Assalamualaikum Wr. Wb
Saya ingin bertanya
mengenai tasawuf berikut pengertiannya secara lebih mendalam karena banyak hal
yang membuat saya tertarik untuk mempelajarinya. Sekian dan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jawaban :
1. Pengertian Tasawwuf
Tasawwuf dari segi bahasa
ada yang mengatakan berasal dari akar kata Shafia yang berarti
bersih atau suci. Ada juga yang mengatakan berasal dari akar kata shuff yang
berarti wol, jenis bahan pakaian yang terbuat dari bulu domba. Konon para shufi
pada masa lalu banyak yang menggunakan pakaian dari jenis ini. Dan banyak lagi
yang menghubungkannya dengan makna lainnya.
Tasawuf dalam bentuk
istilah baku memang belum dikenal pada zaman Nabi Muhammad SAW. Istilah ini
lahir beberapa abad pasca masa hidup RAsulullah SAW.
Namun bila ditilik dari
sisi esensi dan tujuan, maka bisa dikatakan bahwa tashawwuf adalah suatu cara
orang untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan kebersihan hati serta
menjauhkan diri dari hal-hal yang berbau keduniaan. Dengan pengertian seperti
ini maka dapat dikatakan bahwa Rasulullah SAW dan para shahabat adalah para
shufi yang selalu mendekatkan diri pada Allah SWT dengan menjalankan semua
perintah Allah dan menjauhi larangannya.
Memang dalam fenomena
sejarah sering kita dapati para penganut paham tasawuf menggunakan
bermacam-macam cara dan metoda dalam melangkah. Dan harus kita terima kenyataan
bahwa sebagai ndari jalan yang diambil itu ada yang tidak sesuai dengan apa
yang diajarkan oleh Baginda Nabi SAW. Sebagaimana banyak pula dari mereka yang
tetap berjalan di atas jalan yang lurus dan selamat dari hal-hal dilarang.
2. Contoh Aktifitas
Tasawwuf Yang Bertentangan Dengan Syariat:
a. Dalam masalah Aqidah dan
Keimanan
Dalam keyakinannya mereka
terkadang menyalahi aqidah dan ketetapan yang qath`i yang berasal dari Al-Quran
dan Sunnah. Seperti keyakian bahwa bila telah mencapai tingkat ma`rifat
(tingkatan yang tinggi) dalam pandangan mereka, maka seseorang tidak perlu lagi
menjalankan syariat. Dia tidak perlu melakukan shalat, puasa, zakat, haji dan
sebagainya. Mereka berkeyakinan manusia yang telah mencapai derajat itu sudah
bebas tugas dari Allah. Ini adalah paham yang salah dan bertentangan dengan
aqidah Islam. Karena Allah SWT berfirman:
Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya.(QS. Al-Hasyr: 7)
b. Dalam masalah pandangan
sempit pada Islam
Yang termasuk dalam
kesalahan para pengikut tasawwuf adalah isolasi (memutuskan kontak) terhadap
masalah sosial dan kerjanya hanya berzikir di dalam masjid. Mereka tidak
bekerja mencari nafkah, tidak mencari ilmu, tidak berdakwah, tidak berjihad dan
tidak menolong fakir miskin. Alasan mereka bahwa semua itu adalah aktifitas
keduniaan semata. Padahal Islam adalah agama yang sangat memperhatikan hubungan
sosial bahkan mewajibkan bekerja karena kerja mencari nafkah adalah ibadah.
Allah berfirman:
Apabila telah ditunaikan
sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumuah: 10)
Islam mencakup semua aspek
kehidupan baik pribadi, keluarga, masyarakat, ekonomi, politik, perang bahkan
mengatur negara. Islam adalah agama sekaligus negara. Rasulullah SAW adalah
seorang Nabi, pemimpin masyarakat, ahli ekonomi, ahli tata negara, panglima
perang, sekaligus juga seorang pendidik dan ayah teladan bagi anak-anaknya.
Beliau bekerja mencari nafkah, melakukan aktifitas sosial dan transaksi
perdagangan bahkan memimpin penyerbuan dalam perang.
Bila pandangan sebagian
pengikut tasawwuf seperti ini, berarti mereka telah beriman pada sebagian ayat
dan mengingkari ayat yang lain, persis sebagaiman Bani Israil melakukannya.
Karena Al-Quran sendiri mengatur seluruh sisi kehidupan manusia.
