Assalamu 'alaikum wr. wb.
Ustadz, pertama saya ucapkan terima kasih banyak atas penjelasan
yang amat rinci terkait perbedaan pendapat dalam zakat profesi. Terus terang
penjelasan ustadz cukup seimbang dan juga menjadi masukan yang sangat
bermanfaat.
Sekarang seandainya saya memilih untuk mendukung zakat profesi, mohon dijelaskan tentang segala ketentuan zakat profesi :
1. Apakah harus dipotong dulu dengan kebutuhan dasar ataukah begitu terima gaji langsung dikeluarkan zakatnya?
2. Berapa nisab zakat profesi, apakah mengikuti zakat emas ataukah zakat tanaman?
3. Berapa persen nilai zakat yang harus dikeluarkan, apakah 2,5% sebagaimana zakat emas ataukah 5-10% sebagaimana zakat tanaman?
4. Kapankah zakat profesi ini dikeluarkan, apakah tiap gajian atau tiap bulan? Hal itu mengingat ada yang gajian sebulan sekali tapi ada yang seminggu sekali.
Demikian pertanyaan kami, semoga dapat dijawab.
Wassalam
Sekarang seandainya saya memilih untuk mendukung zakat profesi, mohon dijelaskan tentang segala ketentuan zakat profesi :
1. Apakah harus dipotong dulu dengan kebutuhan dasar ataukah begitu terima gaji langsung dikeluarkan zakatnya?
2. Berapa nisab zakat profesi, apakah mengikuti zakat emas ataukah zakat tanaman?
3. Berapa persen nilai zakat yang harus dikeluarkan, apakah 2,5% sebagaimana zakat emas ataukah 5-10% sebagaimana zakat tanaman?
4. Kapankah zakat profesi ini dikeluarkan, apakah tiap gajian atau tiap bulan? Hal itu mengingat ada yang gajian sebulan sekali tapi ada yang seminggu sekali.
Demikian pertanyaan kami, semoga dapat dijawab.
Wassalam
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Meski banyak pihak yang mendukung adanya zakat profesi, namun
bukan berarti sesama pendukung zakat profesi selalu sama pendapatnya.
Justru ketika membuat aturan dan ketentuan dalam zakat profesi,
perbedaan pendapat di antara sesama pendukung malah nampak jelas terlihat.
Mulai dari pembahasan awal hingga akhir, perbedaan itu muncul di sepanjang
anatomi zakat profesi.
Setidaknya ada empat hal utama yang seringkali diperdebatkan oleh
para pendukung zakat profesi, antara lain :
1. Dipotong Dulu Atau Tidak
Di kalangan ulama yang mendukung zakat profesi, berkembang dua
pendapat yang berbeda dalam hal sumber zakat, yaitu apakah begitu terima gaji
dan honor langsung dipotong untuk zakat, ataukah dikurangi terlebih dahulu
dengan pengeluaran-pengeluaran tertentu, baru kemudian dikeluarkan zakatnya?
a. Langsung Dikeluarkan Sebelum Ada Potongan
Pendapat pertama adalah kalangan yang memandang zakat itu langsung
dikeluarkan begitu terima gaji, tanpa memandang ada atau tidaknya pemotongan
atau pengeluaran demi kebutuhan mendasar.
Dan dalam prakteknya, metode seperti ini tidak beda dengan pajak
penghasilan, dimana pajak penghasilan itu dilakukan dengan cara langsung
memotong dari gaji bahkan sebelum diserahkan kepada pemiliknya.
