Assalamu 'alaikum wr. wb.
Ustadz, sekarang ini banyak sekali ajakan untuk mendirikan negara Islam (Islamic State). Kalau dipandang dari sisi syariah, ada pertanyaan yang menggelitik rasa ingin tahu saya.
1. Apakah keberadaan negara Islam ini merupakan perintah agama yang wajib dijalankan, ataukah sebenarnya Islam tidak membutuhkan negara dan kita cukup menjadi muslim yang baik saja?
2. Kalau pun kita harus mendirikan negara Islam, seperti apa sosok negara Islam yang ideal itu? Kira-kira kemana kita harus merujuk dan mendapatkan contoh idealnya?
Demikian pertanyaan saya semoga ustadz berkenan untuk menjawabnya. Syukran jazakallah.
Wassalam
Ustadz, sekarang ini banyak sekali ajakan untuk mendirikan negara Islam (Islamic State). Kalau dipandang dari sisi syariah, ada pertanyaan yang menggelitik rasa ingin tahu saya.
1. Apakah keberadaan negara Islam ini merupakan perintah agama yang wajib dijalankan, ataukah sebenarnya Islam tidak membutuhkan negara dan kita cukup menjadi muslim yang baik saja?
2. Kalau pun kita harus mendirikan negara Islam, seperti apa sosok negara Islam yang ideal itu? Kira-kira kemana kita harus merujuk dan mendapatkan contoh idealnya?
Demikian pertanyaan saya semoga ustadz berkenan untuk menjawabnya. Syukran jazakallah.
Wassalam
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pemikiran tentang perlu adanya negara Islam selalu menjadi masalah yang tidak pernah habis diperdebatkan. Setidaknya ada dua kubu, yaitu kubu yang mendukung adanya negara Islam, dan kubu yang menentangnya.
Dan upaya-upaya untuk mendirikan negara Islam tidak pernah padam sepanjang sejarah. Selalu ada orang-orang yang memperjuangkan berdiri dan tegaknya negara Islam.
Sementara di sisi lain, upaya-upaya untuk mencegah berdirinya negara Islam juga tidak pernah padam. Khususnya di Indonesia, sejak kita merdeka bangsa ini sudah terbelah dua, antara yang menginginkan negara kita jadi negara Islam dan mereka yang menentangnya.
Pertarungan ini bukan hanya terjadi di meja parlemen dan ruang-ruang politik, tetapi juga terjadi di medan pertempuran yang sesungguhnya, sehingga sudah begitu banyak darah tercecer demi membela keyakinan masing-masing pihak.
A. Fakta Sejarah
Namun lepas dari perbedaan pendapat antara kedua kubu, kalau kita kembalikan kepada fakta sejarah kita yang jujur dan apa adanya, ternyata memang di masa Rasulullah SAW, negara Islam (the Islamic State) tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Sebab fakta sejarah memang tidak bisa ditutup-tutupi, karena sudah terjadi dan semua dokumen sejarah mengakuinya.
Baik mereka yang menentang keberadaan negara Islam ataupun mereka yang mendukungnya, sama-sama mengakui keberadaan Madinah di masa Rasulullah SAW sebagai sebuah negara (state) yang sah secara hukum. Hanya mereka yang kurang mengerti fakta sejarah saja yang menafikan keberadaan negara Madinah.
B. Titik Perbedaan
Lalu yang menjadi titik perbedaan, apakah keberadaan negara Islam itu hukumnya wajib untuk didirikan dan ditegakkan?
Disinilah terjadi titik persimpangan. Bagi mereka yang mendukung negara Islam, tentu saja akan menjawab wajib hukumnya.
Sebaliknya, bagi mereka yang menentang negara Islam, tentu saja mereka akan menjawab tidak wajib. Dan alasan yang sering dikemukakan antara lain bahwa kita hidup di negara Pancasila yang terdiri dari banyak agama. Seolah-olah mereka ingin mengatakan bahwa Indonesia bukan Madinah. Kalau semua penduduknya muslim semua, silahkan saja mendirikan negara Islam seperti di Madinah. Tetapi karena agama penduduk Indonesia beragam, maka tidak boleh ditetapkan negara Islam.
