Assalamu'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Setelah saya membaca artikel Ustadz yang berjudul "Dosa Riba Setara Berzina dengan Ibu KandungSendiri", saya jadi takut ustadz. Yang mau saya tanyakan adalah, apakah ada kiat2 menurut Ustadz, agar kita semua bisa terhindar dari bahaya RIBA tersebut ?
Demikianlah, terimakasih atas waktunya.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Setelah saya membaca artikel Ustadz yang berjudul "Dosa Riba Setara Berzina dengan Ibu KandungSendiri", saya jadi takut ustadz. Yang mau saya tanyakan adalah, apakah ada kiat2 menurut Ustadz, agar kita semua bisa terhindar dari bahaya RIBA tersebut ?
Demikianlah, terimakasih atas waktunya.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Agar kita bisa selamat dari transaksi riba, ada dua langkah strategis. Pertama, kenali riba. Kedua, pelajari akad-akad alternatifnya.
A. Langkah Pertama : Kenali Riba Agar Terhindar
Langkah pertama dan paling penting adalah ilmu pengetahuan tentang riba dengan bentuk dan wujudnya. Sebab orang yang tidak tahu prinsip riba, sangat boleh jadi dia akan terperosok tanpa sadar ke dalam riba.
Barangkali kita merasa aman-aman saja, seolah-olah akad transaksi muamalat yang digunakan sudah halal. Sayangnya, karena ilmu dan pemahaman kita tentang riba sangat terbatas, ternyata justru yang kita jalankan malah akad-akad ribawi yang diharamkan Allah SWT.
Dalam kenyataanya, alangkah banyaknya umat Islam yang terperosok ke jurang riba, semata-mata karena keawaman mereka.
Betapa sakit hati kita nanti di akhirat, sudah merasa pede masuk surga, ternyata malah masuk neraka. Rupanya, selama di dunia kita lupa tidak pernah belajar ilmu syariah, khususnya fiqih muamalah. Sehingga tanpa sadar kita malah sudah menjadi aktifis akad ribawi yang paling depan dan paling rajin.
Naudzubillah min dzalik
B. Langkah Kedua : Pelajari Akad-akad Syar'i Pengganti Riba
Kemudian langkah kedua adalah mengetahui akad-akad yang halal dan dibenarkan syariah, sebagai alternatif pengganti akad ribawi yang haram.
Sesungguhnya kalau kita punya pemahaman dan ilmu yang luas tentang fiqih muamalah, sebenarnya ada banyak sekali akad yang halal yang bisa dijalankan tanpa harus terkena resiko riba.
Sayangnya, karena agak jarang kita mendalami ilmu fiqih muamalat, akhirnya kita sering terburu-buru untuk berdalih dengan kedaruratan, yang pada akhirnya tetap jatuh ke riba juga.
Jadi intinya kita harus mengganti akad-akad yang mengandung riba dengan akad-akad yang dibenarkan di dalam syariah Islam. Namun tetap punya tujuan yang sesuai dengan kebutuhan aslinya.
Di antara beberapa alternatif itu adalah mengganti akad riba menjadi akad kredit, atau akad rahn (gadai syar'i), atau menjadi akad kerjasama bagi hasil. Berikut sedikit rinciannya.
Agar kita bisa selamat dari transaksi riba, ada dua langkah strategis. Pertama, kenali riba. Kedua, pelajari akad-akad alternatifnya.
A. Langkah Pertama : Kenali Riba Agar Terhindar
Langkah pertama dan paling penting adalah ilmu pengetahuan tentang riba dengan bentuk dan wujudnya. Sebab orang yang tidak tahu prinsip riba, sangat boleh jadi dia akan terperosok tanpa sadar ke dalam riba.
Barangkali kita merasa aman-aman saja, seolah-olah akad transaksi muamalat yang digunakan sudah halal. Sayangnya, karena ilmu dan pemahaman kita tentang riba sangat terbatas, ternyata justru yang kita jalankan malah akad-akad ribawi yang diharamkan Allah SWT.
