Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Mohon pencerahan terkait dengan masalah harta rikaz dan zakat hadiah.
1. Apa yang dimaksud dengan harta dan zakat rikaz?
2. Apa benar kalau kita dapat hadiah, bonus, THR, atau memenangkan undian berhadiah misalnya, lalu wajib dikeluarkan zakatnya? Ada yang bilang wajib karena dianggap sama dengan harta rikaz.
Sebelumnya kami ucapkan jazakallahu ahsanal-jaza'.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Mohon pencerahan terkait dengan masalah harta rikaz dan zakat hadiah.
1. Apa yang dimaksud dengan harta dan zakat rikaz?
2. Apa benar kalau kita dapat hadiah, bonus, THR, atau memenangkan undian berhadiah misalnya, lalu wajib dikeluarkan zakatnya? Ada yang bilang wajib karena dianggap sama dengan harta rikaz.
Sebelumnya kami ucapkan jazakallahu ahsanal-jaza'.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
A. Tentang Harta Rikaz
1. Pengertian
Secara bahasa kata rikaz (رِكَاز) bermakna :
A. Tentang Harta Rikaz
1. Pengertian
Secara bahasa kata rikaz (رِكَاز) bermakna :
المـدْفُونُ فِي الأرْضِ إِذَا خَفِيَ
Sesuatu yang terpendam di dalam tanah dan tersembunyi.
Ada juga yang mengatakan bahwa makna rikaz itu sama dengan makna
kanz (كَنْز), yaitu :
المـال الَّذِي دَفَنَهُ بَنُو آدَمَ فِي الأْرْضِ
Harta yang dipendam oleh manusia di dalam tanah
Selain makna itu, kata rikaz juga berasal dari kata rikz (رِكْز)
yang artinya suara yang tersembunyi, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran :
أَوْ تَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزًا
Adakah kamu melihat seorangpun dari mereka atau kamu dengar suara
mereka yang samar-samar?(QS. Maryam : 98)
Sedangkan secara istilah, jumhur ulama seperti mazhab
Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah mendefinisikan rikaz sebagai :
مَا دَفَنَهُ أَهْل الْجَاهِلِيَّةِ
Harta benda yang dipendam oleh orang-orang jahiliyah (bukan
muslilm)
B. Kriteria Harta Rikaz
Jumhur ulama menetapkan bahwa yang dimaksud dengan rikaz adalah
benda-benda berharga peninggalan zaman kerajaan-kerajaan di masa lalu yang
tidak memeluk agama Islam. Benda-benda itu bisa saja berbentuk emas, perak atau
benda lain yang berharta seperti guci, piring, marmer, logam, permata, berlian,
kuningan, tembaga, ukiran, kayu dan lainnya. Semua itu termasuk jenis harta
rikaz yang ada kewajiban zakatnya.
Namun mazhab Asy-Syafi’iyah dalam pendapatnya yang baru (qaul
jadid) hanya mengkhususkan emas atau perak saja yang termasuk rikaz. Di luar
emas dan perak dalam pandangan mazhab ini bukan termasuk harta rikaz.
Alasannya, karena rikaz termasuk al-mal al-mustafad yang didapat dari dalam
bumi, sehingga harus ada ketentuan dalam urusan zakatnya.
Tidak semua benda berharga yang ditemukan begitu saja termasuk
harta rikaz, kecuali setelah terpenuhi beberapa kriteria berikut :
1. Harta Yang Ditemukan
Rikaz adalah harta milik pihak lain yang ditemukan, baik secara
sengaja atau pun secara tidak sengaja, baik dengan biaya modal atau hanya
karena tidak sengaja tersandung dan tiba-tiba menemukan.
Tetapi yang menjadi prinsip utama adalah bahwa harta itu bukan
harta pemberian orang yang diserahkan kepada yang menerimanya.
Prinsip harta rikaz itu tidak ada serah-terima harta dari satu
pihak ke pihak lain. Yang ada, seseorang menemukan harta tidak bertuan, alias
yang sudah tidak lagi menjadi milik suatu pihak.
