Assalamualaikum wr. wb.
Yth. Bapak Ustadz,
Saya baru saja bertemu
dengan seorang teman muslim yang ikut aliran tertentu. Ketika dia melihat saya
memakai jam tangan di pergelangan tangan kiri, dia berkata bahwa itu termasuk
tasyabbuh, seperti mengikuti orang kafir, dan sebaiknya jam dipakai di tangan
kanan, karena kebanyakan orang kafir memakai jam tangan di pergelangan tangan
kiri, bukan kanan. Nah, apakah benar begitu, pak Ustadz?
Saya jadi takut, apakah
saya tidak perlu memakai jam tangan saja biar aman? Rasanya jadi serba salah,
sebenarnya sejauh apa batasan-batasan tasyabuh itu, pak Ustadz? Apakah termasuk
cara memakai jam tangan, kacamata, sepatu, topi juga di-tasyabuhkan?
Terima kasih banyak atas
jawaban dan penjelasan pak Ustadz
Wassalamualaikum wr. wb.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatulahi wabarakatuh,
Rasulullah SAW memang melarang umatnya dari menyerupai orang kafir. Untuk itu beliau bersabda:
Rasulullah SAW memang melarang umatnya dari menyerupai orang kafir. Untuk itu beliau bersabda:
Dari Ibnu Umar ra. berkata
bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia
termasuk bagian dari kaum itu."
(HR Abu Daud dan Ibnu Hibbab menshahihkannya).
Sedemikian pentingnya
masalah ini sehingga sampai nabi mengancam bahwa orang yang secara sengaja
meniru gaya orang kafir, divonis bahwa dirinya telah menjadi pengikut mereka.
Hanya saja yang jadi
pertanyaannya sekarang adalah: manakah yang termasuk kriteria tasyabbuh (menyerupai)
orang kafir?
Apakah bila orang kafir di
barat makan roti, lalu kita dianggap menyerupai mereka karena kita ikut makan
roti jua? Padahal bukankah justru nabi SAW dahulu tidak makan nasi tapi malah
makan roti?
Apakah bila orang kafir
pakai celana panjang dan kemeja, lalu kita dianggap mengikuti orang kafir
gara-gara pakai celana panjang dan kemeja?
Untuk menjawab masalah ini,
paling tidak ada dua parameter yang perlu diperhatikan:
a. Parameter pertama,
masalah niat. Bila seseorang melakukan sesuatu dengan niat semata-mata meniru
gaya dan lagak orang kafir, maka perbuatan itu terlarang dan termasuk ke dalam
kriteria meniru orang kafir.
b. Parameter kedua, masalah
bentuk teknisnya. Yang dikatakan tindakan meniru atau menyerupai orang kafir
adalah bila suatu perbuatan itu merupakan ciri khas milik suatu agama tertentu.
Bukan budaya yang bersifat umum dan dilakukan oleh banyak bangsa di dunia ini.
Misalnya tanda salib,
hiasan pohon nataldanpenggunaan lonceng di rumah ibadah yang merupakan ciri
khas kaum nasrani. Ini merupakan ciri khas agama itu dan kalau ada umat Islam
secara sengaja meniru-niru hal-hal seperti ini, termasuk ke dalam orang yang
diancam di hadits tadi.
Demikian juga bila kita
mengenakan logobintang David yang merupakan ciri khas kaum yahudi. Atau
membakar pedupaan atau shio yang dibakar khusus untuk penyembahan kalangan
konghuchu atau Budha, semua termasuk sesuatu yang menjadi ciri khas satu kaum
atau agama tertentu.
Lalu bagaimanakan dengan
menggunduli kepala, apakah bisa termasuk kategori menyerupai para pendeta Budha
(shaolin)?
Jawabnya tergantung
niatnya. Sebab di dalam syariat Islam, juga ada perintah atau anjuran untuk
menggunduli kepala, yaitu saat selesai dari ibadah haji/umrah. Maka
menggundulkan kepala berarti bukan ciri khas suatu agama saja. Dalam hal ini,
parameter yang pertama yang menentukan, yaitu apakah seseorang berniat meniru
gaya para shaolin itu atau tidak?
Maka jawaban atas masalah
jam tangan yang dikenakan di tangan kiri, apakah benar hal itu merupakan ciri
khas pemeluk agama tertentu? Ataukah hanya sekedar asumsi berlebihan saja?
Kalau memang benar merupakan 'hak milik' yang merupakan ciri khas agama
tertentu, tentu harus ada pembuktiannya, baik lewat literatur maupun lewat
pengakuan para pemuka agama yang bersangkutan.
Tapi kalau kita
pertimbangkan secara sederhana, rasanya kok tidak ada kaitannya. Tapi silahkan
saja dilakukan penelitian lebih mendalam dan buktikan bahwa pakai jam tangan di
kiri itu merupakan ciri khas suatu agama tertentu. Tapi sebelum agar pembuktian
yang pasti dan valid, kita belum boleh mengeluarkan vonis tertentu, apalagi
mengharamkannya.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatulahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/