Apakah kamu beriman kepada
sebahagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah
balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam
kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang
sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.(QS AL-Baqarah: 85)
c. Dalam masalah Tata Cara
Dalam mendekatkan diri
kepada Allah, ada di antara mereka yang melakukan tari-tarian dan gerakan badan
yang pada titik tertentu seperti orang kesurupan, melafalkan kalimat-kalimat
aneh yang tidak diajarkan oleh Nabi, bahkan terkadang meminum khamar dan
cara-cara yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Dengan cara itu mereka
beranggapan telah sampai dan bertemu dengan Allah, padahal mereka telah ditipu
oleh Syetan. Atau ada yang melakukan jenis ibadah tertentu seperti puasa wishal
(bersambung) yang telah diharamkan, atau mengharamkan jenis makanan tertentu
yang Allah halalkan dan sebaliknya.
Firman Allah SWT:
Dan syaitan menjadikan
mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka
dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang yang berpandangan
tajam. (QS. Al-Ankabut - 28)
Demikianlah Kami jadikan
setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah
kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka
kerjakan. (QS Al-An`am: 108)
Arti tasawuf dalam agama
ialah memperdalam ke arah bagian rohaniah, ubudiah, dan perhatiannya tercurah
seputar permasalahan itu. Agama-agama di dunia ini banyak sekali yang menganut
berbagai macam tasawuf, di antaranya ada sebagian orang India yang amat fakir.
Mereka condong menyiksa diri sendiri demi membersihkan jiwa dan meningkatkan
amal ibadatnya. Dalam agama Kristen terdapat aliran tasawuf khususnya bagi para
pendeta. Di Yunani muncul aliran Ruwagiyin. Di Persia ada aliran yang bernama
Mani'; dan di negeri-negeri lainnya banyak aliran ekstrim di bidang rohaniah.
Kemudian Islam datang
dengan membawa perimbangan yang paling baik di antara kehidupan rohaniah dan
jasmaniah serta penggunaan akal. Maka, insan itu sebagaimana digambarkan oleh
agama, yaitu terdiri dari tiga unsur: roh, akal dan jasad. Masing-masing dari
tiga unsur itu diberi hak sesuai dengan kebutuhannya. Ketika Nabi saw. melihat
salah satu sahabatnya berlebih-lebihan dalam salah satu sisi, sahabat itu
segera ditegur. Sebagaimana yang terjadi pada Abdullah bin Amr bin Ash. Ia
berpuasa terus menerus tidak pernah berbuka, sepanjang malam beribadat, tidak
pernah tidur, serta meninggalkan isteri dan kewajibannya.
Lalu Nabi saw. menegurnya
dengan sabdanya, "Wahai Abdullah, sesungguhnya bagi dirimu ada hak (untuk
tidur), bagi isteri dan keluargamu ada hak (untuk bergaul), dan bagi jasadmu
ada hak. Maka, masing-masing ada haknya." Ketika sebagian dari para
sahabat Nabi saw. bertanya kepada isteri-isteri Rasul saw. mengenai ibadat
beliau yang luar biasa. Mereka (para isteri Rasulullah) menjawab, "Kami
amat jauh daripada Nabi saw. yang dosanya telah diampuni oleh Allah swt, baik
dosa yang telah lampau maupun dosa yang belum dilakukannya." Kemudian
salah seorang di antara mereka berkata, "Aku akan beribadat sepanjang
malam." Sedang yang lainnya mengatakan, "Aku tidak akan
menikah." Kemudian hal itu sampai terdengar oleh Rasulullah saw, lalu
mereka dipanggil dan Rasulullah saw. berbicara di hadapan mereka.
Sabda beliau,
"Sesungguhnya aku ini lebih mengetahui daripada kamu akan makrifat Allah
dan aku lebih takut kepada-Nya daripada kamu; tetapi aku bangun, tidur,
berpuasa, berbuka, menikah, dan sebagainya; semua itu adalah sunnah Barangsiapa
yang tidak senang dengan sunnahku ini, maka ia tidak termasuk golonganku."
Karenanya, Islam melarang melakukan hal-hal yang berlebih-lebihan dan
mengharuskan mengisi tiap-tiap waktu luang dengan hal-hal yang membawa manfaat,
serta menghayati setiap bagian dalam hidup ini. Munculnya sufi-sufi di saat
kaum Muslimin umumnya terpengaruh pada dunia yang datang kepada mereka, dan
terbawa pada pola pikir yang mendasarkan semua masalah dengan pertimbangan
logika. Hal itu terjadi setelah masuknya negara-negara lain di bawah kekuasaan
mereka.
