Assalamualaikum wr. wb.
Ustadz, saya gundah sekali.
Suami saya saat ini sedang menempuh kuliah di negara lain, kami sudah terpisah
dalam jangka waktu yang lama. Saya belum bisa menyertai karena saya seorang
pegawai negeri juga. Saat ini saya ditugaskan belajar di negeri yang sama
dengan suami. Masalahnya ustadz, untuk mengurus paspor, saya harus menyertakan
foto yang tanpa jilbab, saya suah berusaha agar saya bisa memakai foto yang
memakai jilbab, tapi ternyata ditolak. Ustadz, apa yang harusa saya lakukan?
Terus terang saya dan suami sudah terpisah lama sekali, kami takut masing
masing diri kami sulit untuk menjaga diri. Mohon pendapat dari ustadz.
Terimakasih sebelumnya.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatulahi wabarakatuh,
Pada dasarnya tidak ada
keharusan bagi wanita untuk melepas jilbab sekedar karena alasan kepentingan
pas photo. Kalau pun ada aturan seperti itu, pastilah aturan yang dibuat-buat
oleh pihak-pihak yang tidak paham agama.
Ada ada saja alasan yang
dibuat. Misalnya, kalau pakai jilbab tidak bisa kelihatan telinganya. Sehingga
tidak bisa dikenali wajahnya yang asli. Astaghfirullah 'azhiem...
Apakah mengenali wajah
seseorang harus dengan melihat daun telinga? Apakah daun telinga seseorang itu
menjadi faktor penentu untuk membedakannya dengan wajar orang lain?
Sungguh ini hanya
akal-akalan belaka. Kalau bukan karena niatnya jahat untuk melecehkan wanita
muslimah, maka bisa jadi karena petugasnya terlalu awam terhadap agamanya.
Sebab menutup aurat bagi muslimah hukumnya wajib. Dan jilbab adalah bagian utuh
dari pakaian seorang wanita muslimah.
Lagi pula secara logika pun
aneh. Orang yang setiap hari memakai jilbab dan tidak terlihat telinganya,
justru semakin tidak dikenali kalau berfoto harus membuka jilbab dan terlihat
telinga. Sebenarnya peraturan ini sendiri yang justru aneh dan tidak masuk akal
sehat.
Maka jangan sampai karena
perasaan inferior kita, hak kita sebagai muslim jadi terkorbankan. Seharusnya
Islam itu lebih tinggi dari segala peraturan buatan manusia manapun. Taat
kepada orang tua pun harus dikalahkah dengan ketaatan kepada Allah. Apalagi
taat kepada peraturan macam begitu yang hanya akal-akalan petugas. Tentu harus
dilawan dan dikalahkan bila sampai mengancam jati diri seorang muslim.
Kalau seandainya peraturan
itu sudah terlanjur menjadi sistem yang berlaku secara formal, selama kita
masih di Indonesia, sebenarnya mudah saja. Di mana-mana kita sangat kenal
dengan watak dan karakteristik 'peraturan' di negeri ini.
Buknakah para tahanan di
dalam penjara bisa mendapatkan fasilitas nyaman, ber-AC, punya TV, bisa telepon
kemana-mana pakai HP, bahkan tidak jarang mendapat menu istimewa, bahkan dapat
jam setoran dari istri sampai punya waktu 'cuti' untuk jalan-jalan ke luar
penjara. Padahal kita tahu seharusnya semua faslitas itu tidak mungin didapat.
Tapi apa lacur, ternyata semua bisa diatur asalkan ada pelicinnya. Di sini
berlaku hukum KUHP (Kasih Uang Habis Perkara).
Maka apa susahnya meminta
kerelaan petugas imigrasi dan 'berdamai' dengan mereka agar wanita muslimah
tidak perlu ditelanjangi auratnya, sekedar untuk berfoto di passport.
Mungkin bila didekati dengan cara yang baik dan mengesankan, insya Allah
hatinya akan luluh juga.
Pepatah Arab sering
mengatakan: Al-Insan 'abidul Ihsan, manusia itu budak kebaikan.
Kecenderungan orang itu adalah akan melayani bila kita memberikan kebaikan
kepadanya lebih dahulu.
Apalagi yang kita kejar
bukanlah kepentingan duniawi, melainkan kepentingan ukhwawi. Maka memberikan
sekedar biaya untuk melunakkan hati para petugas menjadi wajar. Bukankah
Rasulullah SAW dahulu pun seringkali memberikan harta kepada para pemuka kafir
yang memusuhi umat Islam?
Bukankah dari sebagian dana
zakat itu ada yang diperuntukkan buat orang-orang yang sedang dirayu hatinya?
Mereka disebut sebagai al-muallafati qulubuhum. Dan muallaf itu
bukan saja mereka yang sudah masuk Islam, tetapi termasuk juga orang yang keras
hatinya kepada hukum Islam atau menentang syariat Islam. Kepada mereka,
berikanlah suatu hal yang bisamenjadikan lunak hatinya.
Di dunia ini, apalagi di
negeri ini, aturan mana sih yang tidak bisa 'diatur'? Jadi silahkan atur saja
dan kompromikan dengan petugas. Kami yakin anda pasti bisa melakukannya. Dalam
masalah seperti ini, mungkin akan lebih efektif kalau kita berikan 'kebaikan' kepada
petugas ketimbang ayat Quran, hadits dan dalil-dalil syar'i.
Adakalahnya kebaikan itu
jauh lebih berarti ketimbang seribu ayat Quran buat melunakkan hati seseorang.
Sebab orang yang hatinya sudah sakit dan membeku, tiap dibacakan ayat Quran,
bukannya sadar tapi malah semakin menjauh.
Wassalamu 'alaikum
warahmatulahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/