Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Saya pernah mendapatkan informasi bahwa agama Kristen berbeda dengan agama Nashrani, karena agama Kristen merupakan ciptaan Paulus sedangkan agama Nashrani merupakan agama yang didakwahkan oleh Nabi Isa a.s.
Dengan demikian, para pemeluk agama Kristen zaman sekarang tidak termasuk ahlul kitab karena sebutan tersebut hanya diberikan kepada orang Yahudi dan Nashrani. Apakah ini benar adanya?
Terima kasih banyak atas jawabannya.
Saya pernah mendapatkan informasi bahwa agama Kristen berbeda dengan agama Nashrani, karena agama Kristen merupakan ciptaan Paulus sedangkan agama Nashrani merupakan agama yang didakwahkan oleh Nabi Isa a.s.
Dengan demikian, para pemeluk agama Kristen zaman sekarang tidak termasuk ahlul kitab karena sebutan tersebut hanya diberikan kepada orang Yahudi dan Nashrani. Apakah ini benar adanya?
Terima kasih banyak atas jawabannya.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pertanyaan ini sangat fundamental dan paling sering
diperselisihkan para ulama. Dan perbedaan ini menjadi dua kutub utama, yaitu
antara mereka yang mengatakan bahwa ahli kitab sudah tidak ada lagi di zaman
sekarang, dan mereka yang mengatakan bahwa keberadaan ahli kitab masih ada.
Dengan kata lain, ada pendapat yang mengatakan bahwa yahudi dan
nasrani di zaman kita sekarang ini sudah bukan lagi ahli kitab. Dan ada
pendapat yang sebaliknya, yaitu mereka yang berpendapat bahwa yahudi dan
nasrani di zaman kita sekarang ini tetap termasuk ahli kitab.
1. Ahli Kitab Sudah Tidak Ada
Kita mulai dari pendapat mereka yang mengatakan bahwa ahli kitab
sudah tidak ada lagi di masa sekarang. Atau dengan kata lain, orang-orang
yahudi dan nasrani yang kita kenal sekarang ini, bukan termasuk dalam kategori
ahli kitab sebagaimana yang dimaksud di dalam surat Al-Maidah ayat 5 di atas.
Ada beberapa alasan yang mereka kemukakan, di antaranya yang
paling kuat adalah :
a. Sudah Menyimpang
Dalam pandangan mereka, orang-orang yahudi dan nasrani yang hidup
di zaman kita sekarang ini dianggap sudah menyimpang jauh dari fundamental
agama mereka yang asli. Agama yang dianut oleh yahudi di masa sekarang
dianggap bukan agama yang dibawa oleh Nabi Musa alaihissalam. Demikian juga,
agama yang dianut oleh umat Kristiani saat ini, dianggap bukan lagi agama yang
dibawa oleh Nabi Isa alaihissalam.
Dan penyimpangan itu bukan pada masalah yang sifatnya cabang atau
furu'iyah, melainkan justru terjadi pada esensi dan bagian yang paling
fundamental dari agama itu, yaitu prinsip dalam konsep ketuhanan.
Nabi Musa dan Nabi Isa alaihimassalam adalah nabi yang membawa
agama tauhid, yang intinya mengesakan Allah dan menganggap selain Allah adalah
makhluk. Namun baik yahudi mau pun nasrani, keduanya sama-sama mengganti
elemen paling dasar dari agama yang kini mereka anut, yaitu menjadi agama
politheis, sebagaimana prinsip dasar agama-agama paganis di Eropa. Polithies
adalah agama yang menganut prinsip bahwa tuhan itu menjalankan kekuasaannya
secara kolektif atau bersama-sama. Pendeknya, tuhannya bukan hanya satu,
melainkan dia bersekutu atau berserikat dengan tuhan-tuhan lain, meski
derajatnya lebih rendah dari tuhan yang utama.
