Assalamu'alikum Wr wb.
Bapak Ustad yang saya hormati semoga diberkahi Allah SWT.
Setelah saya membeli beberapa buku agama dengan pengarang satu
sama lain yang berbeda, di sana ada titik temu setelah saya membacanya, dalam
hati saya terdetak "bahwa apa yang telah saya baca sungguh tidak diterima
dan susah bila dikerjakan dan sangat menyalahi dan bertentangan bila nantinya
saya terapkan di masyarakat.
Contohnya ketika kita mendoakan untuk orang yang telah
meninggalkan kita (wafat), dengan niat agar pahalanya sampai kepadanya. Dalam
buku yang berjudul "Tanbihat 'ala Qiraatil Qur'an
Lil-amwat" di sana menjelaskan,
bahwa pengarangnya cenderung mengatakan bahwa perbuatan itu tidak akan
menghasilkan apa-apa alias nihil. Namun, hati saya tetap menolak bahwa hal itu
tidak mungkin!!
Mohon keterangan dari pak Ustad.
Jazakallahu Khair
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Setiap buku yang kita baca mewakili pemikiran dan pendapat
penulisnya. Termasuk buku-buku agama sekali pun. Sehingga jangan bingung kalau
ada beberapa buku tentang hal yang sama namun isinya bertentangan.
Bahkan bukan hanya sesama buku, kemungkinan pertentangan itu juga
mungkin terjadi dengan apa yang selama ini kita anggap sebagai pendapat kita.
Itu adalah resiko kita membaca buku, yaitu kita akan berkenalan dengan banyak
pemikiran lain yang belum tentu sesuai dengan pemikiran kita.
Misalnya tentang masalah yang anda tanyakan, apakah doa yang kita
bacakan itu punya manfaat buat orang yang sudah wafat. Banyak buku yang terbit
menolak kemungkinan hal itu. Tentu dilengkapi dengan berbagai macam dalilnya.
Beberapa buku bahkan mengatakan bahwa mendoakan orang mati sebagai bid'ah yang
sesat.
Barangkali anda termasuk orang yang punya pendapat bahwa mendoakan
orang yang sudah wafat itu berguna dan bermanfaat untuk kita yang membacanya
serta berguna untuk yang didoakan. Begitu membaca buku yang menolak hal itu,
maka muncul tanda tanya besar dalam diri anda. Paling tidak anda akan merasa
bingung.
Ragam Buku Fiqih
Khusus dalam masalah buku agama dan khususnya masalah fiqih yang
memang banyak variasi pendapat di dalamnya, ada dua jenis buku.
Pertama, ada buku yang hanya memuat satu pendapat saja, atau satu
mazhab saja. Kedua, ada buku yang memuat banyak pendapat dari beberapa mazhab,
sambil menguraikan detail dari argumentasinya. Buku jenis pertama membuat
seseorang jadi punya satu pegangan dalam menjalankan agama. Karena hanya satu
pendapat yang disampaikan, maka dengan mudah bisa dijalankan dan diikuti.
Buat orang awam dan pemula serta tidak terlalu banyak mengkritisi
pendapat orang lain, buku seperti ini sangat baik. Karena biasanya tampil
praktis, simple dan mudah. Bahkan dalam dalam banyak hal, bisa sangat cocok
untuk pelajaran di sekolah dasar dan menengah yang bersifat homogen.
Buku jenis kedua adalah buku fiqih yang merangkum sekian banyak
pendapat dari beragam mazhab. Buku seperti tidak memihak kepada salah satu
mazhab, namun memberikan data dan materi yang dipegang oleh beberapa mazhab.
Kira-kira semacam ensiklopedi khusus di bidang pendapat mazhab-mazhab fiqih dan
petanya.
Buku seperti ini sangat dibutuhkan terutama oleh mereka yang hidup
di tengah masyarakat yang heterogen, seperti di Jakarta. Di dalam kota Jakarta
ada beragam mazhab fiqih, namun hidup di bawah satu atap masjid yang sama.
Buku ini menjelaskan landasan hujjah masing-masing pendapat,
sekaligus memberikan wawasan bahwa setiap orang berhak punya pendapat dan orang
lain wajib menghargai pendapatnya. Bukan berarti penulis buku seperti
tidak boleh punya pendapat sendiri. Namun ketika menyampaikan pendapatnya,
penulis tidak dengan serta merta 'menghabisi' pendapat yang tidak sesuai dengan
pendapatnya.
