Assalamu Alaikum wr. wb.
Ustadz
Makin hari mulai makin
terasa berat saja ya ustadz yang dihadapi Islam akhir-akhir ini. Munculnya
ajaran-ajaran yang membawa nama Islam tetapi yang tidak mengakui Nabi kita
Muhammad SAW sebagai nabi terakhir lah, atau sholat yang mulai dilakukan secara
aneh-aneh lah, atau yang tidak perlu puasa Ramadhan lah, tetapi mereka
menjalankan ajarannya layaknya seperti ajaran Islam. Apa itu semua trik kaum
kafir untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam yang murni, atau ada
fenomena apa, ya ustadz? Atau ini tanda-tanda akhir zaman? Lalu bagaimana kita
sebagai muslim untuk menyikapinya?
Demikian saja ustadz,
Wassalamualaikum wr. wb.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Boleh saja sebagian di
antara kita menganalisa demikian, misalnya semua ini adalah trik musuh-musuh
Islam, atau bahkan juga merupakan tanda-tanda akhir zaman. Namun lepas dari
semua analisa itu, ada satu hal yang juga jangan sampai kita lupakan. Yaitu akar
permasalahan dari semua ini. Berbagai macam penyimpangan itu semestinya
tidak perlu tersiar bila saja umat Islam ini punya sistem 'kekebalan' aqidah.
Di masa rasulullah SAW, nyaris tidak pernah kita dapati kasus penyimpangan
paham yang aneh-aneh seperti sekarang ini, demikian juga di masa para khulafa
ar-rasyidun, bahkan juga pada masa-masa salafuna ash-shalih.
Mengapa demikian? Jawabnya
karena di masa itu, Islam diajarkan dengan sangat efektif kepada semua lapisan
umat. Akses untuk mengenal ajaran Islam sedemikian terbuka, sehingga nyaris
tidak ada tempat lagi buat syetan untuk mengisi kekosongan aqidah
umat. Sebaliknya yang terjadi masa sekarang, suburnya berbagai macam
bentuk penyelewengan pemikiran di tengah milyaran umat Islam justru dikarenakan
lemahnya sistem kekebalan (immunitas) umat dari sisi aqidah.Begitu banyak umat
Islam yang jahil terhadap agamanya sendiri. Dan penyebabnya mudah ditebak,
ya karena akses umat Islam untuk bisa belajar agama Islam nyaris tersumbat
seluruhnya, kecuali lewat lubang-lubang jarum yang nyaris tidak mungkin bisa
dilewati. Kalau Nabi Muhammad SAW telah mewajibkan seluruh umat Islam untuk
belajar agamanya, justru umat Islam nyaris tidak pernah mengupayakannya.
Menuntut ilmu hukumnya
fardhu bagi tiap-tiap muslim (HR. Ibnu Majah)
Lembaga/ Institusi
Pendidikan Agama
Namun umat Islam kini
justru tidak punya lagi institusi untuk mengajarkan Islam secara serius. Agama
Islam tidak diajarkan di sekolah-sekolah, kecuali hanya sekedar basa-basi.
Bahkan malah muncul ide untuk memisahkan sekolah agama dan sekolah umum, seolah
agama tidak perlu diajarkan kecuali buat mereka yang mau mempelajarinya
saja. Pelajaran pendidikan agama Islam sejak dari SD hingga perguruan
tinggi sama sekali tidak pernah berhasil mengajarkan agama secara proporsional.
Bahkan sekedar memastikan bahwa umat Islam bisa membaca Al-quran sekalipun
tidak pernah ada pertanggung-jawabannya.
Urusan belajar agama seolah
menjadi urusan masing-masing, negara dianggap tidak punya kewajiban untuk
mengajarkan agama. Dan nyatanya memang negara ini tidak pernah mendirikan
sekolah agama, madrasah, pesantren atau bahkan masjid sekalipun. Kalau di
negeri ini ada masjid, madrasah, pesantren dan sebagainya, semua itu hasil
infaq, waqaf dan patungan sukarela umat Islam sendiri. Padahal yang membayar
pajak dan membiayai penyelenggaraan negara adalah umat Islam.
Di tingkat orang dewasa,
lebih sulit lagi untuk mendapatkan akses belajar ilmu agama. Kalau pun ada
kursus, seminar, pelatihan atau pendidikan, biasanya untuk hal-hal yang terkait
dengan kepentingan duniawi semata. Kursus bahasa Inggris, komputer, pajak
(brevet) mungkin paling banyak dicari. Tapi kursus agama, sudah banyak yang
berdiri dan sudah bubar jalan.
Kalau pun di masjid ada
pengajian, seringkali tidak terporgram dengan baik. Di samping sulit sekali
mendapatkan ustadz yang berkualitas, yang menguasai ilmu-ilmu keIslaman dengan
baik.
Lenyapnya Ulama
Faktor yang tidak kalah
penting yang menyebabkan munculnya pemikiran yang menyeleweng dari aqidah
karena semakin langkanya para ulama. Yang tua sudah banyak yang dipanggil
Allah, sedangkan yang muda belum kelihatan tanda-tandanya. Kalau pun ada,
kapasitasnya bukanlah ulama, melainkan sekedar tukang pidato yang berkostum
kiyai, lalu diekspose media sehingga mencuat, namun sayangnya dari segi ilmu
dan kapasitasnya amat jauh dari kriteria ulama.