Orang-orang yahudi telah mengubah status Nabi Uzair menjadi tuhan,
atau masuk ke dalam derajat ketuhanan dalam posisi sebagai anak
tuhan. Demikian juga orang-orang nasrani mengatakan bahwa Nabi Isa itu
masuk ke dalam jajaran orang suci yang paling tinggi, sehingga kemudian
ditahbiskan menjadi anak tuhan.
Di tahun 381 masehi, para pembesar umat Nasrani mengadakan Sidang
Konsili (Konstantinopel I). Dari sidang itu kemudian untuk pertama kali
ditetapkan bahwa ketuhanan itu sama dengan satu, dan satu sama dengan tiga.
Jadi 1 = 3 dan 3 = 1.
Kebijakan Trinitas (tatslist) ini ditetapkan oleh konstantinopel I
sebagai perkembangan dari Konsili Nikea 325 M.
Logika yang digunakan saat itu adalah kalau tiga berkumpul dalam
sesuatu yang satu, yang meliputi semua unsurnya, maka jadilah ia disebut satu. Contohnya
adalah rokok kretek, yang mempunyai tiga unsur, yaitu kertas, cengkeh dan
tembakau. Unsur-unsur itu tidak boleh disebut sebagai saling memiliki karakter,
mustahil dikatakan bahwa kertas memiliki karakter rokok, atau tembakau memiliki
karakter cengkeh. Setiap unsur memiliki karakternya sendiri-sendiri, yang
menjadi kekhususannya.
Dengan penyimpangan yang sangat jauh itu, agama monothis diubah
haluannya menjadi agama polytheis, maka sebagian kalangan mengatakan bahwa baik
yahudi maupun nasrani, sama-sama telah kehilangan jati diri yang paling asli
dari agama mereka.
Karena itu kedua agama itu dianggap sudah bukan lagi agama yang
asli dan original, sehingga tidak lagi berhak menyandang status : ahli kitab.
b. Ras dan Darah
Sebagian kalangan yang menolak yahudi dan nasrani sebagai ahli
kitab berdalil bahwa istilah ahli kitab itu mengacu hanya kepada Bani Israil
sebagai kaum, bangsa atau ras, bukan sebagai religi yang bisa dipeluk oleh
siapa saja.
Hal itu mengingat bahwa di masa lalu, Allah SWT memang menurunkan
agama hanya kepada bangsa-bangsa tertentu saja. Dimana para nabi pun diutus
hanya kepada kaum atau bangsanya saja.
Dasarnya adalah firman Allah SWT :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولٌ فَإِذَا جَاء رَسُولُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُم بِالْقِسْطِ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ
Tiap-tiap umat mempunyai rasul, maka apabila telah datang rasul
mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka tidak
dianiaya. (QS. Yunus : 47)
Di masa lalu setiap rasul yang diutus suatu kaum selalu berasal
dari kaum itu sendiri, dengan bahasa kaum itu sendiri juga. Sebagaimana firman
Allah :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa
kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. (QS. Ibrahim : 4)
Di masa sekarang ini, yahudi secara umum masih memegang prinsip
ini, yaitu agama yahudi hanya untuk ras yahudi saja, atau untuk orang yang
berdarah yahudi. Dan ada kecenderungan mereka untuk menjaga agara darah yahudi
mereka tidak hilang atau bercampur dengan darah bangsa lain.
Untuk mempertahankan keaslian darah yahudi mereka, umumnya mereka
tidak menikah kecuali dengan sesama orang yang berdarah yahudi
pula. Sehingga secara statistik, jumlah populasi yahudi di dunia ini tidak
terlalu banyak, hanya sekitar 15 jutaan saja. Lima jutaan tinggal di Amerika, 5
juta lagi tinggal di negara Palestina yang mereka jajah dan mereka beri nama Israel.
Dan sisanya tersebar di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Tetapi lain hanya dengan agama nasrani, sejak masuk ke Eropa
dibawa oleh Paulus, agama ini bukan hanya berubah dari monotheis menjadi
polytheis, tetapi juga berubah menjadi agama publik, yang mentargetkan agar
seluruh manusia bisa dirangkul masuk ke dalam agama itu. Ada istilah
menyelamatkan domba-domba yang tersesat.