Banyak sekali kalangan yang menentang keberadaan negara Islam dengan menggunakan logika argumentasi seperti ini. Padahal sebenarnya, argumentasi seperti ini kurang kuat, karena ada banyak fakta yang justru bertentangan.
C. Beberapa Fakta Tentang Negara Madinah
Banyak sekali orang yang terlanjur keliru ketika memandang negara Madinah yang dibangun oleh Rasulullah SAW. Seolah-olah Madinah itu hanya terdiri dari orang Islam saja, seolah-olah Madinah itu hanya menggunakan hukum Islam saja, seolah-olah Madinah itu negara yang mementingkan kepentingan umat Islam saja. Dan masih banyak persepsi yang absurd tentang Madinah.
Padahal kalau kita teliti lebih dalam, dengan menggunakan banyak fakta sejarah, ada begitu banyak fakta yang selama ini kurang diperhatikan.
1. Penduduk Madinah Heterogen Bukan Cuma Muslim
Ternyata penduduk Madinah di masa itu tidak seluruhnya beragama Islam. Meski pun akhirnya agama Islam menjadi agama mayoritas, namun awalnya Madinah terdiri dari banyak agama. Bahkan sampai Rasulullah SAW wafat, tetap saja sebagian penduduknya bertahan dengan agama lama. Ada yang beragama Yahudi, Nasrani, Majusi, bahkan agama berhala paganis warisan nenek moyang.
Namun kelompok non muslim yang paling besar di Madinah adalah Yahudi. Mereka sudah tinggal lebih dahulu di Madinah sejak beberapa ratus tahun sebelumnya. Bahkan keberadaan Yahudi di Madinah ini sempat mengubah kepercayaan orang-orang Arab Madinah tentang agama samawi yang sebelumnya tidak mereka kenal.
Oleh karena itulah penduduk Arab Madinah lebih mudah menerima dakwah Nabi Muhammad SAW yang pada hakikatnya juga merupakan agama samawi. Sebab mereka sudah sering mendengar konsep tentang keberadaan Allah, para malaikat, para nabi dan rasul, turunnya kitab-kitab suci dari langit yang menjadi dasar atas keberadaan syariat samawi.
Bahkan dari penduduk Yahudi pula orang Arab Madinah mengenal konsep kehidupan setelah kematian, alias alam akhirat, hisab amal baik dan buruk, keberadaan surga dan neraka, dan juga tentunya tentang konsep akan terjadinya hari kiamat yang menghacurkan alam semesta.
Sementara penduduk Mekkah umumnya tidak pernah kenal agama samawi sebelumnya. Oleh karena itu ketika turun Islam di Mekkah, penduduknya merasa sangat asing dengan semua konsep agama samawi. Mereka sulit bisa menerima logika adanya Allah di langit yang mengutus manusia sebagai Nabi. Apalagi konsep tentang surga dan neraka atau kehidupan setelah kematian, 100% mereka tidak paham dan tidak bisa menerima.
Maka dakwah Nabi SAW selama 13 tahun di Mekkah, nyaris tidak terlalu banyak mengalami penerimaan dari penduduknya secara signifikan. Yang terjadi malah akhirnya Rasululah SAW pun hengkang keluar Mekkah untuk berhijrah. Sebaliknya, penduduk Madinah justru mencari-cari sosok Nabi Muhammad SAW yang telah diceritakan oleh orang-orang Yahudi.
Dan ketika akhirnya mereka bertemu dengan Rasulullah SAW, mereka pun langsung menyatakan diri masuk Islam, bahkan penduduk Madinah segera menyiapkan kota mereka sebagai tempat hijrah bagi Rasulullah SAW dan para shahabat dari Mekkah.
Maka ketika Rasulululah SAW tiba di Madinah, keberadaan kelompok Yahudi ini diakui oleh Rasulullah dan diajak untuk ikut andil dalam pendirian Negara Islam Madinah. Yang menarik, ternyata kelompok Yahudi pun ikut menandatangani naskah Piagam Madinah dengan sepenuh dukungan.
Apa arti semua ini?
Ternyata negara Madinah bukan negara yang steril dari non muslim seperti yang selama ini jadi anggapan banyak orang. Negara Madinah justru didirikan oleh Rasulullah SAW bersama-sama dengan orang kafir, yaitu orang-orang Yahudi.
