Assalamu'alaikum Waraohmatullohi Wabarokatuh
Ana mau bertanya...
Peristiwa Perpecahan Umat Islam yang dimulai pada masa
kekhalifahan Ali Bin Abi Thallib Ra. Dan masa kekhalifahan setelahnya merupakan
sesuatu yang sangat disayangkan...
Ana paham bahwa kita sebagai muslim tidak sepatutnya mencap buruk kepada para salafus sholeh tersebut... Karena mereka (para sahabat terutama) sudah dijamin Alloh dengan ridho-Nya. Namun, bukan untuk mencari siapa yang benar dan menyalahkan yang lain, ana ingin diberi penjelasan tentang hal apa yang membuat "mereka" samapai seperti itu (terutama saat perang jamal" antara Sahabat Ali Ra. Dengan Ibunda Aisyah rah dan Sahabat Muawiyah Ra.
Apa saja pertimbangan dari masing-masing pihak sehingga mereka
sampai memutuskan untuk perang melawan sesama muslim. Di luar mana yang
benar dan yang salah, ana ingin ustadz menjelaskan mengapa mereka sampai
memutuskan begitu, dari kedua sisi... Mengapa ada peristiwa yang menimpa husein
Ra. Dan serentetan peristiwa lainnya yang sangat banyak.
Apakah semua itu ada kaitannya dengan kemunculan Syi'ah
Harap Ustadz mau menjawabnya dan ana juga ingin tau di mana ana
bisa mencari jawaban lebih rincinya...
Jazakalloh... Assalamualaikum
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Barangkali kami tidak akan menjelaskan duduk persoalan yang anda
tanyakan, karena ada hal yang justru lebih penting lagi untuk kita ketahui
bersama, terkait dengan masalah ini. Yaitu tentang keshahihan sejarah yang kita
anggap sebagai sejarah Islam. Benarkah memang ada cerita seperti itu?
Sejauhmana kedudukan sejarah itu dibandingkan dengan standar keshahihan suatu
hadits?
Jawabannya memang masih belum jelas, sama tidak jelasnya dengan
kerumitan sejarah Islam itu sendiri. Tetapi yang perlu kita ketahui adalah
bahwa para shahabat nabi itu adalah orang-orang yang telah diridhai Allah SWT,
bahkan hal itu ditegaskan secara eksplisit di dalam Al-Quran.
Juga perlu dipahami bahwa para shahabat nabi adalah orang-orang
yang langsung dibina lewat tangan Rasulullah SAW, sehingga melecehkan para
shahabat sama saja artinya dengan melecehkan Rasulullah SAW.
Dan yang paling penting, kalau kita sampai menyatakan bahwa para
shahabat itu jelek karena saling berbunuhan antar sesama mereka, maka kita
sebenarnya sudah membunuh agama Islam itu sendiri. Mengapa? Karena kita tidak
kenal Islam kecuali lewat tangan para shahabat nabi. Kalau kita sudah
mendeskreditkan satu di antara para shahahabat, lalu akan ada saudara kita yang
akan membalas mendiskreditkan shahabat yang lainnya. Dan akhirnya semua
shahabat pun akan kebagian penilaian negatif dari kita. Dan selesailah agama
Islam.
Keshahihan Sejarah Islam: sebuah pe-er besar
Dibandingkan dengan periwayatan hadits, apa yang kita pahami
sebagai 'sejarah Islam' sebenarnya sangat dhaif dari segi
keshahihannya. Kalau dalam dunia hadits, para ulama telah berhasil mengukir
sejarah dengan tinta emas dalam hal keberhasilan mereka membuat sistem kritik
hadits, maka dalam dunia sejarah, kritik itu tidak pernah terjadi.
Dalam dunia hadits kita mengenal Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam
At-Tirmizy dan lainnya yang terkenal dengan ketekunan mereka dalam menyeleksi
keshahihan suatu hadits, hingga ilmu naqd (kritik) hadits
menjadi sebuah fenomena satu-satunya di dunia Islam, bahkan di dunia ilmu
pengetahuan.
Misalnya Al-Bukhari, beliau telah menghabiskan umurnya untuk
menelusuri satu persatu tiap riwayat hadits yang didapatnya. Konon dari 50
ribuan hadits yang ditelitinya, hanya 5 ribuan saja yang masuk ke dalam kitab
Shahihnya. Itu pun dengan pengulangan-pengulangan. Kalau tidak diulang-ulang,
ada yang menghitung bahwa jumlahnya hanya sekitar 2000-an saja.
Padahal jumlah hadits ada jutaan riwayat. Setelah diperas dan
diperas dengan sejumlah kriteria yang 'teramat' ketat, tingga 2000-an saja.