Dalam kenyataanya, alangkah banyaknya umat Islam yang terperosok ke jurang riba, semata-mata karena keawaman mereka.
Betapa sakit hati kita nanti di akhirat, sudah merasa pede masuk surga, ternyata malah masuk neraka. Rupanya, selama di dunia kita lupa tidak pernah belajar ilmu syariah, khususnya fiqih muamalah. Sehingga tanpa sadar kita malah sudah menjadi aktifis akad ribawi yang paling depan dan paling rajin.
Naudzubillah min dzalik
B. Langkah Kedua : Pelajari Akad-akad Syar'i Pengganti Riba
Kemudian langkah kedua adalah mengetahui akad-akad yang halal dan dibenarkan syariah, sebagai alternatif pengganti akad ribawi yang haram.
Sesungguhnya kalau kita punya pemahaman dan ilmu yang luas tentang fiqih muamalah, sebenarnya ada banyak sekali akad yang halal yang bisa dijalankan tanpa harus terkena resiko riba.
Sayangnya, karena agak jarang kita mendalami ilmu fiqih muamalat, akhirnya kita sering terburu-buru untuk berdalih dengan kedaruratan, yang pada akhirnya tetap jatuh ke riba juga.
Jadi intinya kita harus mengganti akad-akad yang mengandung riba dengan akad-akad yang dibenarkan di dalam syariah Islam. Namun tetap punya tujuan yang sesuai dengan kebutuhan aslinya.
Di antara beberapa alternatif itu adalah mengganti akad riba menjadi akad kredit, atau akad rahn (gadai syar'i), atau menjadi akad kerjasama bagi hasil. Berikut sedikit rinciannya.
1. Mengubah Pinjam Uang
Menjadi Akad Kredit
Dalam bahasa Arab, jenis
jual beli seperti ini sering juga disebut dengan istilah bai' bit taqshith (بيع بِالتَّقْصِيط)
atau bai' bits-tsaman 'ajil (بيع بالثَّمَن الآجِل).
Gambaran umumnya adalah
penjual dan pembeli sepakat bertransaksi atas suatu barang dengan harga yang
sudah dipastikan nilainya, dimana barang itu diserahkan kepada pembeli, namun
uang pembayarannya dibayarkan dengan cara cicilan sampai masa waktu yang telah
ditetapkan.
Jual-beli secara kredit
yang memenuhi segala ketentuan yang disyaratkan, hukumnya dibolehkan dalam
syariat Islam.
Contoh kredit yang halal
misalnya dalam pembelian sepeda motor. Budi membutuhkan sepeda motor. Di
showroom harganya dibanderol 12 juta rupiah. Karena Budi tidak punya uang tunai
12 juta rupiah, maka Budi meminta kepada pihak Bank untuk membelikan untuknya
sepeda motor itu. Sepeda motor itu dibeli oleh Bank dengan harga 12 juta rupiah
tunai dari showroom, kemudian Bank menjualnya kepada Budi dengan harga lebih
tinggi, yaitu 18 juta rupiah.
Kesepakatannya adalah bahwa
Budi harus membayar uang muka sebesar 3 juta rupiah, dan sisanya yang 15 juta
dibayar selama 15 kali tiap bulan sebesar 1 juta rupiah.
Transaksi seperti ini
dibolehkan dalam Islam, karena harganya tetap (fix), tidak ada bunga atas
hutang.
2. Mengubah Pinjam Uang
Menjadi Rahn
Istilah Rahn sering
diterjemahkan secara bebas menjadi gadai. Namun tentu saja tidak bisa disamakan
100% dengan istilah gadai yang kita kenal sekarang ini, mengingat gadai yang
kita kenal hari ini justru masih merupakan akad yang diharamkan.