Sebagian lembaga zakat ada juga yang melakukan cara ini dengan
bekerja sama dengan pihak managemen. Sehingga gaji yang diterima secara
otomatis sudah dikurangi dengan zakat. Dan gaji yang diterima itu kemudian
sudah tidak perlu dikeluarkan lagi zakatnya karena memang sudah langsung
dipotong untuk zakat.
b. Zakat Dari Sisa Uang Gaji
Pendapat kedua adalah kalangan yang masih memperhatikan masalah
kebutuhan pokok seseorang. Sehingga zakat yang wajib dikeluarkan tidak dihitung
berdasarkan pemasukan kotor, melainkan setelah dikurangi dengan kebutuhan pokok
seseorang. Setelah itu, barulah dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % dari
pemasukan bersihnya.
Metode ini mengacu kepada ketetapan tentang harta yang wajib
dizakatkan, yaitu bila telah melebihi al-hajah al-ashliyah, atau kebutuhan
paling mendasar bagi seseorang.
c. Jalan Tengah Qaradawi
Ulama besar abad ini, Dr. Yusuf Al-Qaradawi dalam kitabnya,
Fiqhuz-Zakah, menuliskan perbedaan pendapat ini dengan mengemukakan dalil dari
kedua belah pihak. Ternyata kedua belah pihak sama-sama punya dalil dan argumen
yang sulit dipatahkan, sehingga beliau memberikan jalan keluar dari sisi kasus
per kasus.
Menurut beliau, bila pendapatan seseorang sangat besar dan
kebutuhan dasarnya sudah sangat tercukupi, wajar bila dia mengeluarkan zakat
2,5 % langsung dari pemasukan kotornya.
Sebaliknya, bila pemasukan seseorang tidak terlalu besar,
sementara kewajiban untuk memenuhi nafkah keluarganya lumayan besar, maka tidak
mengapa bila dia menunaikan dulu segala kewajiban nafkahnya sesuai dengan
standar kebutuhan dasar, setelah itu sisa pemasukannya dizakatkan sebesar 2,5 %
kepada amil zakat.
Kedua pendapat ini memiliki kelebihan dan kekuarangan. Buat mereka
yang pemasukannya kecil dan sumber penghidupannya hanya tergantung dari situ,
sedangkan tanggungannya lumayan besar, maka pendapat pertama lebih sesuai untuknya.
Pendapat kedua lebih sesuai bagi mereka yang memiliki banyak sumber penghasilan
dan rata-rata tingkat pendapatannya besar sedangkan tanggungan pokoknya tidak
terlalu besar.
2. Perbedaan Dalam Menentukan Nisab
Para ulama pendukung zakat profesi terpecah pendapatnya ketika
menetapkan nishabb atau batas minimal harta.
Sebagian berpendapat bahwa zakat profesi tidak mengenal nishab.
Jadi berapa pun harta yang diterima, semua terkena kewajiban untuk berzakat.
Namun sebagian lainnya berpendapat bahwa tidak semua penghasilan
itu wajib dizakatkan. Hanya yang memenuhi nishab saja yang wajib dizakatkan.
Tetapi sesama pendukung nisab pun masih ada lagi perbedaan.
Sebagian pendukung mengaitkan nishab zakat profesi dengan nisab zakat
pertanian, tetapi tidak sedikit yang menggunakan nishab zakat emas.
a. Nishab Zakat Pertanian
Kalau kita ikuti pendapat yang menggunakan nishab zakat pertanian,
maka minimal seharga panen yang 5 wasaq, sebagaimana hadits berikut :
لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسَاقٍ مِنْ تَمْرٍ وَلاَ حَبٍّ صَدَقَةٌ
Hasil tanaman kurma dan habbah (gandum) yang kurang dari 5 wasaq
tidak ada kewajiban shadaqahnya (zakat). (HR.
Muslim dan Ahmad)
Di masa Rasululllah SAW, wasaq itu digunakan untuk mengukur berat
suatu makanan. Jadi wasaq itu adalah satuan ukuran berat. Satu wasaq itu sama
dengan 60 shaa'. Jadi 5 wasaq itu sama dengan 5 x 60 = 300 shaa'.