2. Hukum Negara Madinah Bukan Cuma Al-Quran
Fakta kedua yang juga menarik untuk disimak, ternyata hukum positif yang berlaku di Madinah tidak seperti yang banyak orang pikirkan. Ternyata selain Al-Quran, hukum yang lain juga berlaku secara positif dan resmi serta diakui oleh konstitusi Madinah.
Konstitusi Negara Islam Medinah menetapkan bahwa orang-orang Yahudi di Madinah tidak terikat dengan Al-Quran sebagai hukum. Mereka berhukum dengan Taurat, kitab suci khusus yang Allah SWT turunkan untuk agama mereka.
Untuk orang Yahudi diwajibkan berhukum kepada Taurat sebagai sumber rujuka hukum positif di Madinah, sebagaimana Al-Quran sendiri yang memerintahkannya lewat ayat berikut :
Pemikiran tentang perlu adanya negara Islam selalu menjadi masalah yang tidak pernah habis diperdebatkan. Setidaknya ada dua kubu, yaitu kubu yang mendukung adanya negara Islam, dan kubu yang menentangnya.
Dan upaya-upaya untuk mendirikan negara Islam tidak pernah padam sepanjang sejarah. Selalu ada orang-orang yang memperjuangkan berdiri dan tegaknya negara Islam.
Sementara di sisi lain, upaya-upaya untuk mencegah berdirinya negara Islam juga tidak pernah padam. Khususnya di Indonesia, sejak kita merdeka bangsa ini sudah terbelah dua, antara yang menginginkan negara kita jadi negara Islam dan mereka yang menentangnya.
Pertarungan ini bukan hanya terjadi di meja parlemen dan ruang-ruang politik, tetapi juga terjadi di medan pertempuran yang sesungguhnya, sehingga sudah begitu banyak darah tercecer demi membela keyakinan masing-masing pihak.
A. Fakta Sejarah
Namun lepas dari perbedaan pendapat antara kedua kubu, kalau kita kembalikan kepada fakta sejarah kita yang jujur dan apa adanya, ternyata memang di masa Rasulullah SAW, negara Islam (the Islamic State) tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Sebab fakta sejarah memang tidak bisa ditutup-tutupi, karena sudah terjadi dan semua dokumen sejarah mengakuinya.
Baik mereka yang menentang keberadaan negara Islam ataupun mereka yang mendukungnya, sama-sama mengakui keberadaan Madinah di masa Rasulullah SAW sebagai sebuah negara (state) yang sah secara hukum. Hanya mereka yang kurang mengerti fakta sejarah saja yang menafikan keberadaan negara Madinah.
B. Titik Perbedaan
Lalu yang menjadi titik perbedaan, apakah keberadaan negara Islam itu hukumnya wajib untuk didirikan dan ditegakkan?
Disinilah terjadi titik persimpangan. Bagi mereka yang mendukung negara Islam, tentu saja akan menjawab wajib hukumnya.
Sebaliknya, bagi mereka yang menentang negara Islam, tentu saja mereka akan menjawab tidak wajib. Dan alasan yang sering dikemukakan antara lain bahwa kita hidup di negara Pancasila yang terdiri dari banyak agama. Seolah-olah mereka ingin mengatakan bahwa Indonesia bukan Madinah. Kalau semua penduduknya muslim semua, silahkan saja mendirikan negara Islam seperti di Madinah. Tetapi karena agama penduduk Indonesia beragam, maka tidak boleh ditetapkan negara Islam.
Banyak sekali kalangan yang menentang keberadaan negara Islam dengan menggunakan logika argumentasi seperti ini. Padahal sebenarnya, argumentasi seperti ini kurang kuat, karena ada banyak fakta yang justru bertentangan.
C. Beberapa Fakta Tentang Negara Madinah
Banyak sekali orang yang terlanjur keliru ketika memandang negara Madinah yang dibangun oleh Rasulullah SAW. Seolah-olah Madinah itu hanya terdiri dari orang Islam saja, seolah-olah Madinah itu hanya menggunakan hukum Islam saja, seolah-olah Madinah itu negara yang mementingkan kepentingan umat Islam saja. Dan masih banyak persepsi yang absurd tentang Madinah.
Padahal kalau kita teliti lebih dalam, dengan menggunakan banyak fakta sejarah, ada begitu banyak fakta yang selama ini kurang diperhatikan.
