Tutuplah aurat walaupun akhlak belum baik, Sholatlah walaupun belum bisa Khusyu, Hindarilah pacaran walaupun ada niat menikahinya, Bacalah Al-Qur'an walaupun tidak tau artinya.. Inshaa Allah jika Terus menerus, hal yang lebih baik akan kita dapatkan...

Kamis, 22 Januari 2015

Terkait Kehamilan dan Pasca Kelahiran


Assalamu'alaykum.
Ustadz, saya ada beberapa pertanyaan terkait kehamilan dan pasca kelahiran...
1. Apakah di dalam agama Islam ada tuntunan untuk melakukan selamatan/syukuran/kupatan apabila usia kandungan 4 bulan dan 7 bulan? Kemudian, bagaimana dengan mengadakan pengajian (bukan kupatan)?
Apabila kupatan tersebut dilakukan, bagaimana hukumnya?
2.Di sini ada semacam mitos kalau wanita yang sedang hamil melayat itu bisa berakibat kurang baik pada janin. Dan terus terang saya tidak percaya dengan hal tersebut...
Bagaimana hukum wanita hamil yang melayat ustadz? Apakah wajib, mubah, haram, atau sunnah?
3. Apakah sewaktu acara aqiqah harus dilaksanakan pengajian? Bolehkan pengajian dilakukan ketika syukuran saja (apabila waktu pelaksanaan syukuran tidak berbarengan dengan aqiqah)?
4. Secara agama dan kesehatan, bolehkan bayi baru lahir (belum berumur 1 bulan) dikhitan? Bagaimana pula dengan hukum khitan untuk bayi wanita?
5. Sejak dan sampai kapan wanita yang hendak melahirkan tidak diperbolehkan sholat?
6. Sejak dan sampai kapan wanita hamil tidak boleh berhubungan dengan suami?
Demikian pertanyaan dari saya ustadz... Atas jawabannya jazakumullahu khair.
Wassalamu'alaykum wr.wb.


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

1. Tuntunan Bayi Dalam Kandungan
Semua yang Anda sebutkan terkait dengan selamatan, syukuran atau kupatan, sebenarnya lebih merupakan tradisi kebiasaan sebagian masyarakat. Bahkan tradisi itu juga tidak mewakili kebiasaan seluruh suku dan daerah di negeri kita. Tradisi seperti itu cuma mewakili segelintir kalangan masyarakat, itu pun sudah mulai banyak tergerus dengan waktu.

Syariat Islam sendiri tidak pernah menganjurkan apalagi mensyariatkan semua bentuk kegiatan itu. Walaupun juga tidak secara langsung dan tegas melarangnya. Kalau pun ada pihak-pihak yang berasumsi bahwa semua kegiatan itu sebagai bid'ah dan sebagainya, tentu lebih merupakan interpretasi subjektif masing-masing pihak.

Intinya, aktifitas itu tidak diperintahkan, tetapi juga tidak terlarang. Namun kalau di dalamnya ada unsur-unsur yang sekiranya bertentangan dengan akidah dan syariah secara nyata dan tegas, maka unsur-unsur tersebut yang harus dihilangkan secara persuasif.

2. Hamil Tidak Boleh Melayat
Memang kadang masyarakat kita ini suka lucu. Konon, kalau larangan ini dilanggar nanti si janin akan kena sawan bangkai alias sawan mayat. Tubuhnya akan jadi pucat seperti bunga yang layu.

Jelas sekali keyakinan bahwa wanita hamil tidak boleh melayat jenazhab 100% hanya mitos belaka. Namun kadang yang namanya mitos itu lebih sering diyakini orang-orang ketimbang logika dan syariah.

Secara umum, melakukan takziyah itu merupakan hal yang mendatangkan pahala dan kebaikan. Nabi SAW bersabda :
“Tidaklah seorang mukmin menta’ziyahi saudaranya karena musibah yang menimpanya melainkan Allah ‘azza wa jalla memberinya pakaian kemuliaan pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah)

3. Aqiqah Harus Dikemas Dalam Bentuk Pengajian?
Sebenarnya ini juga pemahaman yang kurang tepat, yaitu bahwa kalau melakukan aqiqah harus dengan bentuk pengajian, atau minimal semacam upacara khas tertentu.
Padahal sejatinya aqiqah itu hanyalah bentuk menyembelihan hewan atas kelahiran bayi. Titik sentral ibadahnya ada pada penyembelihannya, dan bukan pada hajatannya. Sayangnya, karena kurang mendalami dasar-dasar fiqihnya, banyak orang keliru menyikapi, seolah-olah aqiqah itu hajatan berupa pesta, upacara atau pengajian.

Walaupun pada dasarnya boleh-boleh saja sambil makan daging sembelihan, lalu diadakan semacam pertemuan pengajian. Toh juga tidak ada larangan yang secara khusus dari syariat Islam akan hal itu.
Namun demi untuk menjaga originalitas syariah, ada baiknya kita memberikan pencerahan dan penerangan kepada masyarakat tentang inti dari aqiqah yang sebatas pada penyembelihan hewan saja.

4. Usia Anak Untuk Khitan
Dalam mazhab Asy-Syafi'i, khitan anak laki-laki dikaitkan dengan masa tamyiz atau mumayyiz, sekitar usia 7 tahun. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW untuk mulai memerintahkan anak kita shalat di usia 7 tahun.

Agar bisa shalat dan sah, tentu anak itu harus suci dan sah ketika berintinja'. Padahal kalau belum dikhitan, masih ada kemungkinan sisa najis pada kemaluannya. Maka perintah shalat di usia 7 tahun ini pun dikaitkan juga dengan khitan yang dianjurkan dilakukan di usia 7 tahun.

Namun ini bukan ketentuan baku dari ayat Quran atau sunnah. Ketentuan ini lebih merupakan ijtihad dengan mengkaitkan satu hal dengan hal yang lain. Dan tentu saja masih diperbolehkan untuk mengkhitan sebelum atau sesudah usia 7 tahun.

5. Wanita Melahirkan Tidak Boleh Shalat
Wanita yang melahirkan biasanya langsung mendapatkan darah nifas. Darah nifas adalah darah yang keluar sejak kelahiran bayi. Maka selama nifas itu masih berlangsung, shalat tidak boleh dijalankan. Begitu darah nifas berhenti, kewajiban shalat itu pun kembali lagi harus dijalankan.

Biasanya para wanita mendapat nifas selama kurang lebih 40 hari. Tetapi meski pun belum 40 hari, asalkan darahnya sudah berhenti, nifas sudah selesai dan sudah wajib shalat. Sebaliknya, kalau nifas masih berlangsung padahal sudah lewat 40 hari, masih tetap belum boleh shalat.

Batas maksimal masa nifas dalam 60 hari, terhitung sejak kelahiran bayi. Bila sudah lewat 60 hari masih ada saja darah yang keluar, maka nifas dianggap sudah berhenti dan sudah wajib shalat.

6. Wanita Tidak Boleh Berhubungan Dengan Suami
Haidh dan nifas adalah masa dimana seorang wanita diharamkan melakukan hubungan seksual. Mulainya ketika darah haidh dan nifas keluar. Dan bila darah itu sudah berhenti, sudah boleh melakukannya lagi, asalkan sudah mandi janabah untuk mengangkat hadats besar.

Demikian jawaban singkat yang anda perlukan, semoga Allah selalu melindungi, Amin.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com
 /

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Terbaru