Dr. Wahbah Az-Zuhaili ketika mengukur nisab zakat pertanian
menyebutkan bahwa 300 shaa' itu sama dengan 653 kg. Maka para petani yang pada
saat melakukan panen, hasilnya di bawah dari 653 Kg, tidak wajib mengeluarkan
zakat.
Kalau harga besar Rp. 2.500 per kilogram, maka 653 x Rp. 2.500 =
Rp. 1.632.500,-. Nisab ini akan sangat bergantung kepada harga besar yang
dimakan oleh seseorang.
Nishab ini adalah jumlah pemasukan dalam satu tahun. Artinya bila
penghasilan seseorang dikumpulkan dalam satu tahun bersih setelah dipotong
dengan kebutuhan pokok dan jumlahnya mencapai Rp. 1.632.500,- maka dia sudah
wajib mengeluarkan zakat profesinya. Ini bila mengacu pada pendapat pertama.
Dan bila mengacu kepada pendapat kedua, maka penghasilannya itu
dihitung secara kotor tanpa dikurangi dengan kebutuhan pokoknya. Bila jumlahnya
dalam setahun mencapai Rp. 1.632.500,-, maka wajiblah mengeluarkan zakat.
b. Nishab Emas
Sebagian pendukung zakat profesi menggunakan nishab emas, yaitu
bila pemasukan seseorang setara dengan nilai harga 85 gram emas. Aslinya
menurut Jumhur ulama bahwa nishab zakat emas adalah 20 mitsqal, sebagaimana
disebutkan di dalam hadits Nabi SAW :
لَيْسَ فِي أَقَل مِنْ عِشْرِينَ مِثْقَالاً مِنَ الذَّهَبِ وَلاَ فِي أَقَل مِنْ مِائَتَيْ دِرْهَمٍ صَدَقَةٌ
Emas yang kurang dari 20 mitsqal dan perak yang kurang dari 200
dirhma tidak ada kewajiban zakat atasnya. (HR.Ad-Daruquthny)
Mitsqal adalah nama satuan berat yang dipakai di masa Rasulullah
SAW. Berat emas 1 mitsqal setara dengan 1 3/7 dirham, setara juga dengan 100
buah bulir biji gandum, dan juga setara dengan 4,25 gram.
Dengan demikian, dengan mudah bisa dihitung bahwa nishab zakat
emas adalah 20 mitsqal dikali 4,25 gram, sama dengan 85 gram.
Kalau kita pinjam pendapat ini, maka aturan zakat profesi menjadi
berlaku hanya pada mereka yang gajinya senilai 85 gram emas dalam setahun.
Seandainya harga emas yang berlaku saat itu adalah 500 ribu per
gram, maka nishab zakat profesi dalam pendapat ini menjadi 42,5 juta rupiah.
Sebenarnya disini pun para pendukung zakat ini berbeda pendapat, yaitu apakah
42,5 juta ini gaji sebulan atau setahun.
Kalau pakai pendapat bahwa 42,5 juta itu nishab untuk gaji
sebulan, maka mereka yang gajinya di bawah itu jelas tidak wajib mengeluarkan
zakat profesi. Alasannya karena hartanya tidak cukup nishab.
Namun dalam kenyataanya, kebanyakan para pendukung zakat profesi
berpendapat bahwa nishab sebesar 42,5 juta adalah gaji selama setahun. Maka
orang yang gajinya 42,5 juta dibagi 12 bulan, yaitu 3.5 jutaan sudah wajib
membayar zakat profesi.
3. Perbedaan Dalam Nilai Yang Dikeluarkan
Para pendukung zakat profesi berbeda pendapat dalam besaran yang
wajib dikeluarkan. Sebagian perpendapat 2,5%, tetapi ada juga yang 5%, 10%
bahkan sampai 20%.
a. Dua Setengah Persen (2,5%)
Mereka yang mendukung besar nilai zakat yang harus dibayarkan
adalah 2,5% kebanyakan mengacu kepada zakat emas dan perak serta zakat
urudhut-tijarah.