1. Penduduk Madinah Heterogen Bukan Cuma Muslim
Ternyata penduduk Madinah di masa itu tidak seluruhnya beragama Islam. Meski pun akhirnya agama Islam menjadi agama mayoritas, namun awalnya Madinah terdiri dari banyak agama. Bahkan sampai Rasulullah SAW wafat, tetap saja sebagian penduduknya bertahan dengan agama lama. Ada yang beragama Yahudi, Nasrani, Majusi, bahkan agama berhala paganis warisan nenek moyang.
Namun kelompok non muslim yang paling besar di Madinah adalah Yahudi. Mereka sudah tinggal lebih dahulu di Madinah sejak beberapa ratus tahun sebelumnya. Bahkan keberadaan Yahudi di Madinah ini sempat mengubah kepercayaan orang-orang Arab Madinah tentang agama samawi yang sebelumnya tidak mereka kenal.
Oleh karena itulah penduduk Arab Madinah lebih mudah menerima dakwah Nabi Muhammad SAW yang pada hakikatnya juga merupakan agama samawi. Sebab mereka sudah sering mendengar konsep tentang keberadaan Allah, para malaikat, para nabi dan rasul, turunnya kitab-kitab suci dari langit yang menjadi dasar atas keberadaan syariat samawi.
Bahkan dari penduduk Yahudi pula orang Arab Madinah mengenal konsep kehidupan setelah kematian, alias alam akhirat, hisab amal baik dan buruk, keberadaan surga dan neraka, dan juga tentunya tentang konsep akan terjadinya hari kiamat yang menghacurkan alam semesta.
Sementara penduduk Mekkah umumnya tidak pernah kenal agama samawi sebelumnya. Oleh karena itu ketika turun Islam di Mekkah, penduduknya merasa sangat asing dengan semua konsep agama samawi. Mereka sulit bisa menerima logika adanya Allah di langit yang mengutus manusia sebagai Nabi. Apalagi konsep tentang surga dan neraka atau kehidupan setelah kematian, 100% mereka tidak paham dan tidak bisa menerima.
Maka dakwah Nabi SAW selama 13 tahun di Mekkah, nyaris tidak terlalu banyak mengalami penerimaan dari penduduknya secara signifikan. Yang terjadi malah akhirnya Rasululah SAW pun hengkang keluar Mekkah untuk berhijrah. Sebaliknya, penduduk Madinah justru mencari-cari sosok Nabi Muhammad SAW yang telah diceritakan oleh orang-orang Yahudi.
Dan ketika akhirnya mereka bertemu dengan Rasulullah SAW, mereka pun langsung menyatakan diri masuk Islam, bahkan penduduk Madinah segera menyiapkan kota mereka sebagai tempat hijrah bagi Rasulullah SAW dan para shahabat dari Mekkah.
Maka ketika Rasulululah SAW tiba di Madinah, keberadaan kelompok Yahudi ini diakui oleh Rasulullah dan diajak untuk ikut andil dalam pendirian Negara Islam Madinah. Yang menarik, ternyata kelompok Yahudi pun ikut menandatangani naskah Piagam Madinah dengan sepenuh dukungan.
Apa arti semua ini?
Ternyata negara Madinah bukan negara yang steril dari non muslim seperti yang selama ini jadi anggapan banyak orang. Negara Madinah justru didirikan oleh Rasulullah SAW bersama-sama dengan orang kafir, yaitu orang-orang Yahudi.
2. Hukum Negara Madinah Bukan Cuma Al-Quran
Fakta kedua yang juga menarik untuk disimak, ternyata hukum positif yang berlaku di Madinah tidak seperti yang banyak orang pikirkan. Ternyata selain Al-Quran, hukum yang lain juga berlaku secara positif dan resmi serta diakui oleh konstitusi Madinah.
Konstitusi Negara Islam Medinah menetapkan bahwa orang-orang Yahudi di Madinah tidak terikat dengan Al-Quran sebagai hukum. Mereka berhukum dengan Taurat, kitab suci khusus yang Allah SWT turunkan untuk agama mereka.
Untuk orang Yahudi diwajibkan berhukum kepada Taurat sebagai sumber rujuka hukum positif di Madinah, sebagaimana Al-Quran sendiri yang memerintahkannya lewat ayat berikut :
كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ
وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالأَنفَ بِالأَنفِ وَالأُذُنَ بِالأُذُنِ وَالسِّنَّ
بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)
bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung,
telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya.
