Assalamualaikum wr
wb,
Pak Ustadz yang dirahmati Allah.
Saya minta pencerahan kpd ustadz. Begini pertanyaan saya:
beberapa waktu yang lalu kita ketahui bahwa Aceh dilanda bencana tsunami. Menurut sebagian orang, rakyat Aceh telah diberi peringatan oleh Allah untuk bertobat agar mengingat kembali kepadaNya. Namun yang menjadi renungan saya ialah kenapa, misalnya, Las Vegas, tidak pernah "ditegur" Allah. Padahal kota ini terus bermaksiat. Sementara kalau muslim berbuat "salah sedikit" langsung "dijewer" oleh Allah. Bagaiamana kita menyikapi kejadian spt itu? Sukron
Pak Ustadz yang dirahmati Allah.
Saya minta pencerahan kpd ustadz. Begini pertanyaan saya:
beberapa waktu yang lalu kita ketahui bahwa Aceh dilanda bencana tsunami. Menurut sebagian orang, rakyat Aceh telah diberi peringatan oleh Allah untuk bertobat agar mengingat kembali kepadaNya. Namun yang menjadi renungan saya ialah kenapa, misalnya, Las Vegas, tidak pernah "ditegur" Allah. Padahal kota ini terus bermaksiat. Sementara kalau muslim berbuat "salah sedikit" langsung "dijewer" oleh Allah. Bagaiamana kita menyikapi kejadian spt itu? Sukron
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Kami memandang bahwa di
balik setiap peristiwa, baik yang menyakitkan atau pun yang menggembirakan,
selalu ada rahasia yang mungkin bisa terkuak, namun banyak juga yang tidak bisa
terkuak.
Kalau umat terdahulu yang
membangkang lantas dihancurkan, logikanya adalah azab. Misalnya Fir'aun di
tenggelamkan, atau kaum Sodom diamblaskan ke dalam bumi dan seterusnya.
Namun untuk Aceh dengan
tsunaminya, rasanya kok tidak seperti adzab untuk umat terdahulu. Sebab
kemungkaran bukan hanya terjadi di Aech saja. Bahkan dalam banyak hal, justru
Aceh merupakan daerah yang lumayan kuat memegang sendi-sendi Islam. Bahkan nama
Aceh serambi Makkah pun dalam banyak kasus masih bisa dibuktikan.
Lantas mengapa Allah SWT
menghendaki terjadi Tsunami di Aceh? Tentunya bukan karena semata-mata mereka
kaum pendusta dan sering berbuat kemungkaran. Sebab kalau ukurannya demikian,
logika anda seharusnya benar, seharusnya Las Vegas yang dijatuhi meteor sebesar
gunung Himalaya. Tetapi kehidupan di sana sampai hari ini aman-aman saja, kemaksiatan
jalan terus dengan langgengnya.
Mungkin logika adzab tidak
atau kurang tepat kalau kita terapkan dalam musibah Tsunami di Aceh, begitu
juga dengan serangkaian gempa, lumpur panas, gunung meletus, laut yang
mengganas, banjir, longsor atau jatuhnya pesawat dan tenggelamnya kapal laut.
Sebab kalau logika musibah
itu semata-mata hanya untuk menghukum mereka yang ingkar, masih banyak negeri
lain yang jauh lebih ingkar. Orang-orang di RRC dan Uni Soviyet (rusia) sampai
hari ini masih tidak mau mengakui keberadaan Allah. Seharusnya, negeri mereka
ditenggelamkan saja ke dasar bumi. Tapi nyatanya mereka aman-aman saja.
Seharusnya orang-orang
Amerika diterbangkan topan tornado yang merata satu benua, hingga tidak ada
lagi sisa kehidupan di benua itu. Lantaran mereka sudah lama terbiasa berzina,
minum khamar, makan riba, dan mengingkari Quran dan sunnah. Bahkan mereka
sampai hari ini tetap masih menjadi penanggung jawab utama atassegala
pemusnahan manusia di muka bumi. Mereka bertanggung-jawab atas punahnya suku
Indian, dahsyatnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, ladang pembantaian di
Vietnam, ratanya Iraq dengan tanah, habisnya minyak kekayaan bangsa arab dan
sejuta dosa lainnya.
Tapi sekali lagi, mereka
toh aman-aman saja. Tidak ada gempa, Tsunami, banjir, longsor atau kelaparan di
sana.
Lalu apa rahasia di balik
semua ini?
Mengapa seolah-olah Allah
SWT kurang adil (naudzu billah)?
Barangkali jawaban yang
paling sederhana adalah bahwa Allah SWT memang ingin menyatakan eksistensi
diri-Nya. Bahwa Dia adalah Tuhan. Dengan segala sifat Kebesaran dan
Kemaha-kuasaannya, Dia sangat berhak untuk melakukan apa saja. Baik yang
menyenangkan kita atau pun yang menyedihkan kita. Dia sangat berhak untuk
melakukan tanpa harus memberi alasan apapun. Dia punya hak tertinggi untuk itu.
Mengapa bisa begitu?
Jawabnya, ya karena Dia
memang Tuhan. Jadi berhak melakukan apa saja. Beda dengan kita, makhluk rendah
tak berdaya. Tidak mampu melakukan apapun, bahkan tidak berhak untuk menanyakan
mengapa. Justru kita ini akan ditanya.
