Assalamu'alaikum
Mohon berkenan ustadz menjelaskan tentang hukum syariah terkait dengan olah raga berenang :
1. Benarkah berenang itu merupakan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW? Kalau memang merupakan sunnah, adakah dalil tentang hal itu?
2. Kebanyakan kolam renang mengharuskan kita berenang dengan hanya menggunakan celana renang. Dan itu berarti kita membuka aurat? Apakah hal ini bisa disebut darurat dan ada pengecualian?
Mohon penjelasan dari ustadz terkait dengan masalah berenang ini.
Terima kasih ust
Wassalamu'alaikum..
Mohon berkenan ustadz menjelaskan tentang hukum syariah terkait dengan olah raga berenang :
1. Benarkah berenang itu merupakan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW? Kalau memang merupakan sunnah, adakah dalil tentang hal itu?
2. Kebanyakan kolam renang mengharuskan kita berenang dengan hanya menggunakan celana renang. Dan itu berarti kita membuka aurat? Apakah hal ini bisa disebut darurat dan ada pengecualian?
Mohon penjelasan dari ustadz terkait dengan masalah berenang ini.
Terima kasih ust
Wassalamu'alaikum..
Jawaban :
Assalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
A. Dalil
Terkait Renang
Kalau
kita telusuri memang ada beberapa hadits Nabi SAW yang menyinggung masalah
berenang ini. Di antara hadits itu adalah hadits berikut ini :
كُلُّ شَئْ ٍلَيْسَ فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ فَهُوَ لَهْوٌ وَلَعِبٌ إِلاَّ أَرْبَعٌ مُلاَعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَتَأْدِيْبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمَشْيُهُ بَيْنَ الْغَرْضَيْنِ وَتَعْلِيْمُ الرَّجُلِ السِّبَاحَةَ
Dari
Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Segala
sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan
sia-sia, senda gurau, dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau
suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (HR.
An-Nasa’i).
Kalau
kita perhatikan teks hadits di atas, Rasulullah SAW menyebutkan bhawa
mengajarkan renang bukan termasuk perbuatan yang sia-sia, sebagaimana beberapa
perbuatan lainnya. Hanya saja beliau tidak secara langsung memerintahkan,
apalagi mencontohkan dalam bentuk perbuatan.
Perkataan
Umar bin Al-Khattab
Sedangkan
dalil yang amat populer di tengah masyarakat bahwa ada perintah untuk
mengajarkan anak-anak berenang, termasuk di dalamnya memanah dan menunggang
kuda, ternyata bukan hadits nabi. Para ulama umumnya menyebut perintah itu
merupakan perintah dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu.
عَلِّمُوا أَوْلاَدَكُم السِّبَاحَةَ وَالرِّمَايَةَ وَرُكُوْبَ الخَيْلِ
Umar bin
Al-Khattab berkata,"Ajari anak-anakmu berenang, memanah dan naik
kuda".
Perkataan
di atas lebih tepat untuk dinisbatkan kepada Umar bin Al-Khattab
radhiyallahuanhu. Sebab kalau dinisbatkan kepada Rasulullah SAW, banyak para
ulama hadits yang menentangnya.
Atsar
dari Umar ini sampai kepada kita lewat jalur Bakr bin Abdillah, dari Abdullah
Al-Anshari dan Jabir bin Abdillah, Abu Rafi' dan Ibnu Umar, yang diriwayatkan
secara marfu'.
Hadits
sejenis juga ada, yaitu yang menyebutan keharusan mengajarkan anak kita
berenang. Namun para ulama mengatakan bahwa hadits itu bermasalah. Hadits itu
adalah :
عَنْ أَبِي رَافِعِ قَالَ قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ أَلِلْوَلَدِ عَلَيْنَا حَقٌّ كَحَقِّناَ عَلَيْهِمْ ؟ قاَلَ : نَعَمْ حَقُّ الوَلَدِ عَلىَ الوَالِدِ أَنْ يُعَلِّمَهُ الكِتَابَةَ وَالسِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ
Dari Abi
Rafi', dia bertanya,"Ya Rasulullah, apadaha ada kewajiban atas kita
terhadap anak kita, sebagaimana kewajiban anak kepada kita?". Rasulullah
SAW menjawab,"Ya, hak anak atas ayahnya adalah diajarkan membaca, berenang
dan memanah".
B.
Istimbath Hukum
Dengan
dalil-dalil di atas, umumnya para ulama sampai kepada kesimpulan bahwa pada
dasarnya hukum berenang adalah sesuatu yang mubah, bukan termasuk sunnah
apalagi kewajiban.
