Assalamu 'alaikum
Saya ingin bertanya terkait dengan pengobatan nabawi :
1. Adakah dalil bahwa Rasulullah SAW memberi resep obat-obatan tertentu dalam hidup beliau?
2. Kalau ada, lalu apa hukumnya bagi kita, apakah kita terikat untuk berobat dengan apa yang beliau ajarkan.
3. Bolehkah kita tidak menggunakan obat-obat yang diajarkan oleh beliau SAW?
Terima kasih sebelumnya.
Wassalamu 'alaikum
Saya ingin bertanya terkait dengan pengobatan nabawi :
1. Adakah dalil bahwa Rasulullah SAW memberi resep obat-obatan tertentu dalam hidup beliau?
2. Kalau ada, lalu apa hukumnya bagi kita, apakah kita terikat untuk berobat dengan apa yang beliau ajarkan.
3. Bolehkah kita tidak menggunakan obat-obat yang diajarkan oleh beliau SAW?
Terima kasih sebelumnya.
Wassalamu 'alaikum
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
A. Riwayat Rasulullah SAW Mengurusi Masalah Pengobatan
Tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam hadits nabawi banyak disebutkan riwayat tentang pengobatan di masa Rasulullah SAW. Kadang hadits berupa saran dari beliau SAW, bahkan tidak jarang beliau sendiri yang menggunakannya untuk obat.
Setidaknya lebih dari
selusin metode pengobatan yang disebutkan dalam nash-nash hadits. Diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Madu
Cukup banyak hadits Nabi
SAW yang merekomendasikan penggunaan madu untuk pengobatan, salah satunya
adalah hadits berikut ini :
عليكم بالشفاءين: العسل والقرآن
Gunakanlah dua jenis penyembuh, yaitu madu dan Al-Quran. (HR. Ibnu
Majah dan Al-Hakim)
2. Bekam
Berbekam juga salah satu
metode yang dahulu pernah digunakan Nabi SAW untuk mengobati penyakit. Ada
banyak hadits terkait dengan berbekam ini, salah satunya adalah yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam haditsnya.
احْتَجَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ صَائِمٌ
Nabi SAW pernah berbekam dalam keadaan puasa. (HR. Bukhari)
“Sesungguhnya pengobatan paling utama yang kalian lakukan adalah hijamah (berbekam).”(HR. Bukahri)
“Sesungguhnya pengobatan paling utama yang kalian lakukan adalah hijamah (berbekam).”(HR. Bukahri)
3. Kay
Kay adalah teknik
pengobatan yang dikenal di masa Nabi SAW, meskipun caranya yang sangat
menyakiti dan menyiksa badan. Sebab kay dilakukan dengan menyundutkan bara besi
ke kulit hingga hangus. Namun ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW
merekomendasikan kay sebagai obat terakhir, asalkan dengan syarat tertentu.
Ibnu Abbas radiallahhuanhu
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda :
الشِّفَاءُ فيِ ثلَاَثٍ: شُرْبَةُ عَسَلٍ وَشُرْبَةُ مُحْجَمٍ وَكُيُّهُ نَارٍ وَأُنْهِى أُمّتِى عَنِ الكَيِّ
“Penyembuhan itu ada pada
tiga cara: minum madu, mengeluarkan darah dengan alat bekam dan kayy
(memanaskan besi dengan api lalu menempelkannya pada bagian tubuh yang sakit)
akan tetapi aku melarang umatku dari kayy.” (HR.
Bukhari)
4. Air Dingin
Nabi SAW juga pernah meminta agar menyembuhkan demam dengan menggunakan air dingin.
Nabi SAW juga pernah meminta agar menyembuhkan demam dengan menggunakan air dingin.
الحُمَى كِيْرٌ مِنْ كِيْرِ جَهَنَّمَ فَنْحُوهَا عَنْكُمْ باِلماَءِ البَارِد
Dari Nabi SAW, beliau
bersabda: Panas demam itu berasal dari didihan api neraka Jahanam. Karena itu
dinginkanlah derajat panasnya dengan air!. (HR.