Lalu benarkah Allah SWT
tidak adil?
Jawabnya, Allah SWT Maha
Adil. Dan keadilan itu hanya ada pada Allah SWT. Hanya manusia bodoh saja yang
meragukan sifat Adil Allah SWT. Karena pikirannya terbatas, ilmunya terbatas,
kemampuannya dalam memahami segala sesuatu juga terbatas.
Dan kalau pun ada orang
yang tidak berdosa, tiba-tiba mati begitu saja diterjang Tsunami, tetap saja
Allah SWT Maha Adil. Bagaimana logikanya?
Logikanya juga sederhana
saja. Pada hakikatnya kita sebagai manusia tidak akan mengenal kematian. Yang
ada hanya berpindah alam saja. Dari alam dunia ke alam barzakh terus
ke alam akhirat. Dan semua manusia pasti akan melaluinya, cepat atau lambat.
Adapun bagaimana cara pindahnya, tentu sangat variatif. Bisa dengan Tsunami,
letusan gunung berapi atau bisa dengan sakit menahun atau apapun caranya.
Tapi intinya, semua itu
hanya sekedar satu dari seribu cara untuk pindah alam. Pada dasarnya manusia
tidak pernah mati. Mungkin jasadnya bisa saja hancur, tapi dengan segera bisa
terbantuk lagi. Bukankah jaringan dan sel-sel di tubuh kita ini setiap hari selalu
berganti tanpa kita sadari. Jaringan dan sel yang mati segera diperbaharui
lewat bahan makanan yang kita serap.
Maka Allah SWT tetap Maha
Adil ketika menurunkan 'bencana' kepada orang yang 'tidak berdosa'. Sebab pada
hakikatnya, semua itu bukan bencana, melainkan hanya sebuah cara untuk pindah
alam saja.
Keadilan Allah SWT akan
lebih nampak lagi ketika orang yang menjalankan syariat-Nya selama diberi waktu
hidup di alam dunia mendapatkan reward di alam berikutnya.
Sebaliknya, orang yang ketika diberi kesempatan hidup di alam dunia ini, tapi
kerjanya hanya membangkang tidak mau mengakui ketuhanan-Nya, maka di alam
berikutnya dia akan mendapat punishment. Wahai betapa Adilnya Allah
SWT.
Padahal syariat yang harus
dijalaninya di alam dunia pada dasarnya sangat bermanfaat untuk menyamanan
hidupnya di alam dunia juga. Bukankah memotong tangan pencuri akan membuat alam
dunia ini aman dari pencurian? Bukankah merajam pezina akan membuat alam dunia
ini punya harga diri? Bukankah mencambuk 80 kali peminum khamar akan membuat
alam dunia ini logis, masuk akal dan hidup nyaman?
Bahkan Allah SWT sendiri
sangat tidak butuh pada pengakuan makhluq-Nya, bahkan seluruh makhluq itu
kompak sepakat untuk melakukan pembangkangan massal sekalipun, tidak secuil pun
Allah SWT dirugikan. Manusia sejak Adam hingga hari akhir di sisi Allah
bagaikan sebutir debu di tengah padang pasir luas. Ada dan tidak adanya, sama
sekali tidak ada masalah.
Buat Orang Kafir, Mungkin
Allah Dianggap Tidak Adil
Ya, buat orang yang atheis
atau tidak percaya adanya alam berikutnya, ingkar kepada datangnya hari
pembalasan, yaumul qiyamah, hisab dan seterusnya, bisa saja dia beranggapan
Allah itu tidak adil.
Orangseperti ini bahkan
bukan sekedar mengatakan Allah tidak adil, bahkan dia pun tidak percaya bahwa
Allah itu ada. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun!
Dan konyolnya, yang
berpikiran seperti ini bukan hanya penduduk RRC dan Rusia yang atheis secara
resmi, orang-orang yang status agamanya Islam pun seringkali jadi
'atheis-atheis kesiangan'. Mereka seringkali mempertanyakan Allah SWT dengan
segala tindakan-Nya. Bahkan menuduh Allahsebagai tuhan yang tidak adil, pilih
kasih, keras, semena-mena dan seterusnya.
Ketika Allah SWT
memperkenalkan diri-Nya lewat Al-Quran dan hadits nabawi, mereka malah
mengarang sendiri dengan imajinasi mereka tentang profil tuhan. Maka konsep
tuhanyang ada dalam benak mereka tidak lain adalah tuhan buatan imajinasi
mereka. Bukan tuhan yang sesungguhnya.
Tuhan yang sesungguhnya
tidak didefinisikan oleh otak manusia, tidak ditanya-tanyai ketika melakukan
sesuatu, tidak diharuskan begini atau atau begitu oleh alur logika manusia.
Tuhan yang sesungguhnya adalah tuhan yang kita kenal lewat jalur resmi, yaitu
wahyu. Di luar wahyu, mohon maaf, kita tidak pernah mengarang tentang konsep
tuhan.
Maka Allah SWT tetap Maha
Adil ketika menerjangkan Tsunami kepada penduduk Aceh. Mengapa? Karena Dia
adalah tuhan.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/