Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Mohon penjelasan ustadz terkait beberapa pertanyaan berikut ini :
1. Apa syarat yang harus terpenuhi agar penyusuan bayi berdampak kemahraman?
2. Bagaimana bila suami menelan air susu istrinya, apakah jadi mahram?
3. Selain ibu susuan, siapa lagi wanita yang ikut jadi mahram juga?
4. Selain jadi mahram, konsekuensi apalagi yang diakibatkan oleh penyusuan bayi ini?
Sebelumnya kami ucapkan terima kasih
Wassalam
Mohon penjelasan ustadz terkait beberapa pertanyaan berikut ini :
1. Apa syarat yang harus terpenuhi agar penyusuan bayi berdampak kemahraman?
2. Bagaimana bila suami menelan air susu istrinya, apakah jadi mahram?
3. Selain ibu susuan, siapa lagi wanita yang ikut jadi mahram juga?
4. Selain jadi mahram, konsekuensi apalagi yang diakibatkan oleh penyusuan bayi ini?
Sebelumnya kami ucapkan terima kasih
Wassalam
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,Ketika seorang anak bayi menyusu kepada seorang wanita, ada dampak kemahraman
yang diakibatkan. Namun ada beberapa syarat dan ketentuan agar kemahraman itu
berlaku.
A. Penyusuan Yang
Mengharamkan
Tidak semua penyusuan
secara otomatis mengakibatkan kemahraman. Ada beberapa persyaratan yang
dikemukakan oleh para ulama tentang hal ini, antara lain :
1. Air Susu Manusia Wanita
Baligh
Seandainya yang diminum
bukan air susu manusia, seperti air susu hewan atau susu formula, maka tidak
akan menimbulkan kemahraman.
Demikian juga bila air susu
itu di dapat dari seorang laki-laki, atau wanita yang belum memungkinkan untuk punya
anak, misalnya wanita yang belum baligh, maka para ulama sepakat penyusuan
seperti tidak akan menimbulkan kemahraman.
2. Sampainya Air Susu ke
dalam Perut
Yang menjadi ukuran
sebenarnya bukan bayi menghisap puting, melainkan bayi meminum air susu. Sehingga
bila disusui namun tidak keluar air susunya, tidak termasuk ke dalam kategori
penyusuan yang menimbulkan kemahraman.
Sebaliknya, meski tidak
melakukan penghisapan lewat putting susu, namun air susu ibu dimasukkan ke
dalam botol dan dihisap oleh bayi atau diminumkan sehingga air susu ibu itu
masuk ke dalam perut bayi, maka hal itu sudah termasuk penyusuan.
Namun harus dipastikan
bahwa air susu itu benar-benar masuk ke dalam perut, bukan hanya sampai di
mulut, atau di lubang hidung atau lubang kuping namun tidak masuk ke
perut.
3. Minimal 5 Kali Penyusuan
Para ulama sepakat bahwa
bila seorang bayi menyusu pada wanita yang sama sebanyak 5 kali, meski tidak
berturut-turut, maka penyusuan itu telah menimbulkan akibat kemahraman.
Kalau baru sekali atau dua
kali penyusuan saja, tentu belum mengakibatkan kemahraman. Ketentuan ini
didasari oleh hadits yang diriwayatkan ibunda mukminin Aisyah radhiyallahuanha
:
كَانَ فِيمَا أُنْزِل مِنَ الْقُرْآنِ ( عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ ) ثُمَّ نُسِخْنَ بِخَمْسٍ مَعْلُومَاتٍ فَتُوُفِّيَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُنَّ فِيمَا يُقْرَأُ مِنَ الْقُرْآنِ
Dahulu ada ayat yang
diturunkan dengan lafadz :Sepuluh kali penyusuan telah mengharamkan. Kemudian
ayat itu dihapus dan diganti dengan 5 kali penyusuan. Dan Rasulullah SAW wafat
dalam keadaan para wanita menyusui seperti itu. (HR. Muslim)
Namun ada pendapat dari
mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah bahwa satu kali penyusuan yang sempurna
telah mengakibatkan kemahraman.
Mereka mendasarinya dengan
kemutlakan dalil yang sifatnya umum, dimana tidak disebutkan keharusan untuk
melakukannya minimal 5 kali, yaitu ayat :
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ
Dan ibu-ibu yang telah
menyusui dirimu (QS. An-Nisa :
23)
4. Sampai Kenyang
Hitungan satu kali
penyusuan bukanlah berapa kali bayi mengisap atau menyedot air susu, namun yang
dijadikan hitungan untuk satu kali penyusuan adalah bayi menyusu hingga
kenyang. Biasanya kenyangnya bayi ditandai dengan tidur pulas.
Ada pun bila bayi melepas
puting sebentar lalu menghisapnya lagi, tidak dianggap dua kali penyusuan,
tetapi dihitung satu kali saja. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW :
الرَّضَاعَةُ مِنَ الْمَجَاعَةِ
Penyusuan itu karena lapar (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Maksimal 2 Tahun
Hanya bayi yang belum
berusia dua tahun saja yang menimbulkan kemahraman. Sedangkan bila bayi yang
menyusu itu sudah lewat usia dua tahun, maka tidak menimbulkan kemahraman.
Dalilnya adalah firman
Allah SWT ;
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
Para ibu hendaklah
menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. (QS. Al-Baqarah : 233)
Dan juga berdasarkan hadits
nabi SAW :
لاَ رَضَاعَ إِلاَّ مَا كَانَ فِي الْحَوْلَيْنِ
Tidak ada penyusuan (yang
mengakibatkan kemahraman) kecuali di bawah usia dua tahun. (HR. Ad-Daruquthny)
B. Suami Menyusu Kepada
Istri, Mahramkah?
Dengan dalil-dalil di atas,
maka dalam kasus seorang suami menelan air susu istrinya, maka hal itu tidak
akan menimbulkan kemahraman di antara mereka.
Sebab semua syarat
penyusuan yang menimbulkan kemahraman tidak terpenuhi :
- Suami bukan bayi karena usianya
sudah lebih dari 2 tahun
- Suami tidak akan kenyang perutnya
dengan menelan air susu istrinya. Kalau pun dia meminumnya dengan jumlah
yang banyak, bukan kenyang tapi malah muntah.
C. Siapa Sajakah
Mereka?
Selain ibu yang menyusui,
wanita lain yang masih ada kaitan hubungan darah dengannya pun ikut menjadi
mahram bagi bayi yang menyusu. Berikut ini adalah daftarnya :
- Ibu yang menyusui
- Ibu dari wanita yang menyusui.
- Ibu dari suami yang istrinya
menyusuinya.
- Anak wanita dari ibu yang menyusui
- Saudari wanita dari suami wanita
yang menyusui.
- Saudari wanita dari ibu yang
menyusui.
D. Konsekuensi Hukum
Hubungan mahram ini
melahirkan beberapa konsekuensi, yaitu hubungan mahram yang bersifat permanen,
antara lain :
- Kebolehan berkhalwat (berduaan)
- Kebolehan bepergiannya seorang
wanita dalam safar lebih dari 3 hari asal ditemani mahramnya.
- Kebolehan melihat sebagian dari
aurat wanita mahram, seperti kepala, rambut, tangan dan kaki.
Demikian jawaban singkat
kami semoga bisa sedikit memberikan tambahan wawasan.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/