Namun
hukum mubah ini masih tergantung kepada tujuan dan tata caranya. Bila tujuan
dan tata caranya sesuai dengan ketentuan syariah, hukumnya bisa menjadi
mustahab atau sunnah. Sebaliknya bila tujuan atau tata cara yang dipakai
bertentangan atau berseberangan dengan ketentuan syariah, hukumnya bisa berubah
menjadi makruh, bahkan sampai ke tingkat haram.
C.
Ketentuan Syar'i
Agar
berenang tidak menyalahi ketentuan syariat, maka harus dijaga agar jangan
sampai sesuatu yang hukum dasarnya halal, kemudian berubah menjadi haram,
karena di dalamnya ternyata terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan
syariat.
1.
Diutamakan Sejak Kecil
Belajar
berenang diutamakan sudah dilakukan sejak usia masih kecil. Setidaknya ada dua
alasan yang melatar-belakanginya.
Alasan
pertama, karena belajar menguasai sesuatu akan menjadi lebih mudah bila
dikerjakan di usia dini. Maka nasehat Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu untuk
mengajarkan anak-anak kita berenang sejak kecil sudah sangat tepat.
Alasan
kedua, anak yang masih kecil belum lagi terikat dengan aturan masalah membuka
aurat serta keharusan menjaga pandangan.
2.
Menutup Aurat
Meskipun
renang, namun urusan menutup aurat tetap merupakan kewajiban yang tidak ada
keringanannya. Sebab tidak ada unsur darurat dalam olahraga renang.
Aurat
laki-laki tetap harus ditutup saat berenang. Dan kita sudah tahu batasnya yaitu
antara pusat (puser) dan lutut.
Sedangkan
aurat seorang wanita dengan sesama wanita berbeda dengan aurat wanita di depan
laki-laki yang ajnabi (asing) dan bukan mahram. Sesama wanita boleh terlihat
bagian-bagian tubuh tertentu seperti rambut, tangan dan kaki.
Oleh
karena itu bila kolam renang itu khusus untuk wanita, pakaiannya menjadi lebih
bebas, ketimbang kolam itu ada laki-lakinya.
Sedangkan
di depan orang laki-laki yang asing, batasnya tetap seluruh tubuh kecuali kedua
tangan hingga pergelangan dan kedua kaki hingga batas mata kaki.
3. Kolam
Terpisah
Namun
yang paling benar adalah berenang di tempat yang terpisah antara laki-laki dan
perempuan. Bahkan sebagian kalangan sudah sampai ke level menjadikan syarat
kebolehan. Tujuannya bukan sekedar terjaga aurat, tetapi juga agar tidak
terjadi campur baur antara laki-laki dan wanita. Setidaknya menghindari untuk
berada pada satu kolam.
Memang
agak sulit kalau yang kita gunakan merupakan kolam renang umum. Sebab konsepnya
memang dibuat untuk umum, dimana laki-laki dan perempuan dibiarkan berenang
campur aduk.
4. Trik
Mensiasati
Untuk
mensiasatinya ada banyak cara yang bisa kita lakukan dengan kreatif. Semua
kembali lagi kepada kita sendiri.
Salah
satunya yang bisa dicontoh adalah kebiasaan salah seorang dosen saya dari
Madinah. Beliau ini kalau liburan ke Indonesia selalu menginap di hotel mewah
bintang lima yang ada fasilitas kolam renangnya. Dan hampir tiap hari beliau
berenang tanpa bercampur dengan wanita, bahkan juga tidak bercampur dengan
orang lain.
Beliau
berenang sehabis shubuh, ketika para tamu hotel masih ngorok di kamar
masing-masing. Beliau bisa berenang sepuasnya. Yang menarik beliau berang bukan
cuma hanya main air macam kita ini, tetapi serius berenang dari ujung ke ujung
tanpa putus hingga bisa sampai 7 kali bolak-balik.
Begitu
hari mulai agak siang, ketika mulai muncul tamu hotel yang mau ikutan masuk
kolam renang, beliau sudah menyelesaikan ritual berenang di pagi hari itu.
Trik
lain yang juga sering digunakan adalah menyewa kolam renang khusus yang
memisahkan laki-laki dan perempuan. Di beberapa tempat tertentu sudah banyak
dibuka kolam renang khusus muslimah. Laki-laki dilarang masuk secara total.
Maka pegawai dan petugas kolam itu pun juga sama-sama wanita muslimah juga.
Wallahu
a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad
Sarwat, Lc., MA
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/