Muslim)
5. Air Zam zam
Selain air dingin, Nabi
SAW juga memerintahkan untuk menggunakan air zamzam sebagai upaya
penyembuhan dan pengobatan.
زَمْزَمُ لِمَا شُرِبَ لَهُ
“Air zamzam itu sesuai
dengan apa yang diniatkan peminumnya”.
الحُمَى مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ فاَطفِئُوهَا عَنْكُمْ بِماَءِ زَمْزَمٍ
Demam itu akibat dari panas
jahannam, turunkan panas itu dengan air zam-zam.
Mujahid rahimahullah,
salah satu ahli tafsir dari kalangan tabi'in, berkata,
"Air zamzam sesuai
dengan apa yang diniatkan peminumnya. Jika engkau meminumnya untuk kesembuhan,
maka Allah akan menyembuhkanmu. Apabila engkau meminumnya karena kehausan, maka
Allah akan memuaskanmu. Dan apabila engkau meminumnya karena kelaparan, maka
Allah akan mengenyangkanmu. Ia adalah usaha Jibril dan pemberian (air minum)
Allah kepada Isma’il".
Ibnul Qayyim berkata,
"Aku telah mencobanya
begitu juga orang lain. Berobat dengan air zamzam adalah hal yang menakjubkan.
Dan aku sembuh dari berbagai macam penyakit dengan ijin Allah.
5. Habbah Sauda'

عَلَيْكُمْ بِالحَبَّةِ السَّوْدَاءِ فَإِنَّ فِيْهَا شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ
Gunakanlah habbah sauda',
karena benda itu adalah obat dari segala sesuatu.
Di dalam riwayat yang lain
disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Sungguh dalam habbatus
sauda’ itu terdapat penyembuh segala penyakit, kecuali as-sam.” Saya bertanya,
“Apakah as-sam itu?” Beliau menjawab, “Kematian”. (HR. Bukhari)
6. Kurma
Selain berfungsi sebagai
makanan, di masa Nabi SAW kurma juga digunakan sebagai penyembuh penyakit,
khususnya kurma ajwa yang sering disebut dengan kurma Nabi.
مَنْ تُصْبِحُ كُلَّ يَوْمٍ بِسَبْعِ تَمَرَاتِ عَجْوَةٍ لَمْ يَضُرْهُ فيِ ذَلِكَ اليَوْمِ سُمٌّ وِلاِ سِحْرٌ
Dari Saad bin Abi Waqqash
radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersbda,"Orang yang tiap pagi makan
tujuh butir kurma ajwah, pada hari itu tidak akan terkena racun atau pun
sihir". (HR. Bukhari dan Muslim)
عَنْ سَعْدٍ قَالَ: مَرِضْتُ مَرَضًا أَتَانِي رَسُولُ اللَّهِ يَعُودُنِي فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ ثَدْيَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَهَا عَلَى فُؤَادِي فَقَالَ: إِنَّكَ رَجُلٌ مَفْئُودٌ ائْتِ الْحَارِثَ بْنَ كَلَدَةَ أَخَا ثَقِيفٍ فَإِنَّهُ رَجُلٌ يَتَطَبَّبُ فَلْيَأْخُذْ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِنْ عَجْوَةِ الْمَدِينَةِ فَلْيَجَأْهُنَّ بِنَوَاهُنَّ ثُمَّ لِيَلُدَّكَ بِهِنَّ
“Sa’ad berkata,"Aku
sakit dan Rasulullah SAW menjengukku. Beliau meletakkan tangannya di antara
kedua putingku, sampai-sampai jantungku merasakan sejuknya tangan beliau.
Kemudian beliau bersabda,"Kamu menderita penyakit jantung, temuilah
Al-Harits bin Kalidah dari Bani Tsaqif, ia seorang tabib. Dan hendaknya dia
mengambil tujuh buah kurma ajwah, kemudian ditumbuk beserta biji-bijinya,
kemudian kamu minum. (HR. Abu Daud)
7. Air Kencing dan Susu
Unta
Di dalam Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah mengizinkan seorang
shahabatnya minum air kencing unta dan juga susunya sebagai obat untuk
penyembuhan.
قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا.