Barang siapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi)
penebus dosa baginya. (QS. Al-Maidah :
45)
Sedangkan umat umat Kristiani, Allah SWT tidak perintahkan menggunakan Al-Quran melainkan menggunakan Injil sebagai sumber hukumnya. Hal itu Allah SWT sendiri yang tegaskan di dalam ayat berikut :
Sedangkan umat umat Kristiani, Allah SWT tidak perintahkan menggunakan Al-Quran melainkan menggunakan Injil sebagai sumber hukumnya. Hal itu Allah SWT sendiri yang tegaskan di dalam ayat berikut :
وَلْيَحْكُمْ أَهْلُ الإِنجِيلِ بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فِيهِ
Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya (Injil). (QS. Al-Maidah : 47)
Fakta kedua ini jelas-jelas menunjukkan bahwa hukum yang berlaku di Madinah bukan hanya hukum Islam (Al-Quran) saja, tetapi juga hukum-hukum yang lain, yaitu Taurat dan Injil.
3. Tugas Rasulullah SAW Sebagai Pemimpin Menjamin Semua Hukum Berjalan
Kalau masing-masing agama berhukum dengan kitab suci masing-masing, lalu apa fungsi Rasulullah SAW? Bukankah beliau bertugas memastikan berjalannya Al-Quran dan syariat Islam?
Ini adalah fakta ketiga, bahwa meski Rasulullah SAW adalah pemimpin pemerintahan Negara Madinah, ternyata tugas beliau SAW bukan hanya sebatas menjamin terlaksananya hukum syariat Islam, tetapi juga menjamin dijalankannya Taurat dan Injil serta semua hukum yang lainnya.
Kalau ada sengketa antara penduduk, maka yang jadi hakimnya adalah Rasulullah SAW. Ini sudah disepakati sejak awal berdirinya Negara Madinah. Tetapi tentang hukum apa yang dipakai, ternyata disesuaikan dengan agama masing-masing. Kalau yang bersengketa itu muslim, pakai Al-Quran dan syariat Islam. Tetapi kalau yang bersengketa itu Yahudi, maka hukumnya tidak perlu pakai Al-Quran, tetapi memakai hukum-hukum yang ada di dalam Taurat.
Tugas dan peran Rasulllah SAW justru menjamin berjalannya hukum-hukum Taurat itu di kalangan orang-orang Yahudi. Beliau SAW tidak pernah ditugaskan untuk memaksa semua orang berhukum dengan Al-Quran.
Kenapa harus ada yang menjamin berjalannya Taurat dan Injil?
Ternyata orang yahudi dan nasrani ini bandel-bandel. Sok mengaku sebagai umat nabi sebelumnya, tetapi mereka seringkali melakukan kecurangan atas hukum yang telah Allah SWT tetapkan kepada mereka.
Misalnya, kalau ada orang besar dari kalangan mereka yang bersalah, hukumnya tidak diterapkan. Hukum jadi tumpul dan tidak berlaku. Sebaliknya, kalau yang bikin salah orang kecil, barulah hukumnya dijalankan sekeras-kerasnya. Nah, peran Rasulullah SAW dalam hal ini adalah sebagai penegak hukum, yang memastikan bahwa hukum itu berlaku untuk semua kelas dan kalangan.
Kadang kala orang Yahudi suka mencurangi Taurat mereka sendiri. Misalnya, hukuman buat pelaku zina telah ditetapkan yaitu dirajam, tetapi kadang mereka suka menukar dan menggantinya dengan hukuman lain. Disinilah keberadaan Rasulullah SAW menjamin agar jangan sampai orang Yahudi melanggar sendiri ketentuan hukum yang sudah berlaku buat mereka.
4. Kesamaan Semua Orang di Depan Hukum
Fakta keempat yang menarik disimak adalah bahwa tidak yang jadi kepala negara adalah Rasulullah, dan tidak mentang-mentang umat Islam mayoritas di Madinah, lantas hukum akan selalu memenangkan umat Islam. Hukum tidak berpihak kepada umat Islam, tetapi hukum berpihak kepada kebenaran.