2. Asalnya Milik Orang Kafir
Para ulama sepakat bahwa harta rikaz itu harta sudah tidak lagi
bertuan. Tetapi kalau diusut-usut terbukti asal-muasal harta itu milik orang
kafir (jahiliyah) di masa lalu. Jadi intinya, harta itu peninggalan orang atau
kerajaan kafir non Islam.
Kalau ternyata terbukti harta itu milik kerajaan umat Islam di
masa lampau, jelas bahwa harta itu tidak termasuk harta rikaz. Maka bila
seseorang menemukan harta karun dalam peti, namun kemudian diketahui bahwa
harta itu milik peninggalan kerajaan Islam di masa lalu, misalnya dari zaman
Khalifah Harun Ar-Rasyid, maka harta itu bukan termasuk rikaz.
Secara hukum syariah, bila harta itu dahulu milik umat Islam, maka
status harta itu menjadi luqathah atau barang temuan, dimana ada ketentuan
hukum tersendiri tentang masalah ini dalam syariah Islam. Tetapi intinya, tidak
ada ketentuan zakat dalam luqathah atau barang temuan.
3. Pemiliknya Telah Meninggal
Syarat ketiga adalah pemilik asli harta itu sudah meninggal dunia,
sehingga hak kepemilikan atas harta itu sebenarnya sudah hilang dengan
kematiannya. Demikian juga para ahli warisnya sudah tidak ada lagi.
Sedangkan harta berharga milik orang kafir yang ditemukan seorang
muslim, namun diketahui bahwa pemiliknya masih hidup, bukan termasuk rikaz.
Secara hukum syariah, harta itu milik yang bersangkutan. Namun apakah boleh
dimiliki, tergantung dari keadaannya.
Bila orang kafir pemiliknya termasuk kafir zimmi yang telah
terikat perjanjian damai dan hidup berdampingan, maka haram hukumnya bagi
seorang muslim untuk mengambil benda milik mereka, walaupun sempat hilang.
Sebaliknya, bila status kekafirannya adalah kafir harbi, yaitu
orang kafir yang menghunuskan pedang untuk membunuh kita, maka bukan hanya
harta mereka yang halal bagi umat Islam, nyawa mereka pun juga halal. Sebab
yang sedang terjadi adalah peperangan yang masyru’, dimana peperangan itu
memang menghalalkan darah dan harta.
Kalau harta itu dirampas lewat pertempuran langsung, maka harta
itu disebut ghanimah. Sedangkan bila tanpa pertempuran fisik, harta itu disebut
fai’.
4. Ditemukan Bukan di Tanah Pribadi
Syarat keempat adalah harta itu ditemukan di lahan yang bukan aset
milik pribadi seorang muslim, misalnya di hutan, padang pasir, savana, atau
bisa juga di jalanan umum, tanah yang tidak bertuan, atau sebuah desa yang
telah ditinggalkan penghuninya.
Bila seorang punya tanah pibadi yang luas, lalu di dalamnya dia
menemukan harta peninggalan dari zaman dahulu, maka dalam hal ini bukan
termasuk harta rikaz. Maka tidak ada kewajiban zakat atas penemuannya.
C. Ketentuan Zakat Rikaz
Syariah Islam telah menetapkan bahwa zakat untuk rikaz adalah
seperlima bagian, atau senilai 20 % dari total harta yang ditemukan. Dasarnya
sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
وَفِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ
Zakat rikaz adalah seperlima (HR.Bukhari)
Namun implementasinya di masa sekarang agak sulit dijalankan.
Sebab biasanya kalau seseorang menemukan benda-benda berharga peninggalan
sejarah, justru malah tidak bisa dimiliki. Sebab ada ketentuan negara bahwa
harta itu jadi milik negara dan bukan milik penemunya.
Walhasil, kalau penemunya tidak berhak memilikinya, maka otomatis
dia pun tidak wajib mengeluarkan zakat atas harta yang tidak dimilikinya.