Beberapa orang dari kabilah
'Ukel dan Urainah singgah di kota Madinah. Tidak berapa lama perut mereka
menjadi kembung dan bengkak karena tak tahan dengan cuaca Madinah. Menyaksikan
tamunya mengalami hal itu, Nabi SAW memerintahkan mereka untuk mendatangi
unta-unta milik Nabi yang digembalakan di luar kota Madinah, lalu minum dari
air kencing dan susu unta-unta tersebut. (HR.
Bukhari Muslim)
8. Minyak Zaitun
Minyak Zaitun juga termasuk
jenis makanan yang diperintahkan di dalam hadits nabi SAW :
كُلُوا الزَّيْتَ وَادْهِنُوا بِهِ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Makanlah zaitun dan
pergunakanlah ia sebagai minyak, karena sesungguhnya ia berasal dari pohon yang
diberkati.” (HR. At Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi)
9. Ruqyah
Sesungguhnya ruqyah bukan
sejenis makanan yang dijadikan obat, melainkan serangkaian bacaan yang terdiri
dari ayat Al-Quran dan doa-doa yang dibacakan untuk mengusir setan. Ruqyah
sendiri sudah digunakan oleh para dukun di mas Jahiliyah dengan bantuan setan
dan jin.
Namun Rasulullah SAW
mengajarkan ruqyah yang menggunakan doa dan ayat Al-Quran.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كُنَّا فِي مَسِيرٍ لَنَا فَنَزَلْنَا فَجَاءَتْ جَارِيَةٌ فَقَالَتْ إِنَّ سَيِّدَ الْحَيِّ سَلِيمٌ (لذيغ) وَإِنَّ نَفَرَنَا غَيْبٌ فَهَلْ مِنْكُمْ رَاقٍ فَقَامَ مَعَهَا رَجُلٌ مَا كُنَّا نَأْبُنُهُ بِرُقْيَةٍ فَرَقَاهُ فَبَرَأَ فَأَمَرَ لَهُ بِثَلَاثِينَ شَاةً وَسَقَانَا لَبَنًا فَلَمَّا رَجَعَ قُلْنَا لَهُ أَكُنْتَ تُحْسِنُ رُقْيَةً أَوْ كُنْتَ تَرْقِي قَالَ لَا مَا رَقَيْتُ إِلَّا بِأُمِّ الْكِتَابِ قُلْنَا لَا تُحْدِثُوا شَيْئًا حَتَّى نَأْتِيَ أَوْ نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ ذَكَرْنَاهُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ وَمَا كَانَ يُدْرِيهِ أَنَّهَا رُقْيَةٌ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ )
Dari Abu Said al-Khudri RA
berkata, “ Ketika kami sedang dalam suatu perjalanan, kami singgah di suatu
tempat. Datanglah seorang wanita dan berkata, “ Sesungguhnya pemimpin kami
terkena sengatan, sedangkan sebagian kami tengah pergi. Apakah ada di antara kalian
yang biasa meruqyah?” Maka bangunlah seorang dari kami yang tidak diragukan
kemampuannya tentang ruqyah. Dia meruqyah dan sembuh. Kemudian dia diberi 30
ekor kambing dan kami mengambil susunya. Ketika peruqyah itu kembali, kami
bertanya, ”Apakah Anda bisa? Apakah Anda meruqyah?“ Ia berkata, ”Tidak, saya
tidak meruqyah kecuali dengan Al-Fatihah.” Kami berkata, “Jangan bicarakan
apapun kecuali setelah kita mendatangi atau bertanya pada Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam. Ketika sampai di Madinah, kami ceritakan pada nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam Dan beliau berkata, “ Tidakkah ada yang
memberitahunya bahwa itu adalah ruqyah? Bagilah (kambing itu) dan beri saya
satu bagian.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Dari Auf bin Malik
al-Asyja’i berkata, ”Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyah, dan kami bertanya,
“ Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu?” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ”Perlihatkan padaku ruqyah kalian. Tidak apa-apa dengan ruqyah
jika tidak mengandung kemusyrikan .” (HR
Muslim)
10. Dan Lain-lain
Selain hadits-hadits di
atas, masih banyak lagi hadits lain, yang menunjukkan ragam pengobatan yang
dijalankan oleh Rasulullah SAW. Di antaranya :
a. Talbinah : perasan gandum dimasak seperti air tajin pada nasi.