Di masa Rasulullah praktek
gadai pernah dilakukan. Dahulu ada orang menggadaikan kambingnya. Rasul ditanya
bolehkah kambingnya diperah. Nabi mengizinkan, sekadar untuk menutup biaya
pemeliharaan. Artinya, Rasullulah mengizinkan kita boleh mengambil keuntungan
dari barang yang digadaikan untuk menutup biaya pemeliharaan.
Nah, biaya pemeliharaan
inilah yang kemudian dijadikan ladang ijtihad para pengkaji keuangan syariah,
sehingga gadai atau rahn ini menjadi produk keuangan syariah yang cukup
menjanjikan.
Secara teknis gadai syariah
dapat dilakukan oleh suatu lembaga tersendiri seperi Perum Pegadaian,
perusahaan swasta maupun pemerintah, atau merupakan bagian dari produk-produk
finansial yang ditawarkan bank.
Praktik gadai syariah ini
sangat strategis mengingat citra pegadaian memang telah berubah sejak
enam-tujuh tahun terakhir ini. Pegadaian, kini bukan lagi dipandang tempatnya
masyarakat kalangan bawah mencari dana di kala anaknya sakit atau butuh biaya
sekolah. Pegadaian kini juga tempat para pengusaha mencari dana segar untuk
kelancaran bisnisnya.
Misalnya seorang produse
film butuh biaya untuk memproduksi filmnya, maka bisa saja ia menggadaikan
mobil untuk memperoleh dana segar beberapa puluh juta rupiah.
Setelah hasil panennya
terjual dan bayaran telah ditangan, selekas itu pula ia menebus mobil yang
digadaikannya. Bisnis tetap jalan, likuiditas lancar, dan yang penting produksi
bisa tetap berjalan.
3. Mengubah Pinjam Uang
Menjadi Kerjasama Bagi Hasil
Sebenarnya beda antara
sistem bagi hasil yang halal dengan pembungaan uang yang diharamkan agak tipis
bedanya. Tapi di mata Allah SWT, perbedaan itu sangat besar. Sebab yang satu
melahirkan rahmat dan perlindungan dari-Nya, sedangkan yang satunya lagi
melahirkan laknat dan murka-Nya.
Setipis apakah perbedaan di
antara keduanya?
Bedanya hanya pada uang
yang dijadikan sandaran dalam bagi hasil. Kalau yang dijanjikan
adalah memberikan 2,5% per bulan dari jumlah uang yang diinvestasikan, itu
namanya pembungaan uang, alias riba. Hukumnya haram dan menurunkan murka.
Karena pada hakikatnya yang
terjadi memang sistem pembungaan uang. Baik bersifat merugikan atau tidak
merugikan. Buat kita, yang penting bukan merugikan atau menguntungkan, tetapi
yang penting apakah prinsip riba terlaksana di dalam perjanjian itu.
Tapi kalau janjinya memberi
2,5% perbulan dari hasil/keuntungan, bukan dari jumlah uang yang
diinvestasikan, maka itu adalah bagi hasil yang halal. Bahkan akan mendapatkan
keberkahan dunia dan akhirat.
Beda tipis memang, bahkan
banyak kalangan awam yang entah karena jahil atau pura-pura jahil, menganggap
bahwa itu hanya akal-akalan semata, tapi keduanya akan berujung kepada dua
muara yang berbeda.
Yang satu akan membawa
pelakunya ke surga, yaitu yang dengan sistem bagi hasil sesuai syariah.
Sedangkan yang satunya lagi, akan membaca pelakunya ke neraka.
Meski terkadang disebut
sebagai bagi hasil, sayangnya secara prinsip tidak sesuai dengan cara syariah.
Lebih tetap dikatakan sebagai riba, karena memang riba. Tidak mungkin hukumnya
berubah, meski disebut dengan istilah-istilah yang menipu.
Kita harus teliti dan paham
betul sistem bagi hasil yang sesuai syariah. Jangan asal menamakan bagi hasil,
padahal prinsipnya justru riba yang haram.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/