Tutuplah aurat walaupun akhlak belum baik, Sholatlah walaupun belum bisa Khusyu, Hindarilah pacaran walaupun ada niat menikahinya, Bacalah Al-Qur'an walaupun tidak tau artinya.. Inshaa Allah jika Terus menerus, hal yang lebih baik akan kita dapatkan...

Sabtu, 24 Januari 2015

Bolehkah Bekerja di Perusahaan Milik Orang Kafir?


Assalamualaikum wr.wb 
Pak ustadz, saya seorang karyawan di sebuah perusahaan milik non muslim. Saya baru satu bulan kerja dan dalam masa training selama 3 bulan. yang mau saya tanyakan bagaimana Islam memandang karyawan yang bekerja perusahaan milik non muslim?
Hal ini sungguh membuat saya bimbang untuk lanjut atau berhenti dari pekerjaan ini. Mohon penjelasannya dan terimakasih sebelumnya pak ustadz.
Walaikumsalam wr.wb


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Kedudukan orang kafir dalam pandangan Islam tidak selalu harus dalam bentuk permusuhan dan perang. Sebab pada dasanya Islam adalah agama perdamaian. Syiar agama Islam sendiri adalah rahmatan lil 'alamin atau menjadi kasih sayang bagi seluruh alam.

Bahkan defaultnya orang kafir itu harus diperlakukan secara adil dan dijamin hak-haknya dalam masyarakat Islam. Baik posisinya dalam keadaan bermusuhan atau berteman, semua harus diperlakukan dengan adil. Orang kafir yang harus dimusuhi adalah orang per orang dari mereka yang secara zalim bersikap memusuhi kita. Selain itu, tentu kita tidak boleh bersikap memusuhi.

Bahwa mereka tidak beriman kepada Allah, tentu bukan urusan kita untuk membenci mereka. Malah seharusnya kita mengasihani, sebab dalam aqidah kita, mereka itu nanti akan masuk neraka selama-lamanya. Jadi kalau pun kita tidak memusuhi mereka, cukuplah nanti siksa Allah SWT buat mereka di akhirat.

Tetapi selama di dunia ini, kita tidak harus memusuhi mereka. Toh mereka tidak akan lama hidup di dunia. Malah kalau bisa, keberadan kita di depan mereka menjadi inspirator bagi mereka dalam menggapai hidayah dan masuk Islam. Tetapi tidak harus dengan bahasa verbal. Cukup dengan menunjukkan sikap profesional, adil, dan tidak memusuhi. Kalau perlu kita malah berbaik hati dalam bermuamalah dengan mereka.

Kalau kita mengingat sejarah masuknya agama Islam di nusantara, kebanyakan terjadi karena sikap adil dan profesioanl para juru dakwah yang datang dari Timur Tengah. Penduduk lokal justru sangat tertarik kepada sikap dan akhlaq mereka, sehingga terjadi mumalat yang saling menguntungkan. Dan ini menjadi jalan masuk bagi mereka untuk memeluk Islam.

Rasulullah SAW Bermuamalat Dengan Orang Kafir
Syariat Islam tidak pernah mengharamkan muamalat dengan orang kafir. Yang haram kalau dalam muamalat itu ada akad-akad haram seperti riba, penipuan, penggelapan, kecurangan dan lainnya. Dan semua itu bisa saja dilakukan oleh orang kafir dan muslim sekali pun.

Meski Madinah itu sudah jadi negara Islam, tetapi jangan dikira kalau penduduknya muslim semua. Justru tetangga Rasulullah SAW masih memeluk agama Yahudi. Dan menarik sekali, ternyata Rasulullah SAW tetap bermuamalat dalam hubungan ekonomi dengan tetangganya yang yahudi itu. Beliau pernah meminjam uang untuk membeli makanan darinya dengan jaminan baju besi.

Ketika beliau SAW hijrah ke Madinah, orang yang beliau sewa untuk menjadi penunjuk jalan ternyata bukan muslim. Dia bernama Abdullah bin Uraiqidh, seorang penyembah berhala dari kalangan Arab jahiliyah.

Syarat Bekerja Dengan Orang Kafir
Namun kadang-kadang ada saja bos non muslim yang berlaku sewenang-wenang kepada karyawannya, khususnya dalam masalah yang terkait agama. Misalnya bersikap menghalangi karyawan muslim untuk sekedar mengerjakan shalat fardhu, atau melarang karyawan wanita menutup aurat, bahkan memaksa karyawan minum khamar dan seterusnya.