Ini menunjukkan bahwa tidak semua riwayat yang kita dapat dari
nabi SAW bisa kita terima begitu saja. Harus ada sistem yang baku dan standar
untuk menyeleksinya. Itu pun baru sebatas kritik pada sanadnya, belum pada
matan (teks)-nya.
Bagaimana dengan sejarah Islam?
Adakah sistem kritik sanad periwayatan sebagaimana hadits nabi
SAW? Jawabnya, unfortunetly, kita belum punya.
Di dalam ilmu sejarah Islam, boleh dibilang nyaris sama sekali
kita tidak punya sistem yang baku untuk mengkritisi riwayat-riwayat sejarah
umat Islam. Semua riwayat sejarah itu datang begitu saja, ditulis oleh siapa
saja, dikarang dan direkayasa oleh kalangan mana saja, termasuk oleh
orang-orang kafir yang memusuhi Islam. Yang terakhir ini justru lebih
mendominasi, sayangnya.
Kalau kita baca 'sejarah umat Islam' hari ini, terutama yang
diajarkan di sekolah dan kampus Islam, boleh dibilang nyaris semuanya ditulis
oleh orang kafir. Kalau pun penulisnya muslim, tapi rujukannya tetap dari
penulis sejarah yang kafir. Kalau pun ada buku sejarah karya umat Islam, maka
sejarawan muslim itu tetap tidak bisa lepas dari penelitian dan kabar orang
kafir.
Kita Membaca Sejarah Diri Sendiri Lewat Tulisan Musuh-musuh kita
Bayangkan, kita membaca sejarah diri sendiri lewat tulisan
musuh-musuh kita. Seolah antara kita dan sejarah kita sendiri ada dinding tebal
yang tak tembus apapun. Sehingga hanya lewat tulisan musuh-musuh kita saja lah
kita baru kenal sejarah kita sendiri.
Contoh Pertama: Masuknya Islam ke Nusantara
Bukankah sejarah masuknya agama Islam di Indonesia yang katanya
baru terjadi pada abad ke-13, hanyalah karangan Dr. Snouck Hurgronje? Padahal
kalau dikritisi lebih jauh, ternyata Hurgonje sangat jauh meleset dari
asumsinya itu.
Dan hari ini terbukti, seorang putera umat Islam, telah berhasil
merontokkan sejarah versi orang kafir yang terlanjur resmi jadi kurukulum
nasional itu. Adalah Prof. Dr. Buya Hamka yang dengan sangat valid berhasil
menegaskan bahwa agama Islam tiba di negeri ini bukan di abad ke-13, melainkan
di abad ke-7. Yakni masih di zaman para shahabat nabi SAW. Bahkan beliau
memastikan bahwa salah seorang shahabat nabi, yaitu Yazid bin Mu'awiyah telah
menginjakkan kaki di Nusantara ini.
Tetapi versi sejarah Islam yang resmi di kurikulum formal tetap
saja versi orang kafir yang telah menjajah negeri ini. Rupanya para pembuat
kurikulum sejarah lebih percaya pada hadits riwayat Hurgronje dari pada riwayat
Hamka.
Contoh Kedua: Sejarah Umat Islam Bagaikan Cerita Silat
Lebih jauh lagi, buku-buku sejarah Islam itu tidak lebih dari
cerita silat yang isinya hanya darah, pembunuhan, air mata, dendam kesumat dan
turun temurun, perebutan tahta kekuasaan. Tidak lebih kotor dari cerita tentang
pembantaian biadab model Hitler, Musolini, Lenin dan Stalin.
Kalau ada seorang non muslim yang baca versi sejarah yang sekarang
dianggap sebagai sejarah Islam, 99% mereka akan punya gambaran bahwa umat Islam
tidak lebih dari cerita silat. Dari stu dinasti ke dinasti yang lain. Para
pendekar saling berbunuhan, saling dendam antar keturunan, saling tikam, saling
mengkhianati, saling tebas leher, teman jadi lawan dan lawan jadi teman.
Semua isi cerita dari awal sampai akhir, sangat berbeda dengan isi
Quran dan sunnah. Bagaimana mungkin sebuah umat yang dibina langsung oleh nabi,
hidup di bawah naungan Quran dan sunnah, punya warisan intelektual yang
sedemikan kaya, kok tidak beda dengan cerita Shaolin?
Sekarang pertanyaannya adalah: siapakah yang telah menulis semua
itu? Dari mana cerita-cerita tentang pertumpahan darah itu berasal? Siapa yang
meriwayatkannya? Sejauh mana validitas dan keshahihannya?
Jawabnya adalah semua itu datang dari para ahli sejarah. Tentang
validitasnya? Kebanyakn orang tidak peduli, fasik atau tidak, tsiqah atau
tidak, dha'if atau tidak. Jangankan hal itu, bahwa agamanya pun ternyata bukan
Islam.
