Assalamualaikum,
ustadz, saya ingin menanyakan perihal kewajiban nafkah seorang anak kepada orang tuanya, apakah benar bahwa islam mewajibkan anak memberi nafkah kepada orang tuanya? Lalu kapan anak menjadi wajib memberikan nafkah kepada orang tuanya? Bagaimana jika si anak juga dalam keadaan tidak mampu?
mohon penjelasannya. Jazakallahu
wassalamualaikum wr wb
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ulama 4 madzhab sepakat, bahwa anak punya kewajiban menafkahi
orang tua kandungnya jika memang mereka sudah tidak mampu lagi bekerja,
sehingga tidak punya penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Bahkan Imam Ibnu Al-Munzir mengatakan bahwa itu adalah sebuah
Ijma’ (konsesus) bahwa seorang anak wajib menafkahi orang tuanya di saat orang
tua tidak mampu lagi bekerja untuk mencukupi kebutuhannya. Sebagaimana direkam
oleh Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni:
فَحَكَى ابْنُ الْمُنْذِرِ قَالَ : أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ نَفَقَةَ الْوَالِدَيْنِ الْفَقِيرَيْنِ اللَّذَيْنِ لا كَسْبَ لَهُمَا , وَلا مَالَ , وَاجِبَةٌ فِي مَالِ الْوَلَدِ
“para ulama telah berijma’ bahwasanya orang tua yang fakir dan
tidak punya penghasilan serta tak punya harta, wajib bagi anaknya memberikan
nafkah untuk mereka dari hartanya” (Al-Mughni
11/373)
Dalil Al-Quran
Selain itu, banyak juga ayat dan hadits yang memang menunjukkan
bahwa seorang anak wajib memberikan nafkah kepa orang tuanya dalam keadaan
orang tua tersebut miskin dan tidak punya penghasilan untuk menutupi
kebutuhannya, apalagi jika mereka sudah berada dalam umur tua. Di antara
dalil-dali tersebut ialah:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya”. (Al-Isra: 23)
Allah swt setelah mewajibkan manusia untuk beribadah kepada-Nya
dan untuk tidak menyukutukan-Nya, Allah swt kemudian mewajibkan untuk kita
berbuat baik (Ihsan) kepada orang tua. Artinya memang ihsan kepada mereka
adalah sebuah kewajiban bagi orang muslim.
Dan termasuk kebaikan ialah memberikan nafkah untuk kedua orang
tua tersebut.
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia” (Al-Isra: 23)
Ini adalah lanjutan ayat di atas yang mempunyai kandungan hukum
sama, yaitu berbuat ihsan kepada orang tua. Dalam ayat ini Allah swt melarang
kita untuk berkata “ah” kepada orang tua.
Para ulama tidak menafsirkan ini secara tektual, akan tetapi
menafsirkannya secara kontekstual, bahwa yang dimaksud dalam ayat ini ialah
bukan menyakiti secara verbal dengan kalimat ‘ah’, akan tetapi menyakiti dalam
bentuk yang lain pun termasuk dalam ayat ini. jadi yang dilarang itu bukan
verbal atau bukan, tapi yang dilarang itu menyakiti. Maka apapun bentuk
menyakiti seorang anak kepada orang tuanya, itu dilarang dalam syariah. Kalau
berkata ‘ah’ saja dilarang, apalagi yang jauh lebih besar dari itu, tentu akan
jauh lebih dilarang.
Jadi, membiarkan orang tua dalam keadaan susah dan tidak
memberikan mereka nafkah juga termasuk menyakiti yang jelas-jelas dilarang oleh
syariah.
Dalil Hadits
Disebutkan dalam hadits dari sahabat Abdullah bin Amr, bahwa salah
seorang sahabat mendatangi Nabi dan bertanya tentang harta yang ia miliki namun
ia mempunyai orang tuanya yang miskin, apakah ia wajib menafkahi? Lalu nabi
menjawab:
أَنْتَ وَمَالُكَ لِوَالِدِكِ ، إِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مَنْ أَطْيَبِ كَسْبِكُمْ ، فَكُلُوا مِنْ كَسْبِ أَوْلاَدِكُمْ
“sesunggunya kamu dan hartamu adalah milik orang tua mu. Dan
anak-anakmu adalah bagian dari penghasilanmu yang baik, maka makanlah dari
penghasilan anak-anakmu” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)
Kalau penghasilan anak itu terhitung sebagai penghasilan orang tuanya,
maka menafkahi orang tua pun menjadi kewajiban anaknya, karena itu bagian dari
penghasilan mereka.
Syarat Wajib Menafkahi Orang Tua
Kemudian ulama memberikan syarat kapan seorang anak menjadi wajib
hukumnya untuk memberikan nafkah kepada orang tuanya,
[1] Orang Tua Miskin dan Tidak Mampu Kerja
Bahwa seorang anak menjadi wajib hukumnya untuk memberikan nafkah
kepada orang tua jika orang tua tersebut dalam keadaan tidak mampu atau sudah
tidak punya penghasilan untuk menutupi kebutuhannya. Akan tetapi ulama
madzhab Al-Malikiyah mengatakan memang wajib memberikan nafkah kepada orang tua
yang miskin, akan tetapi kewajibannya itu jika orang tua miskin dan memang
masih mampu bekerja.
Akan tetapi jika ia masih mampu untuk bekerja, maka ia harusnya
bekerja, bahkan dipaksa untuk bekerja dan bukan meminta kepada anaknya. Imam
Al-Dardir mengatakan dalam kitabnya Al-Syarh Al-Kabir:
حَيْثُ عَجَزَ عَنْ الْكَسْبِ وَإِلَّا لَمْ تَجِبْ عَلَى الْوَلَدِ وَأُجْبِرَا عَلَى الْكَسْبِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ
“(wajib memberikan nafkah) jika orang tua itu tidak mampu lagi
berusaha/bekerja, dan jika tidak begitu (jika orang tua tidak dalam keadaan
miskin dan tidak mampu bekerja) maka tidak ada kewajiban bagi anaknya untuk
menafkahi. Dan kedua orang tuanya itu dipaksa untuk bekerja, dan ini pendapat
yang muktamad (dipegang)” (Hasyiyah Al-Dusuqi ‘ala
Syarh Al-Kabir 2/522)
[2] Anak Yang Menafkahi Adalah Orang Mampu
Selain itu juga disyaratkan bahwa anak yang memberikan nafkah itu
adalah anak yang mampu dan memang punya penghasilan serta kelebihan untuk
menafakahi orang tuanya, setelah ia memberikan nafkah untuknya dan keluarganya.
Imam Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Kafi fi Fiqh Al-Imam Ahmad bin
Hanbal, mengatakan:
الثاني: أن يكون للمنفق ما ينفق عليهم فاضلًا عن نفقة نفسه وزوجته، لما روى جابر، أن النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قال:
«ابدأ بنفسك، ثم بمن تعول»
“(syarat kedua) ialah bahwa si anak yang wajib menafkahi orang
tuanya ini mempunyai nafkah yang lebih setalh ia menafkahi dirinya dan isrinya.
Sebagaimana diriwayatkan dari sahabat Jabir, bahwa Nabi saw bersabda: ‘mulailah
(menafkahi) dirimu sendiri dan kemudian keluargamu’.” (Al-Kaafi 3/240)
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Zarkasih, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/