Maka seiring dengan kolonialisme barat terhadap dunia timur,
proses kristenisasi menjadi bagian langsung yang didukung oleh kekuatan militer
dan perdangan. Maka bermunculan berbagai lembaga misionaris untuk memasukkan
umat manusia ke dalam agama ini.
Padahal Allah SWT ketika mengutus Nabi Isa alaihissalam, beliau
tidak diperintahkan untuk menjadi nabi bagi semua umat manusia. Tugas beliau
hanya menjadi nabi buat kaumnya saja dan tidak ada beban untuk menyebarkan
agama yang beliau bawa kepada berbagai bangsa di dunia.
Maka kalau pun berbagai bangsa itu memeluk agama nasrani,
sesungguhnya mereka tidak pernah diperintah oleh Allah untuk memeluknya. Dan
kepemelukan mereka terhadap agama yang khusus hanya buat Nabi Isa dan kaumnya
itu menjadi tidak sah alias tidak ada artinya. Dan itu berarti bangsa-bangsa di
dunia ini, selain kaumnya Nabi Isa, bukanlah umat nasrani, dus mereka bukan
ahli kitab.
Karena itu maka hewan-hewan sembelihan mereka tidak boleh dimakan
oleh umat Islam, lantaran mereka bukan termasuk ahli kitab yang sesungguhnya.
2. Ahli Kitab Masih Ada
Tentu saja para ulama yang mendukung bahwa ahli kitab di zaman
sekarang ini masih ada, punya hujjah dan argumentasi yang tidak kalah kuat.
Bahkan mereka menjawab lewat kelemahan argumentasi lawan mereka sendiri.
a. Penyimpangan Sejak Sebelum Masa Nabi
Kalau dikatakan bahwa agama yahudi dan nasrani di hari ini telah
menyimpang dari keasliannya, hal itu memang tidak bisa dipungkiri kebenarannya.
Kedua agama ini memang telah menyimpang. Tetapi sembelihan mereka tetap halal
kita makan di hari ini dengan alasan yang sulit dibantah. Alasan itu adalah
bahwa penyimpangan yang dibicarakan di atas tadi sebenarnya terjadinya bukan
hanya di hari ini saja. Penyimpangan fundamental kedua agama itu sudah terjadi
sejak masa awal sekali, ratusan tahun sebelum lahirnya Nabi Muhammad SAW
Sidang Konsili yang menetapkan Nabi Isa anak tuhan dan tuhan
menjadi tiga buah itu, digelar di tahun 381 masehi. Sedangkan Muhammad SAW
diangkat menjadi utusan Allah terjadi di tahun 611 maehi. Artinya, sudah sejak
tiga ratus tahun sebelum kenabian Muhammad SAW dan turunnya syariat Islam,
nasrani memang telah menyimpang.
Namun dalam keadaan menyimpang itu, Al-Quran tetap menyebut mereka
sebagai ahli kitab dan tetap sebagai nasrani. Bahkan penyimpangan mereka
disebut-sebut di dalam ayat Al-Quran, dan Al-Quran menyebut mereka kafir :
لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَآلُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata:
"Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam" (QS. Al-Maidah : 72)
لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata bahwasanya
Allah salah satu dari yang tiga tuhan. (QS.
Al-Maidah : 73)
Namun mereka tetap dianggap sebagai ahli kitab dan diperlakukan
sebagai ahli kitab di masa Rasulullah SAW Rasulullah SAW tidak pernah
membeda-bedakan umat nasrani di zamannya, antara yang masih bertatus ahli kitab
atau yang bukan ahli kitab.
Dan hal itu berarti di zaman sekarang ini pun mereka tetap saja
berstatus sebagai ahli kitab. Sebab penyimpangan yang mereka lakukan sejak sebelum
masa Rasulullah SAW itu tidak membuat mereka keluar status sebagai ahli kitab.