D. Apakah Zakat Hadiah Bisa Diqiyaskan Dengan Zakat Rikaz?
Sebagian kalangan ada yang terlalu bersemangat untuk menarik dana
umat lewat zakat yang dibuat-buat, seperti zakat atas hadiah yang diterima,
baik hadiah karena menang arisan, undian, atau hadiah atas tercapainya prestasi
tertentu.
Seorang yang mendapat bonus uang sebagai tunjangan hari raya
(THR)dari perusahaan, tiba-tiba diwajibkan untuk membayar zakat, dengan alasan
itu termasuk zakat rikaz.
Seorang yang berhasil menang dalam lomba makan kerupuk ketika
tujuh-belasan di kampungnya dan menggondol uang hadiah, tiba-tiba juga ditagih
untuk bayar zakat. Alasannya hadiah itu sama saja dengan seseorang yang
menemukan harta karun, alias harta rikaz.
Seorang ibu yang menang arisan dan dapat rejeki nomplok pun sering
dianggap wajib membayar zakat, hanya karena dianggap punya rejeki.
Padahal antara hadiah dengan rikaz sama sekali tidak identik,
sehingga terlalu kalau mau diqiyaskan antara keduanya, kelihatan sekali bahwa
hal itu terlalu dipaksakan. Dan tentunya akan menjadi sangat tidak proporsional.
1. Hadiah : Diserahkan Bukan Ditemukan
Berbeda dengan harta rikaz yang didapat dengan cara ditemukan,
yang namanya hadiah itu pada hakikatnya adalah sesuatu yang diserahkan oleh
satu pihak ke pihak lain. Artinya, dalam hadiah, ada dua pihak yang saling
memberi dan menerima.
Sedangkan dalam harta rikaz, tidak ada yang memberi dan tidak ada
yang menerima. Harta itu hanya ditemukan saja. Tentu antara serah terima dan
ditemukan adalah dua hal yang jauh berbeda.
Sehingga mengqiyaskan rikaz dengan hadiah adalah sebuah tindakan
qiyas yang agak memaksa dan jadi kurang tepat dalam mengambil istimbath hukum.
2. Sumber Hadiah Belum Tentu Milik Orang Kafir
Hadiah yang biasa kita terima, seringkali bukan berasal dari harta
orang kafir. Misalnya, karyawan yang berprestasi ketika mendapat hadiah dari
perusahaannya, atau siswa berprestasi yang mendapat hadiah dari gurunya. Belum
tentu kantor atau pihak sekolah itu adalah orang kafir.
Sementara dalam kriteria harta rikaz di atas, jelas sekali bahwa
sumber harta rikaz itu adalah milik orang-orang kafir di masa lalu.
Apabila harta yang ditemukan itu milik orang-orang Islam di masa
lalu, maka harta itu bukan termasuk harta rikaz, melainkan menjadi luqathah
atau barang temuan milik umat Islam. Harta luqathah tentu ada ketentuan
hukumnya tersendiri, di luar urusan zakat.
3. Pemberi Hadiah Belum Tentu Sudah Meninggal
Yang juga membedakan zakat rikaz dengan hadiah adalah fakta bahwa
biasanya orang yang memberikan hadiah itu masih hidup. Kalau dia sudah
meninggal, bagaimana caranya memberikan hadiah.
Padahal kriteria zakat rikaz di atas jelas menyebutkan bahwa
pemilik harta itu sudah meninggal dunia, keberadaannya sudah tidak ada lagi di
dunia. Sehingga oleh karena itulah maka harta miliknya ditemukan, bukan
diterima sebagai pemberian.
Adapun hadiah, biasanya didapat dengan jalan diterima dari yang
memberi hadiah, yang tentu sang pemberi hadiah itu masih hidup. Ketika
seseorang mennemukan harta berharga di dalam tanah yang terkubur, tentu tidak
kita katakan bahwa dia menerima pemberian hadiah dari pemiliknya yang sudah
mati.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/