Mendengar pengajian pak
Adian Husaini, bahwa seorang intelektual (dosen) agama Islam mengatakan tulisan
pada kertas (Al-Quran) bukan wahyu tapi hasil budaya, yang disebut Al-Quran
adalah wahyu yang masuk ke hati Rasulullah dengan mencontohkan dia menulis
lafaz Allah kemudian menginjak-injaknya terasa sangat membakar hati ini.
1. Kami yang awam mohon
diberi pengetahuan agar bisa mengkounter minimal untuk keluarga dan jamaah di
lingkungan.
2. Apakah intelektual
semacam ini benar bagian dari orang Islam dan berhak masuk surganya Allah?
3. Cak Nur seorang bapak
bangsa katanya, apa mungkin masuk surganya Allah menurut hitungan syariat
Islam?
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Pertanyaan seperti ini
memang dikemas untuk bisa menyesatkan umat. Sebab sepintas memang ada benarnya,
tetapi di balik dari pernyataan itu, jelas sekali tujuannya untuk menyesatkan.
Benarnya yang mana?
Memang benar bahwa kertas,
tinta, bentuk-bentuk penulisan huruf serta tanda baca yang digunakan untuk
menulis kalamullah itu hanya benda biasa. Lalu dengan
kemampuan intlektual para shahabat, semua alat itu digunakan untuk menuliskan
wahyu (kalamullah).
Kalau mau menginjak-injak,
seharusnya sebelum tinta dituliskan di atas kertas. Mau buang air di tinta pun
tidak masalah, atau mau istinja' pakai kertas kosong pun tidak masalah juga.
Sebab tinta dan kertas adalah produk akal budi manusia. Tetapi ketika tinta
dituliskan ke atas kertas untuk menuangkan ayat-ayat Allah, maka kedudukanya
berubah. Dari sekedar kertas biasa menjadi sesatu yang sakral dan suci.
Menyamakan mushaf Al-Quran tentang kertas tissu hanya dilakukan oleh mereka
yang kurang waras.
Maukah mereka yang
menginjak-injak mushaf Al-Quran itu membakar membuat surat tanah, BPKB/STNK
kendaraan, ijazah, surat saham atau uang kertas yang dimiliki? Bukankah semua
itu hanya kertas yang tidak ada nilainya?
Kalau menggunakan logika
mereka, sebelum berani menginjak-injak mushaf Al-Quran, seharusnya mereka bakar
dulu semua surat-surat berharga yang mereka miliki. Termasuk KTP, SIM, Kartu
Kredit dan sebagainya. Toh semua itu hanya kertas belaka. Logika mereka sulit
bisa diterima, sebab setelah mushaf itu dituliskan kalamullah di
atasnya, tentu saja nilainya akan berbeda. Perbedaannya sesuai dengan apa yang
tertulis di atasnya. Semakin mulia materi naskahnya, maka nilai kertas itu juga
semakin tinggi. Mushaf Al-Quran tidak bisa disamakan dengan kertas tissu di
toilet.
Kira-kira bagaimana
tanggapan si pelaku penginjak-injakan mushaf Al-Quran, kalau kita menggunakan
kertas bergambar wajah dirinya untuk tissue di toilet? Tentu saja marah, bukan?
Pasti dia bilang bahwa hal itu adalah penghinaan. Padahal gambar itu kan hanya
gambar, tidak ada kaitannya dengan orangnya. Tapi tetap saja dia akan
marah. Demikian juga Allah SWT, kalau mushaf yang bertuliskan firman-Nya
diinjak-injak, wajar saja bila Dia murka. Dan sebagai orang yang cinta kepada
Allah SWT, wajar saja bila kita pun terbakar cemburu melihat ada orang sedang
menghina Allah SWT, lewat penginjak-injakan mushaf Al-Quran.
Masuk Surgakah Cak Nur?
Pertanyaan seperti ini
memang seringkali menggelitik benak kita. Sebab kita tahu benar bahwa begitu
banyak pernyataan tokoh yang satu ini yang nyeleneh, bahkan tegas sekali
mengingkari banyak hal tentang kebenaran. Namun lepas dari semua
'ulah'-nya, tentu saja kita tetap tidak bisa memvonisnya sebagai ahli neraka,
apalagi sebagai bukan muslim. Sebab semua yang diucapkan atau dituliskannya itu
belum pernah diangkat ke sebuah mahkamah syar'iyah. Walhasil, tidak bisa kita
main vonis begitu saja.