Kalau penyimpangan mereka di masa Nabi SAW tetap tidak mengubah
status mereka sebagai ahli kitab, lalu apa yang membuat mereka sekarang ini
dianggap bukan lagi ahli kitab?
b. Ahli Kitab Selain Bani Israel
Sedangkan argumentasi yang menyebutkan bahwa status ahli kitab itu
hanya terbatas pada darah dan keturunan saja, atau hanya mereka yang punya ras
sebagai Bani Israil saja, sehingga bangsa-bangsa lain yang memeluk nasrani
tidak dianggap sebagai nasrani, juga merupaka pendapat yang lemah.
Dimana titik kelemahan argumentasi itu?
Kita bisa buka lembarah sejarah di masa Rasulullah SAW Ada dua
raja di masa Nabi yang bukan berdarah Bani Israel, tetapi oleh beliau SAW
dianggap sebagai nasrani.
Fakta yang pertama, adalah orang-orang Yaman di masa itu yang
merupakan ahli kitab dan bukan berdarah Israil. Raja Yaman dan penduduknya
memeluk agama nasrani, sebelum diislamkan oleh dua shahabat Nabi SAW, Muadz bin
Jabal dan Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahuanhuma.
Di waktu Nabi SAW dilahirkan, seorang raja Yaman yang beragama
nasrani datang ke Mekkah dengan membawa pasukan bergajah dengan niat mau
merobohkan Ka'bah. Dia bernama Abrahah. Tidak ada keterangan Abrahah ini
keturunan atau berdarah Israil, tetapi yang jelas dia seorang pemeluk agama
nasrani.
Bahkan motivasinya datang ke Mekkah untuk merobohkan Ka'bah tidak
lain karena di Yaman ada gereja yang besar, dan dia ingin agar orang-orang Arab
beribadah ke gerejanya dan bukan ke Ka'bah.
Ketika Nabi SAW menutus dua shahabatnya ke Yaman, beliau
memberikan arahan bahwa keduanya akan berdakwah ke negeri yang penduduknya
termasuk ahli kitab. Padahal mereka tidak berdarah Israil. Fakta yang
kedua, raja dan rakyat Habasyah di Afrika. Sekarang negeri ini disebut
Ethipoia. Raja dan penduduknya tentu berdarah Afrika dengan ciri kulit hitam
dan rambut keriting sesuai ras benua itu.
Dan ras Bani Israil di Palestina tentu tidak ada yang berwarna
kulit hitam dengan rambut keriting dan hidung mancung ke dalam. Kalau kita
sandingkan ras Bani Israel dengan ras orang Afrika, maka jelas sekali
perbedaannya dengan hanya sekali lirik saja.
Namun raja negeri Habasyah, An-Najasyi, jelas-jelas beragama
nasrani sebagaimana disebutkan dalam sirah Nabawiyah. Dan Rasulullah SAW
sengaja mengirim para shahabatnya berhijrah ke Habasyah karena tahu bahwa raja
dan rakyatnya beragama nasrani.
Maka klaim bahwa status ahli kitab itu hanya untuk ras Bani Israil
saja tidak berlaku dan tidak dilakukan oleh Rasulllah SAW Beliau lebih
memandang bahwa siapa saja yang mengaku dan berikrar bahwa dirinya seorang
pemeluk agama nasrani, maka kita perlakukan dia sesuai dengan pengakuannya,
bukan berdasarkan kualitas pelaksanaan ajarannya, juga bukan dari ras atau
warna kulitnya.
Maka dua argumentasi yang dikemukakan oleh mereka yang mengatakan
sudah tidak ada lagi ahli kitab di masa sekarang adalah argumentasi yang lemah,
dan ditolak serta tidak sesuai dengan praktek langsung yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW
Hal itu berarti, sembelihan orang yahudi dan nasrani hari ini
hukumnya tetap halal dan sah, karena status mereka tetap masih sebagai ahli
kitab.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/