Assalamu alaikum
Semoga ustadz selalu diberi kesehatan dan dalam lindungan Allah SWT.
Dalam waktu dekat Insya Allah saya dan istri akan melakukan ibadah haji. Biasanya jemaah haji indonesia saat tanggal 8 Dzulhijah, tidak pergi ke Mina tetapi langsung ke Arafah.
Manakah yang lebih utama, Langsung ke Arafah atau ke Mina dulu? Sedangkan saya sebenarnya condong ke Mina dulu, sebagai iitibak hajinya nabi, hal seperti ini dibilang dengan istilah tanazul....
Wassalamu alaikum
Semoga ustadz selalu diberi kesehatan dan dalam lindungan Allah SWT.
Dalam waktu dekat Insya Allah saya dan istri akan melakukan ibadah haji. Biasanya jemaah haji indonesia saat tanggal 8 Dzulhijah, tidak pergi ke Mina tetapi langsung ke Arafah.
Manakah yang lebih utama, Langsung ke Arafah atau ke Mina dulu? Sedangkan saya sebenarnya condong ke Mina dulu, sebagai iitibak hajinya nabi, hal seperti ini dibilang dengan istilah tanazul....
Wassalamu alaikum
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Pada dasarnya semua detail manasik ibadah haji kita ini harus mengacu kepada manasik haji Rasululah SAW. Sebagaimana perintah beliau SAW sendiri dalam hadits :
Pada dasarnya semua detail manasik ibadah haji kita ini harus mengacu kepada manasik haji Rasululah SAW. Sebagaimana perintah beliau SAW sendiri dalam hadits :
خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
Ambillah dariku tata cara
haji kalian (HR. Muslim)
Namun dalam bentuk realnya,
tidak semuanya berstatus wajib dijalankan. Tetapi ada variasi dan pembagian
status hukum. Ada manasik statusnya menjadi rukun, dimana haji tidak sah kalau
ditinggalkan. Contohnya adalah wuquf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Namun ada juga yang
statusnya hanya sekedar sunnah. Dan salah satu contohnya adalah bermalam
(mabit) di Mina sejak tanggal 8 Dzulhijjah (hari Tarwiyah). Dan semua itu
terjadi serta dilakukan oleh para shahabat sepengetahuan beliau SAW sendiri.
Yang dimaksud dengan sunnah haji adalah bagian dari ritual ibadah haji, yang apabila dikerjakan akan mendatangkan pahala bagi pelakunya, namun apabila ditinggalkan, tidak berdampak apa-apa, tidak perlu mengulang, tidak perlu bayar denda, dam atau kaffarah, dan ibadah hajinya tetap sah.
Yang dimaksud dengan sunnah haji adalah bagian dari ritual ibadah haji, yang apabila dikerjakan akan mendatangkan pahala bagi pelakunya, namun apabila ditinggalkan, tidak berdampak apa-apa, tidak perlu mengulang, tidak perlu bayar denda, dam atau kaffarah, dan ibadah hajinya tetap sah.
Satu-satunya masalah hanya
terletak pada nilai pahala yang tidak sempurna atau kurang. Namun bukan berarti
hambatan untuk sahnya ibadah haji.
Oleh karena itu statusnya
merupakan pilihan. Bila dirasa bermalam di Mina mudah dilakukan dan mampu tanpa
harus memaksakan diri, silahkan saja dikerjakan. Sebaliknya, bila untuk
bermalam itu ternyata akan menimbulkan masalah baru, padahal masalah yang lain
sudah cukup banyak, maka seandainya tidak dikerjakan pun tidak mengapa.
Memang ada sebagian
kalangan yang agak memaksakan kehendak, sehingga harus bersusah-susah
memaksakan diri bermalam di Mina pada saat itu. Tentu saja tujuannya pasti
mulia, yaitu ingin ittiba' atau ikut sunnah Nabi SAW.
Cuma kadang-kadang cara
yang dilakukannya agak berlebihan atau agak terlalu memaksakan. Bahkan tidak
jarang sampai bertindak agak di luar batas, yaitu menjelek-jelekkan mereka yang
tidak bermalam di Mina pada hari itu. Seolah-olah yang tidak bermalam di Mina
itu hajinya keliru, salah, tidak sesuai sunnah dan berbagai macam julukan yang
kurang baik lainnya.
Bahkan ada salah satu teman
saya yang jadi pembimbing haji yang menjadikan mabit di Mina sebagai bagian
dari taktik dagang dan bahan promosi bisnis haji. Slogannya cukup bikin panas :
"Ikutilah Rombongan Haji Kami, Karena Hanya Kami Yang Sesuai Dengan
Sunnah Rasulullah".
Kesannya, kalau tidak ikut
rombongan milik dirinya, maka haji yang kita lakukan tidak sesuai dengan sunnah
Rasulullah SAW. Lucunya, jamaah yang dibimbingnya pun dicekoki doktrin-doktrin
sejenis. Sehingga setiap bertemu dengan orang-orang selalu mengecap bahwa semua
jamaah haji itu keliru. Dan yang sesuai dengan sunnah Rasulullah hanya jamaah
mereka saja.
Padahal Rasulullah SAW
sendiri tidak mewajibkan dan tidak mengharuskan. Beliau SAW tahu bahwa
kemampuan tiap jamaah itu tidak sama. Ada yang kuat dan ada yang lemah. Ada
yang mampu menginap di Mina dan ada yang tidak mampu.
Oleh karena itulah
sesungguhnya di dalam ritual manasik ibadah haji yang diajarkan oleh beliau
SAW, selalu saja terdapat celah-celah keringanan bagi umatnya. Dan celah itu
justru bagian dari keistimewaan ibadah haji yang diajarkan oleh Rasulullah SAW
sendiri.
Dan tugas para ulama adalah
membuatkan daftar mana saja yang menjadi rukun yang tidak boleh ditinggalkan,
dan mana saja yang hukumnya jadi wajib atau sunnah dalam haji.
Selain bermalam di Mina
pada hari Tarwiyah itu, yang juga termasuk sunnah-sunnah haji yang lainnya
misalnya Tawaf Qudum, khutbah Arafah, berjalan kaki dari Mina ke Arafah, dan
bermalam di Muzdalifah pada malam Nahr dan seterusnya.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/