Namun pendapat ini tidak sepi dari kritik, karena dianggap agak
mencla-mencle. Sebab kebanyakan dari yang menggunakan angka 2,5% ini ketika
menetapkan nishab dengan nishab zakat tanaman yang 5% atau 10%. Akan tetapi
kenapa giliran mengeluarkan nilai harta yang dizakati, tiba-tiba pindah ke
selain zakat pertanian.
b. Lima Persen (5%)
Mereka yang menggunakan angka 5% berpendapat bahwa zakat profesi
identik dengan zakat pertanian, yaitu besar harta yang dikeluarkan adalah 5%.
Kenapa bukan 10%?
Jawabnya karena 5% dalam zakat pertanian itu bila dia harus
bersusah payah menyirami sawahnya. Dan pekerjaan yang digeluti oleh seorang
karyawan mirip dengan petani yang setiap hari ke sawah untuk menyiraminya. Oleh
karena itu zakatnya lebih dekat ke angka 5%.
c. Sepuluh Persen (10%)
Mereka yang berpendapat zakatnya 10% punya pendapat yang beda,
yaitu karyawan itu lebih sering mendapatkan gaji buta. Kerja atau tidak kerja,
yang penting asal mengisi absen, pasti digaji. Dan itu diibaratkan dengan sawah
yang tidak harus disirami air, tetap akan memberikan hasil panen.
Para PNS yang tidak punya kerjaan, kecuali hanya minum-minum,
ngobrol, main catur, main game atau rapat-rapat yang tidak perlu, lebih dekat
perumpaannya dengan petani yang duduk santai tapi tumbuhannya tetap memberikan
panen.
Oleh karena itu kelompok ini lebih cenderung menetapkan nilai
zakatnya 10%.
d. Dua Puluh Persen (20%)
Kadang pegawai itu mendapatkan hadiah, bonus, gaji bulan ke-13,
bahkan tunjangan ini dan itu. Ada beberapa kalangan yang mengiqiyaskan semua
hal itu sebagai harta rikaz. Dan besaran zakat harta rikaz mencapai 20%,
sebagaimana hadits berikut :
Dasarnya sebagaimana sabda Rasulullah SAW
وَفِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ
Zakat rikaz adalah seperlima (HR.Bukhari)
Maka mereka yang berpendapat zakat profesi adalah 20% umumnya
mengqiyaskan bonus dan hadiah sebagai rikaz, yang zakatnya 20%.
4. Perbedaan Dalam Waktu Pelaksanaan
Perbedaan pendapat yang juga berkembang di tengah para pendukung
zakat profesi dalam masalah waktu pembayaran.
Sebagian kalangan menyebutkan bahwa membayarnya tiap gajian,
sementara yang lain berpendapat bahwa membayarnya tiap tahun sekali.
a. Tiap Gajian
Mereka yang berpendapat bahwa zakat profesi dibayarkan pada setiap
gajian melandaskan pendapat mereka kepada zakat pertanian. Hal itu semata-mata
karena gaji dan honor itu memang lebih dekat qiyasnya kepada zakat pertanian,
yang mana zakatnya langsung dibayarkan pada saat panen. Maka zakat profesi
dibayarkan pada saat menerima hasil.
b. Tiap Tahun
Sementara sebagian kalangan yang lain malah berpendapat bahwa
zakat profesi dibayarkan setiap tahun, dan terserah mau dibayarkan pada bulan
apa.
Sebagian dari mereka ada yang berpendapat bahwa boleh saja dipilih
untuk dibayarkan pada bulan Ramadhan. Hal itu semata-mata karena alasan biar
lebih mudah mengingatnya, karena biasanya tiap bulan Ramadhan orang ramai
membayar zakat.
Dasar pendapat itu karena mengikuti zakat mal yang waktu
pembayarannya tiap tahun, atau mengikuti haul.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/