Assalamualaikum wr. wb.
Pak Ustadz, saya pernah
mendengar bahwa tidak akan diterima amal seseorang bila orang tersebut belum
berhijrah. Maksud hijrah di sini apa dan bener tidak seperti itu? Bila benar
bagaimana caranya dan apakah ada ritual tertentu?
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabaraktuh,
Syarat diterimanya amal itu
hanya tiga saja. Pertama, pelakunya adalah seorang muslim. Kedua, amal itu
diniatkan tulus untuk mendapatkan ridha Allah, bukan pujian manusia. Ketiga,
amal itu dilakukan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dari Rasulullah SAW, bila
terkait dengan ritual ibadah. Sedangkan bila terkait dengan muamalah,
prinsipnya tidak boleh bertentangan dengan hal-hal yang dibenarkan syariah
Islam.
Adapun orang tersebut sudah
pernah hijrah atau belum, tentu tidak ada kaitannya dengan diterimanya suatu
amal. Pertanyaannya, hijrah yang mana?
Kalau hijrah dianggap
syarat diterimanya amal, berarti begitu banyak para shahabat nabi SAW yang
tidak diterima amalnya. Mengapa? Karena hanya sebagian saja dari mereka yang pernah
hijrah. Adapun mereka yang memang asli penduduk Madinah, tentu tidak pernah
berhijrah kemana pun. Lalu apakah mereka ini tidak diterima amalnya?
Lagi pula di masa sekarang
ini, ke manakah tujuan hijrah? Sebab nyaris seluruh permukaan bumi sudah menerima
Islam. Nyaris di setiap jengkal tanah sudah ada Islam. Maka ke manakah kita mau
hijrah di zaman sekarang ini? Apakah ke Madinah? Atau ke pedalaman pulau
terpencil? Ataukah hijrah yang dimaksud itu kiasan dari masuk dan berbaiat ke
dalam suatu kelompok sempalan?
Kalau yang terakhir itu
maksudnya, jelaslah paham seperti ini adalah paham yang sesat dan menyesatkan.
Orang-orang yang mempropagandakan pemahaman keliru model ini tidak lain dari
orang-orang yang sedang menyimpangkan agama ini ke jalan yang sesat.
Kalau yang dimaksud dengan
hijrah adalah masuknya seseorang ke dalam sebuah kelompok tertentu, lalu main
vonis bahwa orang yang tidak "hijrah" ke dalam kelompoknya tidak akan
diterima amalnya, jelaslah sesatnya paham ini. Ketahuilah bahwa paham seperti
ini tidak berbeda dengan penyesatan yang dilakukan oleh para pendeta Yahudi dan
Nasrani yang memutar-balikkan ayat-ayat Allah. Lalu menjualnya dengan harga
yang sedikit.
Para rahib dan pendeta
Yahudi dan narsani yang dikutuk Allah telah mengangkat diri mereka menjadi
tuhan yang disembah selain Allah. Lantaran mereka membuat suatu perkara yang
menyesatkan para pengikutnya. Al-Quran mengabadikan peristiwa penyesatan yang
mereka lakukan dan memvonisnya dengan sebuah penyembahan kepada manusia.
Mereka menjadikan orang-orang
alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan Al-Masih putera
Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan
selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.(QS. At-Taubah: 31)
Apalagi mengingat bahwa
pada hari ini tidak ada jamaah muslimin sebagaimana yang pernah ada di masa
Rasulullah SAW dan masa khilafah rasyidah. Meski jumlah jamaah
sangat banyak bahkan terlampau banyak, tak satu pun yang bisa dijadikan sebuah
representasi dari jama'atul muslimin sebagaimana yang kita pahami.
Karena itu pemikiran yang
memvonis bahwa orang tidak akan diterima amalnya bila belum bergabung dengan
suatu jamaah, adalah pemikiran yang tidak bisa diterima. Yang benar maksudnya
adalah bahwa amal seseorang tidak akan diterima bila tidak bergabung dengan
umat Islam, yaitu menjadi muslim dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Pengertian ini benar, sebab amal orang kafir itu sebagus apapun, tetap tidak
akan diterima di sisi Allah.
Meski orang kafir puasa seumur
hidup, shalat sepanjang malam seumur hidup, atau melakukan semua yang
dianggapnya baik, tapi tidak mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan
bahwa nabi Muhammad SAW utusan Allah, maka semua amalnya itu ibarat
fatamorgana. Lenyap tak bersisa.
Dan orang-orang kafir,
amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka
air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya Allah di sisinya, lalu Allah memberikan
kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat
perhitungan-Nya. Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi
oleh ombak, yang di atasnya ombak, di atasnya awan; gelap gulita yang
tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat
melihatnya, barangsiapa yang tiada diberi cahaya oleh Allah tiadalah dia
mempunyai cahaya sedikitpun. (QS
An-Nuur: 39-40)
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabaraktuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/