Di negeri di mana syairat
Islam berdiri tegak, selalu ada mahkamah syar'iyah. Maka orang nyeleneh macam
begitu, pasti tidak akan terlepas dari penyidikan dan proses hukum lembaga
formal ini. Di sana mereka akan didudukkan pada kursi terdakwa, namun tetap
diberikan hak untuk membela diri bahkan didampingi pengacara.
Sayangnya di negeri kita
yang memang kurang serius dalam bertuhan ini, kepentingan tuhan kalah jauh dari
kepentingan seorang kepala negara. Di negeri ini, kalau ada orang menghina
kepala negara, pasti tidak lama kemudian akan diadili. Orang itu akan disidik
dan dijatuhkan hukuman sesuai dengan hasil persidangan. Tetapi di negeri
kita yang bukan negara sekuler dan juga bukan negara agama (negeri yang
'bukan-bukan'), kalau ada orang menghina tuhan atau menghina syairat atau
menyelewengkan ajaran yang lurus, tidak ada yang peduli. Bahkan tidak ada
undang-undang yang melarangnya, sehingga tidak bisa diproses secara hukum.
Di sisi lain, lembaga ulama
pun kurang punya gigi di negeri ini. Karena hanya punya hak untuk berfatwa,
tapi tidak bisa menjatuhkan vonis hukuman. Maka ibarat anjing menggonggong,
kafilah jalan terus, melirik pun tidak. Karena itu negeri ini seperti jadi
surga buat para penyeleweng agama itu untuk berfoya-foya dalam pesta kekufuran.
Seandainya hal seperti itu
mereka lakukan di Saudi Arabia misalnya, mungkin kepala mereka sudah dipenggal.
Tapi mereka tahu, Indonesia adalah negeri yang 'bukan-bukan', maka aman-lah
mereka untuk mengeluarkan pikiran kotornya. Tapi lepas dari semua itu, tetap
saja kita tidak bisa mengeluarkan vonis yang berkekuatan hukum tetap. Dan
kalau untuk hukum di dunia saja tidak bisa, apalagi keputusan tentang nasibnya
di akhirat, tentu lebih tidak mungkin lagi untuk memutuskan vonis akhirat
untuknya. Yang bisa kita lakukan hanya berharap dan ber-husnudzdzan,
sebagai sesama anak Adam, semoga saja beliau masih disayangi oleh Sang Maha
Rahman di alam kuburnya. Semarah-marahnya kita kepada pemikiran kotornya, tetap
saja dia manusia biasa. Secara hubungan adami, dia tetap saudara kita juga.
Memang kalau melihat
sekilas lahiriyah, kita sangat miris dengan beragam pemikiran nyelenehnya. Dan
sepanjang pengamatan, kita memang belum pernah mendengar beliau mencabut semua
pernyataan nyelenehnya. Yah, semoga saja Allah SWT masih memberikannya
kesempatan untuk bertaubat dari segala dosanya sebelum ajalnya tiba saat itu,
di luar sepengetahuan kita. Dan semoga Allah SWT juga memberi kesempatan
bertaubat juga untuk kita, dari segala kesalahan yang kita sadari atau tidak
kita sadari.
Di depan Allah SWT, kita
semua hanyalah hamba-hamba yang papa. Masuk surga atau neraka, ketetapannya
bukan di tangan kita. Maka kita tidak bisa main vonis seseorang masuk surga
atau neraka. Kecuali misalnya kalau dia jelas sebagai non muslim, maka
kita bisa pastikan masuk neraka. Namun secara zahir, Cak Nur tetap seorang
muslim, wafat dalam keadaan muslim, dimandikan, dikafani, dishalati dan
dimakamkan di pekuburan muslim. Secara zahir, tetap diperlakukan sebagai
muslim. Urusan masuk surga atau tidak, tidak seorang di antara kita yang tahu.
Sama juga dengan kita ini,
tidak ada seorang pun yang tahu nanti akan masuk surga atau masuk neraka. Sebab
sidang akhirat belum digelar, bagaimana mungkin kita sudah tahu vonisnya?
Ya Allah, masukkan kami
hamba-hamba-Mu ke dalam surga-Mu, dengan kasih sayang-Mu yang tak bertepi,
Amien.
Wallahu a'lam
bishshawab,
Wassalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/