Sebaliknya, walaupun muslim tetapi kalau salah, maka tegas disalahkan. Sebaliknya, walaupun bukan muslim tetapi kalau dia memang benar, tentu harus dibenarkan.
Prinsipnya, bahwa semua warga Madinah, apa pun agamanya, kedudukan sama di depan hukum. Dan semua itu dijamin oleh Piagam Madinah. Dan Rasulullah SAW menjamin hal itu.
5. Ikatan Saling Bela Dengan Lain Agama
Esensi dari Piagam Madinah tidak lain adalah nota kesepakatan untuk membentuk ikatan saling bela dan saling tolong antara semua pihak, baik antara muslim dan muslim, ataupun antara penduduk asli (anshar) dan pendatang (muhajirin).
Kalau orang Yahudi disakiti oleh sesama Yahudi dari luar Madinah, maka umat Islam wajib membela mereka. Walaupun orang-orang Yahudi itu kafir dan lain keyakinannya. Sebaliknya, kalau bangsa Arab di luar Madinah ada yang menyakiti umat Islam di Madinah, maka orang-orang Yahudi juga wajib membela umat Islam.
Maka anggapan bahwa Negara Madinah adalah negara Islam steril yang tidak menolak semua agama jelas tidak sesuai dengan fakta sejarah yang orisinal.
Penutup
1. Sebenarnya masih banyak fakta-fakta lainnya yang belum terungkap. Namun setidaknya fakta-fakta di atas sudah cukup untuk memberikan gambaran umum, seperti apa sesunggunya sosok Islamic State yang asli, orisinal 100%, yang telah diselenggarakan oleh Rasulullah SAW di masa lalu.
Seharusnya, siapa pun kita, wajiblah bercermin dari sosok The Real Islamic State of Rasulullah SAW ini. Kalau bukan kepada Rasulullah SAW, mau bercermin kepada siapa lagi?
2. Kalau pun ada yang ingin mendirikan negara Islam hari ini di Indonesia, syaratnya sederhana saja, yaitu konsep negara Islam itu harus mengacu kepada Negara Madinah di masa Rasulullah SAW sebagaimana sudah diuraikan di atas.
Kalau konsepnya berbeda dengan apa yang ada di Madinah saat itu, berarti itu bukan konsep negara Islam yang orisinal, itu cuma negara Islam versi KW saja. Hasil imaginasi manusia tanpa petunjuk dari Al-Quran dan As-Sunnah. Kalapun mereka mengaku pakai Al-Quran dan As-Sunnah, caranya cuma mengambil ayat sepotong dan hadits sepotong, tidak utuh dan tidak syamil.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Fakta kedua ini jelas-jelas menunjukkan bahwa hukum yang berlaku di Madinah bukan hanya hukum Islam (Al-Quran) saja, tetapi juga hukum-hukum yang lain, yaitu Taurat dan Injil.
3. Tugas Rasulullah SAW Sebagai Pemimpin Menjamin Semua Hukum Berjalan
Kalau masing-masing agama berhukum dengan kitab suci masing-masing, lalu apa fungsi Rasulullah SAW? Bukankah beliau bertugas memastikan berjalannya Al-Quran dan syariat Islam?
Ini adalah fakta ketiga, bahwa meski Rasulullah SAW adalah pemimpin pemerintahan Negara Madinah, ternyata tugas beliau SAW bukan hanya sebatas menjamin terlaksananya hukum syariat Islam, tetapi juga menjamin dijalankannya Taurat dan Injil serta semua hukum yang lainnya.
Kalau ada sengketa antara penduduk, maka yang jadi hakimnya adalah Rasulullah SAW. Ini sudah disepakati sejak awal berdirinya Negara Madinah. Tetapi tentang hukum apa yang dipakai, ternyata disesuaikan dengan agama masing-masing. Kalau yang bersengketa itu muslim, pakai Al-Quran dan syariat Islam. Tetapi kalau yang bersengketa itu Yahudi, maka hukumnya tidak perlu pakai Al-Quran, tetapi memakai hukum-hukum yang ada di dalam Taurat.
Tugas dan peran Rasulllah SAW justru menjamin berjalannya hukum-hukum Taurat itu di kalangan orang-orang Yahudi. Beliau SAW tidak pernah ditugaskan untuk memaksa semua orang berhukum dengan Al-Quran.