Bagaimana mau disebut
ulama, kalau bahasa Arab pun tidak paham? Bagaimana dia akan menerangkan suatu
ayat, kalau merujuk ke kitab tafsir pun tidak mampu? Bagamana mau menerangkan
hadits nabawi, kalau diminta mentakhrij sebuah hadits pun tidak punya ilmunya?
Belum lagi kalau kita
bicara kuantitas perbandingan jumlah ulama dengan umat. Rasio perbandingannya
menjadi sangat tidak imbang. Sehingga seorang ulama harus melayani begitu banyak
umat Islam, yang tersebar di seantero nusantara ini.
Dan sayangnya sekali lagi,
tidak ada satu pihak yang memikirkan untuk memberi ma'isyah atau
sekedar nafkah bagi para ulama. Jangan bandingkan dengan penceramah ibu kota
yang sekali ceramah bisa mengantungi jutaan rupiah, tetapi bayangkanlah para
ulama yang di desa-desa, daerah terpencil bahkan di pinggiran jakarta
sekalipun. Maka sedikit sekali ibu-ibu yang memompakan semangat kepada anaknya
agar kelak menjadi ulama. Bahkan ibu guru di sekolah kalau memberikan
pilihan kepada anak didiknya tentang cita-cita mereka, tidak pernah menyebutkan
profesi ulama sebagai pilihan. Paling-paling mereka bertanya, "Anak-anak,
nanti kalau besar mau jadi dokter, insinyur atau pilot?" Belum pernah
mereka menawarkan apakah anak-anak mau jadi ulama?
Munculnya Aliran Sesat
Di tengah lesu darahnya
pengajaran agama di tengah umat dalam arti luas, maka lahirnya wilayahblank
spot, suatu wilayah di tengah umat yang tidak tersentuh siraman dakwah dan
taklim Islam. Bahkan seringkali bukan di pedalaman Kalimantan, melainkan di
tengah belantara beton Jakarta, masih banyak terdapat. Sesungguhnya semua
kebohongan dari pemikiran sesat di tengah umat hanya akan tumbuh subur di
wilayah blank spot ini. Orang-orang yang awam dengan Al-Quran
dan As-Sunnah serta tidak pernah mendapatkan pendidikan agama yang mendasar
sejak kecil, paling rentan terhadap virus ini. Sayangnya, jumlah mereka justru
mayoritas dan paling besar.
Dan memang nyatanya, semua
aliran sesat dan menyeleweng itu umumnya paling diminati dan paling gigih
diperjuangkan oleh mereka yang tidak punya dasar agama yang baik. Mereka baru
saja punya semangat beragama setelah bertemu dengan pemikiran sesat itu. Tentu
lewat indoktrinasi sesat yang eksiotik dan eksklusif. Jadilah mereka ibarat
kerbau yang dicocok hidungnya, ibarat kuda diberi kaca mata, ibarat katak di
bawah tempurung. Mereka tidak bisa melihat kebenaran karena sudah dicekoki oleh
seniornya dengan beragam racun pemikiran yang berbahaya.
Antisipasi
Maka bila kita tidak ingin
gerakan sesat ini setiap hari bermunculan dengan beragam bentuk dan versinya,
tidak ada jalan lain kecuali kita meningkatkan kualitas dan kuantitas
pengajaran agama Islam secara berkesinambungan. Jangan sampai ada lagi
wilayah blank spot di negeri ini.
Ulama harus disegera
dilahirkan dengan jumlah dan kualitas yang berlipat. Baik lewat pengkaderan
maupun lewat pengiriman calon ulama ke berbagai universitas Islam berkualitas
di berbagai negara Islam. Bahkan untuk mempercepat, para ulama di timur tengah perlu
'diimpor' kesini dalam jumlah besar, untuk akselerasi pertumbuhan ulama di
negeri ini. Penceramah yang tidak bisa bahasa arab dan kurang pelajaran
syariah, perlu didorng dan diberi semangat untuk sekolah lagi dengan serius,
jangan hanya sibuk ceramah kesana kemari mengejar order pesanan. Mereka harus
berpikir untuk meningkatkan mutu dan kematangan ilmu.
Sekolah Islam, madrasah,
pesantren, majelis taklim perlu direvolusi pendiriannya, ditingkatkan
kualitasnya, diperluas cakupannya, diperkaya modalnya, dipercanggih sistemnya,
diakselerasikan secara serius, profesional dan bertanggung-jawab. Jangan ada
lagi pelarangan dan rasa curiga dari kalangan tertentu bahwa pesantren itu
sarang teroris. Kecurigaan seperti ini tidak punya tujuan lain kecuali ingin merobohkan
agama. Semoga Allah SWT menolong kita semua dan selama kita menolong
agama-Nya dari kerusakan pemikiran aliran sesat. Amien.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber
: http://www.rumahfiqih.com/