
Contoh lain akan lebih
menjelaskan hal ini. Marilah kita anggap bahwa kita memanjangkan syaraf-syaraf
yang menuju ke otak kita dan meletakkan otak tersebut di luar kepala kita
sehingga kita dapat melihatnya dengan mata kita. Pada keadaan ini, kita akan
dapat melihat otak kita dan menyentuhnya dengan jari-jari kita. Dengan demikian
kita dapat memahami bahwa otak kita juga tidak lebih dari sebuah penampakan yang
dibentuk oleh indera penglihatan dan peraba.
Lalu, kehendak apakah yang
melihat, mendengar dan merasakan semua indera yang lain jika bukan otak?
Siapakah dia yang melihat, mendengar, meraba dan merasakan rasa dan bau?
Siapakah wujud ini, yang berpikir, beralasan, memiliki perasaan dan bahkan
berkata ''Saya adalah saya''?
Salah seorang pemikir terkemuka abad ini
Karl Pribram juga memiliki pertanyaan yang sama:
Sejak jaman Yunani,
para filsuf telah memikirkan tentang 'hantu di dalam mesin', 'manusia kecil
dalam manusia kecil' dan lain sebagainya. Dimanakah 'saya', seseorang yang
menggunakan otaknya? Siapakah dia yang melakukan perbuatan mengetahui?
Sebagaimana perkataan Saint Francis dari Assisi: 'Apa yang kita cari adalah
sesuatu yang melihat (Ken Wilber, Holographic Paradigm, hal.
37)
Ternyata, wujud gaib yang menggunakan otak, yang melihat dan
merasakan ini adalah ruh. Apa yang kita sebut dengan alam materi adalah
sekumpulan penampakan yang dilihat dan dirasakan oleh ruh ini. Sebagaimana tubuh
yang kita punyai dan alam materi yang kita lihat dalam mimpi tidak memiliki
wujud fisik, alam semesta yang kita tempati dan tubuh yang kita miliki saat ini
juga tidak memiliki wujud fisik.
Begitulah, kendatipun kita memulai
dengan anggapan bahwa materi adalah nyata, hukum-hukum fisika, kimia dan
biologi, semuanya menghantarkan kita pada kenyataan bahwa materi terbentuk dari
khayalan; dan pada kenyataan pasti tentang adanya wujud gaib.
Jadi,
siapakah yang menjadikan ruh kita melihat tanah, manusia, tumbuhan, tubuh kita
dan segala hal lain yang kita lihat? Sangat jelas bahwa ada Pencipta Maha
Agung.
Wujud absolut sesungguhnya Allah. Segala sesuatu selain-Nya
hanyalah bayangan yang Dia ciptakan. Kenyataan ini dijelaskan oleh ulama besar
Islam Imam Rabbani sebagaimana berikut:
Allah 'Materi pembentuk
wujud-wujud yang Dia ciptakan ini hanyalah ketiadaan'. Dia menciptakan segalanya
di dunia indra dan khayalan. Keberadaan alam semesta adalah di dunia indra dan
khayalan, dan ia bukanlah materi. Pada kenyataannya, tiada sesuatu pun di alam
luar kecuali Wujud Yang Maha Suci, (Dialah Allah) (Imam Rabbani Hz. Mektuplari
(Letters of Rabbani), Vol.II, 357. Letter, p.163)
Di semua empat penjuru
jagat raya yang terbentuk oleh beragam penampakan adalah Wujud Allah sebagai
wujud nyata satu-satunya. Karenanya, wujud paling dekat kepada manusia adalah
Allah. Fakta ini dijelaskan dalam Alqur'an dengan ayat, Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan
Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya (Surah Qaf: 16)
Dimanapun kita berada, Allah bersama kita. Ketika anda membaca tulisan
ini, wujud terdekat dengan anda adalah Allah yang menciptakan segala sesuatu
yang anda lihat setiap saat.
Selama Allah menjadikan kita melihat gambar
dan merasakan apa yang ada di dunia ini, kita akan terus hidup di dunia ini.
Ketika ia menghentikan gambar dan cita rasa tentang dunia ini, lalu menampakkan
malaikat maut kepada kita dan memberikan penampakan tentang dimensi yang
berbeda, ini berarti kita telah meninggal dunia. Hari Kebangkitan, Penghisaban,
Surga, Neraka dan semua kehidupan abadi akan diciptakan dengan cara yang sama
untuk kita.