Assalamualaikum wr. wb.
Yth. Pak Ustadz,
Menyambung jawaban Pak
Ustadz sebelumnya dari pertanyaan tentang menginap di hotel orang kafir di
ketika ibadah haji, saya ingin bertanya lebih lanjut tentang hal tersebut. Kita
ketahui bersama, bahwa hampir semua kemajuan ilmu dan teknologi di dunia ini
ditemukan dan dikuasai oleh orang kafir (baca orang Barat), sebut saja mulai
dari yang melekat di badan kita, misal jam tangan, kacamata, handphone, dan
lain-lain. Begitu juga internet, komputer, mobil, pesawat, obat-obatan, dan
banyak lagi. Mengapa orang Islam sendiri malah tertinggal jauh?
Apakah ini memang "skenario
Tuhan" seperti itu, ataukah kesalahan umat Islam sendiri? Kalau kita
mendengar berita dari Timur Tengah yang kebanyakan negara Islam, yang kita
dengar kebanyakan adalah perang dan pertumpahan darah, perdebatan antar ulama,
kekayaan dan harta yang melimpah dan semacamnya, jarang dan hampir tidak pernah
kita mendengar ada research (penelitian) teknologi dan intelektual yang bisa
bermanfaat untuk umat Islam sendiri, apa sebab semua itu pak Ustadz?
Mengapa tidak ada ide,
kekayaan yang melimpah di negara-negara Arab itu digunakan untuk memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga tidak semuanya dikuasai Barat seperti
sekarang ini?
Atau mengapa kekayaan yang
melimpah itu tidak digunakan untuk semacam dana kemanusiaan di seluruh dunia,
menolong penduduk miskin di Afrika, dan syiar Islam lainnya yang berbasis
perdamaian dan kemanusiaan yang teroganisir dengan baik sehingga Barat akan kagum
dan salut dengan Islam?
Di mana sebenarnya letak
kesalahan tersebut?
Mohon penjelasan dan
jawaban Pak Ustadz
Wassalamualaikum wr. wb.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya bukan karena
umat Islam tidak mampu menciptakan berbagai macam teknologi maju. Sebab kalau
kita teliti, tidak sedikit di antara umat Islam yang cerdas, pandai serta
berstatus ilmuwan.
Contoh yang paling mudah di
negeri kita sendiri. Kita punya Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie, yang pakar di
bidang pembuatan pesawat terbang. Dahulu beliau sudah pernah membuat banyak
berbagai jenis pesawat terbang. Kepakaran beliau sangat dihargai oleh para ahli
di Eropa, bahkan pabrik pesawat terbang di manca negara pun mempercayakan
pembelian sparepart dari negeri kita. Kalau bikin pesawat terbang saja bisa,
tentu kalau sekedar bikin mobil atau motor bukan perkara sulit. Tapi
lantaran pergolakan politik, nyaris semua terobosan itu bubar jalan. IPTN atau
PTDI berubah dari pabrik pesawat menjadi pabrik panci. Kita tidak pernah punya
mobil nasional kecuali hanya membeli dari luar dan diganti mereknya.
Kita juga punya ahli di
bidang IT semacam pak Onno W. Purbo dengan ide cemerlangnya. Misalnya tentang
akses internet murah buat seluruh bangsa Indonesia, di mana sekalian bisa
digunakan untuk bertelepon ke seluruh dunia 24 jam tanpa biaya. Sayangnya orang
seperti beliau malah tersingkir. Putera bangsa kita juga bisa buat akses
internet hanya dengan memanfaatkan kabel listrik. Bayangkan, dengan cara
begitu, nyaris seluruh penduduk bisa terkover dengan internet. Belum lagi
penemuan lain seperti pemanfaatan minyak jelantah sebagai pengganti bahan bakar
minyak (solar), yang sudah terbukti sangat ekonomis.
Bukankah para hacker di
negeri ini sangat terkenal dengan berbagai prestasinya menjebol berbagai macam
sekuriti sistem? Bahkan situs KPU pun dengan mudah bisa digerayangi. Selain
itu, dalam kasus carding pun bangsa kita sangat terkenal di manca negara. Ini
membuktikan bahwa kita sama sekali tidak tertinggal di bidang IT, meski contoh
ini bukan dari jenis yang baik.
Dan yang paling menarik
adalah pernyataan Prof. Dr. R. P. Koesoemadinata, mantan guru besar Geologi ITB
dan pemimpin tim eksplorasi Blok Cepudari HPG,..." proses penelitian
sampai penentuan titik lokasi bor (ladang minyak Cepu) adalah 100% dilakukan
sumber daya manusia Indonesia sendiri. Mobil Oil hanya menelaah ulang hasil
jerih payah penelitian ini, dan akhirnya menyetujui untuk melakukan pengeboran."
Itu artinya bahwa SDM
bangsa kita sebenarnya sangat mampu untuk melakukan eksplorasi sendiri di
bidang perminyakan, tidak perlu bergantung kepada bangsa lain. Pendek
kata, kita sesungguhnya pandai dan kaya dengan beragam terobosan di bidang iptek.
Tapi yang seringkali menjadi kendala justru pada masalah kebijakan pemerintah.
Orang menyebutnya good will dari yang punya kekuasaan. Dan biasanya,
semua itu sangat dipengaruhi oleh para pemilik modal dan pemain bisnis. Bahkan
bukan tidak mungkin juga faktor kepentingan negara lain, meski lewat
tangan-tangan tersembunyi.
Bukankah bangsa Indonesia
tadinya punya berbagai macam perusahan berbasis teknologi? Tapi sekarang sudah
bukan milik kita lagi, lantaran adanya kebijakan privatisasi yang sangat
merugikan. Maka demikianlah kejadiannya. Bangsa-bangsa muslim bukannya
tidak punya para ahli di bidang teknologi, tapi yang sangat menjadi masalah
justru kebijakan para penguasa di negeri-negeri muslim itu sendiri. Entah
karena pola pikirnya atau karena tekanan pihak luar.
Bagaimana dengan SDM muslim
dari negara Arab?
Nasibnya tidak jauh
berbeda. Kita ambil contoh sederhana, Mesir. Negeri itu punya doktor dan
saintis yang luar biasa kualitas dan kuantitasnya. Tapi tak satu pun yang
'dipakai' oleh pemerintahan mereka sendiri. Akhirnya, mereka pun bekerja di
berbagai negara lain. Maka yang rugi sebenarnya pemerintah mereka sendiri,
tentunya termasuk rakyatnya juga.
Maka kesimpulannya mungkin
sederhana saja, rupanya meski umat Islam punya begitu banyak SDM berkualitas
serta potensi alam yang luar biasa, tapi selama masih dipimpin oleh
'antek-antek kapitalis' yang fikrahnya berantakan, sampai kapan pun
bangsa-bangsa Islam tidak akan pernah bangkit. Selama pemegang kebijakan
hanyalah orang-orang yang tidak punya nasionalisme, apalagi ghirah ke-Islaman
yang benar, maka selama itu punya bangsa kita masih akan terus terpuruk.
Sayangnya, yang namanya
penguasa itu tidak hanya melulu direpresentasikan oleh sosok presidennya.
Tetapi lebih luas dari itu, sangat ditentukan oleh 'sistem' yang sudah dibentuk
sejak merdekanya negeri ini.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/