b. Itsmid : pengobatan dengan itsmid alias celak mata
c. Kam’ah : sejenis tumbuhan atau jamur tanah,
d. Ud Hindi atau Qusthul Bahri yaitu tanaman obat/akar
akaran (famili jahe).
e. Gajih Ekor Kambing : Rasulullah SAW merekomendasikan gajih ekor kambing sebagai
obat tertentu.
f. Sana dan Sanut
: sejenis rumput obat.
g. Utruj : Beliau juga menyarankan memakan obat berupa utruj (limau),
h. Urz : beras
i. Iidzkir,
bittikh (semangka), cuka. labu dan lainya.
Dan masih banyak lagi
makanan yang direkomendasikan Nabi SAW di masanya untuk dijadikan sebagai
penyembuh atau obat dari suatu penyakit.
B. Apakah Bernilai Syar'i?
Tidak ada seorang pun yang
memungkiri kebenaran hadits-hadits di atas. Benar sekali bahwa Rasulullah SAW
semasa hidup beliau banyak menggunakan jenis makanan tertentu sebagai obat.
Atau setidaknya memberikan semacam rekomendasi dan informasi tentang makanan
apa yang bisa dijadikan penyembuh dari suatu penyakit. Namun yang jadi masalah
penting adalah : apakah otomatis kita jadi terikat secara syariah untuk berobat
dengan menggunakan makanan-makanan yang ada di dalam hadits? Apakah hukumnya
menjadi wajib untuk dikerjakan oleh kita di masa sekarang ini? Atau kalau pertanyaannya
dibalik, apakah kita jadi berdosa bila berobat dengan selain yang disebutkan di
atas?
Apakah Rasulullah SAW
selain diutus untuk menjadi nabi juga berperan sebagai dokter dan apoteker? Dan
bagaimana posisi kita terhadap hadits-hadits yang shahih dimana Rasululah SAW
memberi petunjuk dalam masalah pengobatan?
Apakah perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW yang seperti menginformasikan atau memberitahu tentang berbagai jenis penyakit fisik atau non fisik yang dialami para shahabat, serta berbagai penjelasan beliau SAW tentang tata cara mengatasi dan obat-obatnya itu, merupakan bagian dari syariat Islam dan bernilai tasyri’?
Apakah perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW yang seperti menginformasikan atau memberitahu tentang berbagai jenis penyakit fisik atau non fisik yang dialami para shahabat, serta berbagai penjelasan beliau SAW tentang tata cara mengatasi dan obat-obatnya itu, merupakan bagian dari syariat Islam dan bernilai tasyri’?
Ataukah semua itu hanya
bagian dari kecerdasan beliau SAW yang bersifat manusiawi? Sehingga
dimungkinkan untuk diperbaharui, dikaji, dikritisi dan juga bisa kurang sesuai
dengan zaman dan tempat?
Dengan kata lain yang lebih
sederhana, adakah metode pengobatan dengan metode Nabi SAW? Kalau memang ada,
lalu apakah hukumnya bagi umat Islam? Apakah umat Islam di seluruh dunia wajib untuk
menjalankan semua bentuk praktek pengobatan dengan menggunakan metode-metode
itu? Apoakah hukumnya menjadi wajib, ataukah sunnah? Atau boleh dipakai sebagai
alternatif, tetapi kalau tidak cocok boleh juga ditinggalkan?
Para ulama sepanjang zaman
telah berbeda pendapat dalam masalah ini. Sebagian dari mereka tegas meyakini
adanya tibbun nabawi, dan bahwa Rasulullah SAW selain punya misi untuk membawa
risalah ukhrawi, beliau juga diyakini bertugas untuk mengajarkan ilmu
pengobatan dan kesehatan.
Sementara sebagian ulama lainnya justru meyakini kebalikannya, yaitu bahwa tidak ada istilah tibbun nabawi. Dalam pandangan mereka, misi Rasulullah SAW tidak termasuk di dalamnya mengajar ilmu pengobatan.