Masalah Doa dan Pahala Bacaan Quran untuk Orang Mati
Sebagian ulama memang menyatakan tegas bahwa tidak ada doa atau
bacaan Al-Quran yang bisa dikirimkan kepada orang yang telah wafat. Namun
di sini kami akan kami sebutkan juga beberapa dalil dari kalangan yang
sebaliknya, yaitu yang mengatakan bahwa doa dan bacaan Al-Quran bisa membawa
manfaat bagi orang yang sudah meninggal. Dalil-dalil itu antara lain:
Dari Ma'qil bin Yasar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Bacakanlah surat Yaasiin atas orang yang meninggal di antara kalian. (HR Abu Daud, An-Nasaa'i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Dalil lainnya adalah hadits berikut ini:
Jantungnya Al-Quran adalah surat Yaasiin. Tidak seorang yang
mencintai Allah dan negeri akhirat membacanya kecuali dosa-dosanya diampuni.
Bacakanlah (Yaasiin) atas orang-orang mati di antara kalian." (ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Hadits ini dicacat oleh Ad-Daruquthuny dan Ibnul Qathan, namun
Ibnu Hibban dan Al-Hakim menshahihkannya.
Hadits lainnya lagi adalah hadits berikut ini:
Dari Abi Ad-Darda' dan Abi Dzar ra berkata, "Tidaklah
seseorang mati lalu dibacakan atasnya surat Yaasiin, kecuali Allah ringankan
siksa untuknya." (HR Ad-Dailami dengan
sanad yang dhaif sekali)
Adalah Ibnu Umar ra gemar membacakan bagian awal dan akhir surat
Al-Baqarah di atas kubur sesuah mayat dikuburkan. (HR Al-Baihaqi dengan sanad yang hasan).
Mereka yang menolak terkirimnya pahala bacaan untuk orang meniggal
berargumen bahwa semua hadits tentang perintah Rasulullah SAW untuk membacakan
Al-Quran atas orang meninggal itu harus dipahami bukan kepada orang meninggal,
melainkan kepada orang yang hampir meninggal. Jadi menjelang kematiannya, bukan
pasca kematiannya atau setelah dikuburkannya.
Namun argumentasi mereka dibantah oleh As-Syaukani, penyusun kitab
Nailul Authar. Beliau mengatakan bahwa lafadz yang ada di dalam hadits itu
jelas-jelas menyebutkan kepada orang yang meninggal. Kalau ditafsirkan kepada
orang yang belum mati, mereka harus datang dengan qarinah. (Lihat Nailur Authar
jilid 4 halaman 52)
Sedangkan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menuliskan dalam kitab
Riyadhush-Shalihin dalam judul: Doa untuk mayyit setelah dikuburkan dan berdiri
di kuburnya sesaat untuk mendoakannya dan memintakan ampunan untuknya serta
membacakan Al-Quran, menyebutkan bahwa Al-Imam As-syafi'i rahimahullah berkata,
"Sangat disukai untuk dibacakan atasnya Al-Quran. Kalau sampai bisa
khatam, tentu sangat baik.
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny halaman 758 menuliskan bahwa
disunnahkan untuk membaca Al-Quran di kubur dan dihibahkan pahalanya.
Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad pernah mengatakan bahwa hal itu
bid'ah, namun kemudian beliau mengoreksi kembali pernyataannya.
Imam Abu Hanifah dan Imam Malik rahimahumallah berpendapat bahwa
membacakan Al-Quran buat orang yang sudah wafat itu tidak ada dalam sunnah.
Namun Al-Qarafi dari ulama kalangan mazhab Al-Malikiyah mengatakan yang berbeda
dengan imam mazhabnya.
Jadi intinya, masalah ini memang khilaf di kalangan ulama.
Sebagian mengakui sampainya pahala bacaan Al-Quran untuk orang yang telah
meninggal, sedangkan sebagian lainnya tidak menerima hal itu. Dan perbedaan
pendapat ini adalah hal yang amat wajar. Tidak perlu dijadikan bahan
permusuhan, apalagi untuk saling menjelekkan satu dengan lainnya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/