Apa agama mereka? Non muslim, yahudi atau nasrani. Kalau pun ada
orang Islam yang jadi ahli sejarah, guru mereka adalah non muslim yang kerjanya
memang memusuhi Islam.
Inilah kenyataan pahit yang harus kita telan, setiap kita bicara
tentang sejarah umat Islam. Wajar kalau Dr. Muhammad Qutub, adik kandung Sayyid
Qutub, pernah menyatakan bahwa kita harus menulis ulang sejarah Islam. Sebab
yang diklaim sebagai sejarah Islam pada hari ini sebenarnya bukan sejarah
Islam, melainkan sekedar cara pandang musuh-musuh Islam terhadap sejarah Islam.
Sedangkan sejarah Islam sendiri sebagai sebuah realitas, tidak
pernah terbukti validitasnya. Kalau disandingkan dengan keshahihan hadits
Bukhari, maka semua sejarah itu tidak lebih dari sekedar hadits-hadits dha'if,
bahkan maudhu' (palsu).
Karena tidak pernah ada serangkaian tes, juga tanpa sistem kritik
yang baku dan ketat, tanpa proses penelitian atas kepribadian para pembawa
riawayatnya.
Sejarah Islam Versi Non Muslim = Israiliyat
Maka yang sering disebut dengan 'sejarah Islam' sekarang ini,
secara hukum tidak jauh kedudukannya dari cerita israiliyat belaka. Di mana
kita bisa saja menerima hal itu tapi bisa saja menolaknya mentah-mentah.
Mengapa demikian?
Karena yang menyampaikan kepada kita tidak lain adalah sama-sama
Bani Israil juga. Cerita-cerita bohong tentang nabi-nabi terdahulu disampaikan
oleh bani Israil tanpa kepastian kebenarannya. Maka cerita-cerita tentang
'sejarah umat Islam' yang sekarang ini kita baca, tidak lebih baik shahih dari
kisah Israiliyat juga. Karena diriwayatkan oleh mereka, yaitu non muslim dari
Bani Israil (Yahudi dan Nasrani).
Sudah Adakah Rintisan Ke Arah Sana?
Mengingat musuh-musuh Islam sangat memanfaatkan kelemahan di
bidang ini. Dan ribuan judul buku dan makalah telah mereka keluarkan untuk
menohok umat Islam, maka sudah ada sebagian dari ulama yang mulai menulis
kajian ini secara lebih kritis.
Meskipun belum sampai menjadi sebuah sistem kritik yang baku seperti dalam ilmu kritik hadits.
Kita mengenal kitab Al-'Awashim minal Qawashim, karya
Al-Qadhi Abu Bakar Al-Arabi yang lumayan bisa dijadikan rujukan untuk
meluruskan sejarah Islam. Versi arabnya bisa anda download di sini.
http://www.saaid.net/book/16.zip
Juga ada beberapa kitab lainnya yang berupaya mengkritisi dengan
versi umat Islam, misalnya kitabDimaa' 'alaa qamishi Utsman bin Affan (darah
di kemeja Utsman bin Affan), karya Dr. Ibrahim Abdul Fattah Al-Mutanawi. Beliau
juga menulis kitab Tha'natun fii Qalbi Ali bin Thalib (Tikaman
di jantung Ali bin Abi Thalib).
Buku lainnya yang menarik untuk anda baca adalah Shubuhat
wa abathil 'an Mu'awiyah (Isu dan tuduhan seputar Muawiyah) karya Abu
Abdullah Az-Zahabi. Beliau juga menulis kitab lain yang tidak kalah hebatnya,
yaitu Abathil allati tumha minat-tarikh (kekeliruan yang harus
dihapus dari sejarah). Juga ada kitab lain yang jangan sampai ditinggalkan,
misalnya kitab Istisyhadu Al-Husain: Dirasat Naqdiyah Tahliliyah (Syahidnya
Al-Husein: Studi kritis dan pemecahan).
Yang sudah dalam terjemahan adalah karya Prof DR. Muhammad
Amhazun. Beliau menulis berdasarkan riwayat dari Imam At-Thabari dan para
muhaditsin yang lainnya. Buku tersebut telah diterjemahkan oleh Dr. Daud Rasyid
MA dengan judul “FITNAH KUBRO (Tragedi Pada Masa Sahabat) Klarifikasi Sikap
serta Analisa Historis Dalam Perspektif Ahli Hadits dan Imam Al-Thabary”.
Penerbitnya adalah LP2SI Al-Haramain, Jakarta.
Semoga Allah melahirkan dari umat muslimin di abad ini orang-orang
yang akan memperbaharui penulisan sejarahnya, agar kelemahan umat yang satu ini
bisa ditambal. Amien
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/