Sementara sebagian ulama lainnya justru meyakini kebalikannya, yaitu bahwa tidak ada istilah tibbun nabawi. Dalam pandangan mereka, misi Rasulullah SAW tidak termasuk di dalamnya mengajar ilmu pengobatan.
C. Hujjah Para Pendukung
Ada banyak kalangan yang
mendukung keberadaan pengobatan ala Nabi SAW ini.
1. Perkataan Beliau SAW
adalah Wahyu
Beliau tidak mungkin
berucap satu patah katapun, kecuali semua atas kehendak Allah SWT. Dan tentunya
merupakan wahyu dari Allah SWT juga. Hal itu seusai dengan firman Allah SWT :
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلاَّّ وَحْيٌ يُوحَى عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى
Dan (muhammad itu) tidaklah
berbicara menurut kemauan hawa nafsunya. Yang dia ucapkan itu tidak lain adalah
wahyu yang diajarkan oleh Allah Yang Maha Kuat (QS. An-Najm : 3)
Karena itulah maka apa pun
yang kita dengar dan kita lihat dari diri Rasulullah SAW, semuanya merupakan
petunjuk wahyu.
2. Kewajiban Melaksanakan
Perintah Rasulullah SAW
Oleh karena semua perkataan
dan perbuatan beliau SAW adalah wahtu, maka kita wajib menjadikan semua
perbuatan dan perkataan beliau sebagai bagian dari syariat Islam. Dan semuanya
mengikat diri kita.
Dasarnya adalah firman
Allah SWT :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
Apa yang diberikan Rasul
maka ambillah dan apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah (QS. Al-Hasyr: 7)
3. Keberkahan
Diri Rasulullah SAW adalah
keberkahan, sehingga apa pun yang beliau lakukan dan katakan, tidak lepas dari
keberkahan itu. Termasuk para shahabat selalu berpikir untuk bisa mencium tubuh
Rasulullah SAW, seperti yang dialami oleh Ukasyah. Dia adalah shahabat Nabi
SAW dengan cerdas sempat mencium langsung tubuh beliau SAW yang bertelanjang
dada. Alasannya, untuk membalas perbuatan nabi SAW yang katanya pernah
mencambuknya. Dan saat itu Ukasyah mengaku sedang tidak memakai pakaian.
Tatkala Nabi SAW telah
membuka bajunya siap untuk menerima pembalasan atas cambukan Ukasyah, dengan
serta merta Ukasyah memeluk dan menciumi tubuh beliau SAW.
Hasilnya, beliau dijamin
masuk surga oleh Rasulullah SAW, ketika shahabat yang lain iri melihat apa yang
diterima Ukasyah dan meminta Rasulullah SAW menjaminkan surga untuknya, beliau
SAW menjawab,
سَبَقَكَ عُكَاشَة
“Ukasyah sudah
mendahuluimu”.
Kalau menciumi tubuh Nabi
SAW mendapatkan keberkahan dijamin masuk surga, maka mengikuti langkah-langkah
nabi SAW dalam pengobatan tentunya juga akan mendapatkan keberkahan.
D. Hujjah Yang Tidak
Mendukung
Mereka yang tidak mendukung
masyru'iyah pengobatan nabawi ini bukan berarti menolak hadits-hadits shahih di
atas. Yang mereka tolak adalah kalau semua itu dikaitkan dengan wahyu, apalagi
dengan hukum yang bersifat mengikat menjadi wajib.
1. Rasulullah SAW Manusia Biasa
1. Rasulullah SAW Manusia Biasa
Meski pun Rasulullah SAW
seorang nabi yang mendapat wahyu dari langit, namun dimensi kemanusiaan beliau
tetap melekat, sehingga kadang beliau sedih, marah, gembira, tertawa bahkan
melucu dan lainnya. Beliau juga makan, minum, berjalan di pasar, menikahi
wanita dan seterusnya, layaknya seorang manusia.
Dimensi kemanusiaan beliau
SAW tidak bisa dinafikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu ditegaskan di
dalam Al-Quran Al-Kariem.
