Assalamualaikum Wr. Wb.
Pak Ustadz, saya memiliki
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana jika sedang
mengelilingi Ka'bah tiba-tiba bersentuhan dengan yang bukan muhrim, apakah sah
atau tidak?
2. Bagaimana jika sedang ibadah haji tiba-tiba haid? Apakah harus mengulangi?
3. Bagaimana jika sedang ibadah haji tiba-tiba sakit?
4. Bagaimana jika kita sedang berjalan dari shafa ke Marwa tiba-tiba jatuh pingsan?
2. Bagaimana jika sedang ibadah haji tiba-tiba haid? Apakah harus mengulangi?
3. Bagaimana jika sedang ibadah haji tiba-tiba sakit?
4. Bagaimana jika kita sedang berjalan dari shafa ke Marwa tiba-tiba jatuh pingsan?
Demikian pertanyaan saya.
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Sentuhan kulit antara laki dan wanita terkait dengan masalah batal wudhu' atau tidak, adalah masalah khilaf di kalangan para ulama. Meski mereka berdalil pada nash yang sama.
Sentuhan kulit antara laki dan wanita terkait dengan masalah batal wudhu' atau tidak, adalah masalah khilaf di kalangan para ulama. Meski mereka berdalil pada nash yang sama.
Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang
baik (bersih) (QS Al-Maidah: 6)
Sebagian ulama memaknai
lafadz au laamastumunnisaa' pada ayat di atas dengan
penafsiran zahir dan hakiki, sehingga sentuhan kulit antara laki-laki dan wanita
yang bukan mahram bagi mereka dianggap penyebab batalnya wudhu'.
Namun sebagian ulama yang
lain menggunakan pemahaman maknawi. Kata menyentuh dalam ayat ini bukan
sentuhan kulit melainkan bentuk penghalusan dari jima' (setubuh).
Ulama lain membedakan
antara yang menyentuh dengan yang disentuh. Yang menyentuh batal wudhu'nya
sedangkan yang disentuh tidak batal. Dan sekian perbedaan lainnya yang semua
merupakan ijtihad.
Mereka yang berpaham batal
wudhu' karena sentuhan kulit ada yang sementara 'pindah mazhab', kalau
berhadapan dengan situasi sulit seperti saat tawaf yang berdesakan. Adapula
yang tetap berprinsip demikian, namun agar terhindar mereka menggunakan pakaian
yang sangat menutup aurat dengan berlapis.
Sedang Haji Tiba-tiba Haidh
Semua ritual ibadah haji
tidak ada satu pun yang mensyaratkan suci dari hadats, kecuali tawaf dan sa'i
saja. Sedangkan wuquf di Arafah, bermalam di Muzdalifah atau melontar jamarat
di Mina dan ibadah lainnya, tidak mensyaratkan suci dari hadats kecil atau
hadats besar. Jadi tidak ada masalah dengan semua itu, kecuali tawaf ifadhah.
Dan hal ini bisa
diantisipasi lewat obat-obatan penunda haidh yang hukumnya telah dibolehkan
oleh para ulama salaf dan khalaf.
Di masa lalu, Aisyah ra
pernah mengalami hal tersebut dan mungkin belum ada antisipasinya. Sehingga
oleh Rasulullah SAW beliau diminta untuk menunggu di Makkah hingga usai
haidhnya.
Pingsan Waktu Sa'i
Bila seseorang sedang
menjalankan ibadah sa'i lalu pingsan, maka wudhu'nya batal. Untuk itu dia harus
mengambil wudhu' lagi. Namun tidak harus mengulangi sejak awal, cukup
meneruskan dari posisi terakhir dia pingsan (batal wuhu').
Hal yang sama juga berlaku
waktu tawaf di sekeliling Ka'bah. Bila batal wudhu, baik karena kentut atau
pingsan dan lainnya, maka begitu selesai berwudhu' kembali, tidak perlu diulang
dari awal. Cukup diteruskan dari posis terakhir saat batal wudhu'.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/