Sikap sewenang-wenang yang melanggar agama ini tentu saja tidak selalu tejadi di semua perusahaan milik non muslim. Sebab banyak sekali perusahaan yang notabene milik non muslim, tetapi justru bersikap sangat toleran terhadap urusan agama Islam.

Jadi kita tidak bisa menggeneralisir bahwa semua perusahaan non muslim itu pasti bersikap tidak baik, walau pun juga tidak menutup kemungkinan semua itu terjadi pada kasus tertentu.

Maka yang jadi ukuran bukan apakah pemilik perusahaan itu muslim atau bukan muslim, tetapi apakah di dalam perusahaan itu diberikan toleransi untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinan masing-masing atau tidak.

Pengalaman Ceramah di Depan Direksi Non Muslim
Pertanyaan Anda ini mengingatkan penulis atas pengalaman menarik di masa lalu. Suatu ketika sebuah perusahaan multi nasinonal milik taipan non muslim mengundang acara ulang tahun perusahaan. Dan karena saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, maka acara dikemas dalam format buka puasa bersama.

Duduk di deratan paling depan adalah para direksi dan bos-bos besar. Tidak ada satu pun dari mereka yang muslim, bahkan anehnya, agama mereka berbeda-beda. Ada yang Katholik, Protestan, Hindu dan Budha. Namun umumnya karyawan yang duduk di bagian belakang beragama Islam.

Acara ceramah buka puasa ini jadi unik, karena hadirinnya bukan cuma yang beragama Islam tetapi juga para non muslim. Malah para direksi juga mengundang tokoh-tokoh agama lain, sehingga di bagian depan pun ada undangan istimewa seperti pastor, pendeta, biksu dan pemuka agama lain, lengkap dengan atribut keagamaan.

Dan sampailah puncak acara, yaitu ceramah agama Islam menjelang berbuka puasa. Dan penceramahnya adalah penulis sendiri. Waktunya cukup panjang, hampir 1 jam, sehingga tidak bisa kalau hanya diisi dengan sekedar basa basi.

Maka mulailah ceramah agama Islam di depan bos-bos non muslim, plus lima pemuka agama di Indonesia. Kira-kira apa materi kajiannya? Apakah perlu kita bahas materi bahwa Islam harus bermusuhan dengan semua agama, ataukah Islam pada dasarnya berlaku adil pada semua agama?

Tentu penulis harus jujur apa adanya dalam berceramah, tidak boleh sekedar ingin menyenangkan hati non muslim. Jadi mengalirkan ayat dan hadits bagaimana sesungguhnya sikap Islam tehadap semua agama.
Dan hasilnya, semua bos dan pemuka agama non muslim ini manggut-manggut tanda mengerti. Sampai mereka bilang, seandainya ceramah yang apa adanya seperti ini sejak dulu, seharusnya tidak perlu ada kerusuhan antar umat beragama. Sebab ternyata agama Islam itu sangat profesional dan adil.

Selama ini citra Islam di mata mereka terlalu rusak, dan penyebabnya justru perilaku umat Islam sendiri yang kurang adil dan tidak profesional.

Minimal Memberi Kebebasan
Cerita di atas mungkin tidak bisa terjadi di semua perusahaan non muslim. Sehingga dialog antar agama berjalan dengan baik dan akrab.
Namun bukan berarti kita harus berkerja di perusahaan non muslim yang seideal di atas. Dan dalam hal ini, cukup setidaknya diberi kebebasan untuk mengerjakan shalat lima waktu dan tidak harus berbentuk kebebasan menjalankan perintah yang sunnah. Sebab Islam tidak mewajibkan shalat Dhuha, tarawih, atau witir. Islam juga tidak mewajibkan kita menyelenggarakan even semacam perayaan hari besar agama di perusahaan.

Jadi jangan menuntut mau bikin maulid Nabi di perusahaan milik non muslim. Sebab perayaan maulid sendiri bukan kewajiban agama. Silahkan tuntut kalau pimpinan melarang Anda shalat lima waktu, sebab shalat lima waktu hukumnya wajib. 
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Terbaru