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ
Katakanlah,
"Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku."(QS. Al-Kahfi: 110)
Khususnya ketika Nabi SAW
merekomendasikan obat tertentu, menurut mereka datangnya informasi ini bukan
lewat wahyu, tetap semata-mata berdasarkan kecerdasan dan pengalaman hidup
beliau semata. Oleh karena itu tidak wajib
diikuti, karena selain kebenarannya tidak mutlak, juga ada fakta bahwa penyakit
itu berkembangan, dan obat-obatan mengalami perkembangan juga. Obat penyakit
tertentu yang di masa lalu mujarab dan tokcer, belum tentu cocok dengan kondisi
penyakit di masa sekarang.
2. Nabi SAW Pernah Keliru
Tanpa Wahyu
Dalam sirah nabawiyah kita
menemukan beberapa kali Rasulullah SAW bertindak tidak berdasarkan wahyu,
tetapi semata-mata berlatar belakang logika dan pendapat subjektif beliau SAW.
Hal itu dibolehkan, selama memang tidak ada wahyu atau tidak bertentangan
dengan wahyu.
Ketika Rasulullah SAW dalam
para shahabat tiba di wilayah Badar, sebagai panglima pasukan muslim beliau
memilih suatu tempat sebagai basecamp pasukan. Namun seorang shahabat yang
cukup berpengalaman dalam peperangan dan kebetulan berada diantara yang ikut
dalam perang Badar itu, Al-Hujab Ibnul Mundzir radhiyallahuanhu, menilai bahwa
posisi tersebut kurang menguntungkan. Maka dia pun bertanya :
يَا رَسُولَ اللهِ هَذَا مَنْزِلٌ أَنْزَلَكَهُ اللهُ تَعَالىَ لاَ تَتَقَدَّمَهُ وَلاَ تَتَأَخَّرَ عَنْهُ أَمْ هُوَ الرَّأْيُ وَالحَرْبُ وَالمَكِيْدَة؟
Ya Rasulallah, apakah
tempat ini adalah tempat yang Allah SWT tetapkan untuk Anda, dimana Anda tidak
bisa maju atau mundur lagi, ataukah posisi ini hanyalah sebuah pendapat,
peperangan dan tipu daya?
بَلْ هُوَ الرَّأْيُ وَالحَرْبُ وَالمَكِيْدَة
Posisi ini hanya sebuah
pendapat, bagian dari siasat perang.
Maka Rasulullah SAW
mendengarkan dan menjalan ide dan siasat dari Al-Hujab yang cukup beralasan,
yaitu mengambil posisi yang dapat memotong jalur akses air minum pasukan
Quraisy dari sumur-sumuber Badar. Dengan cara itu, pasukan
lawan akan runtuh sebelum bertempur, karena kehabisan air minum yang sangat
vital untuk bisa hidup bertahan di tengah padang pasir. Siasat itu ternyata
berhasil dan pasukan muslimin mendapat kemenangan besar dalam perang Badar ini.
Peristiwa ini membuktikan
bahwa tidak selamanya Rasulullah SAW bertindak berdasarkan wahyu yang turun
dari langit. Terkadang beliau juga menggunakan akal dan logika pribadi, dan
ketika hal itu terjadi, dimungkin bahwa hasilnya kurang akurat. Ide Al-Hujab
itu membuktikan bahwa Rasulullah SAW mengakui bahwa hasil pemikiran pribadinya
masih bisa dikritisi oleh orang lain.
3. Tawanan Perang Badar
Rasulullah pernah salah
ketika berijthad masalah tawanan perang Badar. Dalam syura beliau lebih cenderung
kepada pendapat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahuanhu yang ingin membebaskan
para tawanan, lantaran mereka masih kerabat dan keluarga. Sementara Umar bin
Al-Khattab radhiyallahuanhu cenderung untuk tidak memberi kasihan kepada para
pemuka Qurais ini, yang selama ini memang nyata-nyata menunjukkan permusuhan.
Bagi Umar mereka semua harus dibunuh saja.
Rasulullah SAW cenderung
tidak menerima pendapat Umar bin Al-Khattab. bahwa tawanan itu harus dibunuh.