Berkembangnya ekonomi dan
bertambahnya pendapatan masyarakat, mengakibatkan mereka terseret jauh dari apa
yang dikehendaki oleh Islam yang sebenarnya (jauh dari tuntutan Islam). Iman
dan ilmu agama menjadi falsafah dan ilmu kalam (perdebatan); dan banyak dari
ulama-ulama fiqih yang tidak lagi memperhatikan hakikat dari segi ibadat
rohani. Mereka hanya memperhatikan dari segi lahirnya saja. Sekarang ini,
muncul golongan sufi yang dapat mengisi kekosongan pada jiwa masyarakat dengan
akhlak dan sifat-sifat yang luhur serta ikhlas. Hakikat dari Islam dan iman,
semuanya hampir menjadi perhatian dan kegiatan dari kaum sufi.
Mereka para tokoh sufi
sangat berhati-hati dalam meniti jalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh
Al-Qur, an dan As-Sunnah. Bersih dari berbagai pikiran dan praktik yang
menyimpang, baik dalam ibadat atau pikirannya. Banyak orang yang masuk Islam
karena pengaruh mereka, banyak orang yang durhaka dan lalim kembali bertobat
karena jasa mereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam, yang
berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama di bidang makrifat,
akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam rohani, semua itu tidak dapat
diingkari.
Tetapi, banyak pula di
antara orang-orang sufi itu terlampau mendalami tasawuf hingga ada yang
menyimpang dari jalan yang lurus dan mempraktikkan teori di luar Islam, ini
yang dinamakan Sathahat orang-orang sufi; atau perasaan yang halus dijadikan
sumber hukum mereka. Pandangan mereka dalam masalah pendidikan, di antaranya
ialah seorang murid di hadapan gurunya harus tunduk patuh ibarat mayat di
tengah-tengah orang yang memandikannya.
Banyak dari golongan Ahlus
Sunnah dan ulama salaf yang menjalankan tasawuf, sebagaimana diajarkan oleh
Al-Qur'an; dan banyak pula yang berusaha meluruskan dan mempertimbangkannya
dengan timbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Di antaranya ialah Al-Imam
Ibnul Qayyim yang menulis sebuah buku yang berjudul,
"Madaarijus-Saalikin ilaa Manaazilus-Saairiin, " yang artinya
"Tangga bagi Perjalanan Menuju ke Tempat Tujuan." Dalam buku tersebut
diterangkan mengenai ilmu tasawuf, terutama di bidang akhlak, sebagaimana buku
kecil karangan Syaikhul Islam Ismail Al-Harawi Al-Hanbali, yang menafsirkan
dari Surat Al-Fatihah, "Iyyaaka na'budu waiyyaaka nastaiin."
Kitab tersebut adalah kitab
yang paling baik bagi pembaca yang ingin mengetahui masalah tasawuf secara
mendalam. Sesungguhnya, tiap-tiap manusia boleh memakai pandangannya dan boleh
tidak memakainya, kecuali ketetapan dan hukum-hukum dari kitab Al-Qur'an dan
Sunnah Rasulullah saw. Kita dapat mengambil dari ilmu para sufi pada bagian
yang murni dan jelas, misalnya ketaatan kepada Allah swt, cinta kepada sesama
makhluk, makrifat akan kekurangan yang ada pada diri sendiri, mengetahui tipu
muslihat dari setan dan pencegahannya, serta perhatian mereka dalam
meningkatkan jiwa ke tingkat yang murni.
Di samping itu, menjauhi
hal-hal yang menyimpang dan terlampau berlebih-lebihan, sebagaimana diterangkan
oleh tokoh sufi yang terkenal, yaitu Al-Imam Al-Ghazali. Melalui ulama ini,
dapat kami ketahui tentang banyak hal, terutama ilmu akhlak, penyakit jiwa dan
pengobatannya.
Kesimpulan:
- Tasawwuf memiliki tujuan yang baik
yaitu kebersihan diri dan taqarrub kepada Allah. Namun tasawwuf tidak
boleh melanggar apa-apa yang telah secara jelas diatur oleh Al-Quran dan
As-Sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman atau pun tata cara yang dilakukan.
- Tidak semua tasawwuf bid`ah dan
sesat, selama tasawwuf itu berpegang pada dasar syariat yang benar.
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/