Kenapa harus ada yang menjamin berjalannya Taurat dan Injil?
Ternyata orang yahudi dan nasrani ini bandel-bandel. Sok mengaku sebagai umat nabi sebelumnya, tetapi mereka seringkali melakukan kecurangan atas hukum yang telah Allah SWT tetapkan kepada mereka.
Misalnya, kalau ada orang besar dari kalangan mereka yang bersalah, hukumnya tidak diterapkan. Hukum jadi tumpul dan tidak berlaku. Sebaliknya, kalau yang bikin salah orang kecil, barulah hukumnya dijalankan sekeras-kerasnya. Nah, peran Rasulullah SAW dalam hal ini adalah sebagai penegak hukum, yang memastikan bahwa hukum itu berlaku untuk semua kelas dan kalangan.
Kadang kala orang Yahudi suka mencurangi Taurat mereka sendiri. Misalnya, hukuman buat pelaku zina telah ditetapkan yaitu dirajam, tetapi kadang mereka suka menukar dan menggantinya dengan hukuman lain. Disinilah keberadaan Rasulullah SAW menjamin agar jangan sampai orang Yahudi melanggar sendiri ketentuan hukum yang sudah berlaku buat mereka.
4. Kesamaan Semua Orang di Depan Hukum
Fakta keempat yang menarik disimak adalah bahwa tidak yang jadi kepala negara adalah Rasulullah, dan tidak mentang-mentang umat Islam mayoritas di Madinah, lantas hukum akan selalu memenangkan umat Islam. Hukum tidak berpihak kepada umat Islam, tetapi hukum berpihak kepada kebenaran.
Sebaliknya, walaupun muslim tetapi kalau salah, maka tegas disalahkan. Sebaliknya, walaupun bukan muslim tetapi kalau dia memang benar, tentu harus dibenarkan.
Prinsipnya, bahwa semua warga Madinah, apa pun agamanya, kedudukan sama di depan hukum. Dan semua itu dijamin oleh Piagam Madinah. Dan Rasulullah SAW menjamin hal itu.
5. Ikatan Saling Bela Dengan Lain Agama
Esensi dari Piagam Madinah tidak lain adalah nota kesepakatan untuk membentuk ikatan saling bela dan saling tolong antara semua pihak, baik antara muslim dan muslim, ataupun antara penduduk asli (anshar) dan pendatang (muhajirin).
Kalau orang Yahudi disakiti oleh sesama Yahudi dari luar Madinah, maka umat Islam wajib membela mereka. Walaupun orang-orang Yahudi itu kafir dan lain keyakinannya. Sebaliknya, kalau bangsa Arab di luar Madinah ada yang menyakiti umat Islam di Madinah, maka orang-orang Yahudi juga wajib membela umat Islam.
Maka anggapan bahwa Negara Madinah adalah negara Islam steril yang tidak menolak semua agama jelas tidak sesuai dengan fakta sejarah yang orisinal.
Penutup
1. Sebenarnya masih banyak fakta-fakta lainnya yang belum terungkap. Namun setidaknya fakta-fakta di atas sudah cukup untuk memberikan gambaran umum, seperti apa sesunggunya sosok Islamic State yang asli, orisinal 100%, yang telah diselenggarakan oleh Rasulullah SAW di masa lalu.
Seharusnya, siapa pun kita, wajiblah bercermin dari sosok The Real Islamic State of Rasulullah SAW ini. Kalau bukan kepada Rasulullah SAW, mau bercermin kepada siapa lagi?
2. Kalau pun ada yang ingin mendirikan negara Islam hari ini di Indonesia, syaratnya sederhana saja, yaitu konsep negara Islam itu harus mengacu kepada Negara Madinah di masa Rasulullah SAW sebagaimana sudah diuraikan di atas.
Kalau konsepnya berbeda dengan apa yang ada di Madinah saat itu, berarti itu bukan konsep negara Islam yang orisinal, itu cuma negara Islam versi KW saja. Hasil imaginasi manusia tanpa petunjuk dari Al-Quran dan As-Sunnah. Kalapun mereka mengaku pakai Al-Quran dan As-Sunnah, caranya cuma mengambil ayat sepotong dan hadits sepotong, tidak utuh dan tidak syamil.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/