Lalu Allah SWT menegur beliau dalam surat Al-Anfal.
مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الأَرْضِ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللّهُ يُرِيدُ الآخِرَةَ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Tidak patut bagi seorang
Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu
menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki akhirat. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS
Al-Anfal: 67)
Akhirnya beliau sadar bahwa
ijtihadnya salah dan membenarkan pendapat shahabatnya, Umar bin Al-Khattab ra.
Sehingga beliau sampai berkata bahwa seandainya dari langit turun azab,
pastilah tidak ada yang selamat kecuali hanya satu orang, yaitu Umar bin
Al-Khattab ra. Sebab pendapat beliau saja yang dibenarkan Allah SWT.
4. Penyerbukan Bunga Kurma
Rasulullah SAW pernah
menolak talqih (penyerbukan pohon kurma) di Madinah sehingga mengakibatkan
gagal panen.
أَنَّ النَّبِيَّ مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُونَ فَقَالَ: لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ. قَالَ: فَخَرَجَ شِيصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ: مَا لِنَخْلِكُمْ؟ قَالُوا: قُلْتَ كَذَا وَكَذَاز قَالَ: أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
Nabi SAW melalui beberapa
orang yang sedang melakukan penyerbukan kurma, beliau shallallahu ‘alaihi was
sallam mengatakan, “Kalaulah kalian tidak melakukan hal yang demikian maka
hasilnya akan baik”. (Para sahabat mengikuti perkataan beliau) kemudian hasil
kurmanya jelek. Nabi SAW melalui mereka lagi dan berktanya, “Mana kurma
kalian?” mereka mengatakan, “Anda katakan demikian dan demikian (agar tidak
menyerbukan kurma)” Kemudian beliau SAW bersbda, “Kalian lebih paham berilmu
tentang urusan dunia kalian.
Ternyata sebagai orang yang
lahir dan dibesarkan di Makkah yang memang tidak ada tumbuhan, pengetahuan dan
wawasan Rasulullah SAW kalah dengan pengetahuan orang Madinah yang memang
sangat ahli dalam bercocok tanam. Ketika Rasulullah SAW berpendapat tidak perlu
melakukan talqih, ternyata para shahabat mengira itu datang dari wahyu.
5. Bukan Disambut Malah
Disambit
Tatkala Abu Thalib dan
Khadijah radhiyallahuanhu wafat di tahun duka cita, Rasulullah SAW sudah tidak
lagi memiliki orang yang melindunginya di Mekkah. Maka beliau mulai berpikir
untuk hijrah ke luar Mekkah, menuju Thaif. Dalam perkiraan beliau, Thaif akan
dengan hangat menyambutnya. Namun kenyataannya, beliau bukan disambut tapi
malah disambit. Padahal pilihan Thaif
sebagai tujuan hijrah beliau diperkirakan akan mulus serta akan mendapakatkan
daerah dakwah yang baru. Tapi nyatanya, malah beliau berdarah-darah dan lari
tunggang-langgang meninggalkan kota itu.
Ini menunjukkan bahwa
sekali lagi perhitungan strategis beliau meleset jauh dari perkiraan sebelumnya.
Dan ini fakta yang tidak bisa dipungkiri. Kalau beliau 100% tidak pernah salah,
seharusnya tidak perlu ada kejadian seperti ini. Sampai-sampai beliau
bermunajat kepada Allah SWT dengan lafadz doa yang panjang, sambil bermohon
pertolongan.
6. Mengizinkan Munafikin
Bolos Perang
Rasulullah SAW juga pernah
salah dalam berijtihad, ketika tidak melakukan tabayyun (pengecekan) terhadap
alasan orang-orang munafiqin yang tidak ikut dalam perang Tabuk. Beliau secara
gampang begitu saja memberi izin kepada mereka.
Sehingga Allah SWT akhirnya
menegurnya atas kemudahan yang beliau berikan, meski pun juga sambil memberi
maaf kepadanya dengan firman-Nya:
عَفَا اللّهُ عَنكَ لِمَ أَذِنتَ لَهُمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكَ الَّذِينَ صَدَقُواْ وَتَعْلَمَ الْكَاذِبِينَ
Semoga Allah memaafkanmu.
Mengapa kamu memberi izin kepada mereka, sebelum jelas bagimu orang-orang yang
benar dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? (QS At-Taubah: 43)
7. Bermuka Masam
Rasulullah SAW pernah
ditegur Allah SWT karena bermuka masam tatkala seorang buta, Abdullah bin Ummi
Maktum rahiyallahuanhu, mendatanginya untuk masuk Islam dan diajarkan hal-hal
yang terkait dengan agama. Sikap yang kurang etis itu
cukup manusia bila dilakukan oleh seorang Muhammad SAW, mengingat saat itu
beliau sedang disibukkan untuk mengurusi para pembesar Quraisy.
Sebenarnya Abdullah bin
Ummi Maktum tidak sampai diusir atau dihardik saat itu, Rasululah SAW hanya
menunjukkan wajah masam yang agak kurang mengenakkan saja. Namun demikian, teguran
dari Allah SWT atas perbuatan yang sebenarnya sangat manusiawi itu lumayan
tegas, bahkan menjadi abadi sepanjang zaman sampai datangnya hari kiamat.
Karena ternyata Allah SWT menegurnya dalam format ayat Al-Quran, yang tentunya
akan dibaca terus-menerus oleh umat Islam sepanjang zaman.
عَبَسَ وَتَوَلَّى أَن جَاءهُ الأَعْمَى وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ الذِّكْرَى أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى فَأَنتَ لَهُ تَصَدَّى وَمَا عَلَيْكَ أَلاَّ يَزَّكَّى وَأَمَّا مَن جَاءكَ يَسْعَى وَهُوَ يَخْشَى فَأَنتَ عَنْهُ تَلَهَّى
Dia (Muhammad) bermuka
masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu
barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan
pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang
merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan)
atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang
datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia
takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. (QS. Abasa : 1-10)
E. Kesimpulan
Memang tidak mudah
menyatukan kedua aliran di atas, sebab masing-masing merasa hanya pendapatnya
saja yang benar. Sedangkan pendapat lainnya akan selalu dianggap salah dan
keliru.
Agar tidak terlalu bingung,
maka kami memberikan beberapa saran yang boleh dijadikan bahan pertimbangan
dalam bersikap. Namun ini hanya saran dan bukan keharusan, sebab biar bagaimana
pun kita tetap wajib saling menghormati pendapat yang berkembang, selama datang
dari para ulama yang punya kompetensi di dalamnya.
1. Tidak mengingkari adanya
pengobatan Nabi SAW, selama haditsnya shahih dan bisa diterima.
2. Ada pesan khusus di
balik tiap jenis obat yang disebutkan beliau SAW, sebagai bagian dari bahan
eksperimen untuk zaman kita.
3. Tidak semua jenis obat
yang ada di hadits Nabi SAW itu cocok untuk setiap tempat dan lingkungan.
Bahkan belum tentu cocok untuk para shahabat yang hidup di masa itu.
4. Maka hukumnya bukan
merupakan kewajiban yang bersifat mutlak untuk menggunakan obat-obatan sesuai
hadits Nabi SAW.
5. Kalau pun menggunakan
obat-obatan yang disebutkan dalam hadits, tetap harus dengan lewat orang yang
ahli (dokter). Sebab jumlah jenis penyakit itu sangat beragam, dan tiap satu
penyakit ada pecahan-pecahannya lagi. Dan tiap detail penyakit harus diobati
sesuai dengan jenis penyakitnya dengan dosis dan takaran yang pas.
6. Obat-obat yang banyak
beredar di masa sekarang banyak yang diklaim sebagai obat dari nabi. Namun
dalam prakteknya, semua hanya klaim dan tidak ada yang 100% memastikan
keasliannya.
7. Selain itu kita tetap
harus tetap hati-hati dalam memilihinya. Periksa dulu kadarnya, kandungan,
zat-zat tambahan, campuran, cara pengolahan, pengemasan, dosis, serta tanggal
kadaluarsanya.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/