Assalamualaikum. Wr. Wb.
Beberapa bulan yang lalu
saya pernah "dijebak" oleh teman untuk dibawa ke sebuah
"pengajian." Saya sempat datang 4 kali ke pengajian tersebut. Saya
sempat curiga dengan metode pengajian yang mana saya harus merahasiakan baik
tempat maupun materi dari pengajian tersebut. Untunglah saya belum sempat dibaiat
sehingga bisa keluar dari pengajian tersebut.
Belakangan, setelah saya
desak, barulah teman saya tersebut mengakui bahwa pengajian tersebut adalah
Az-Zaitun, yang berinduk ke Negara Islam Indonesia (NII KW9). Isi dari
pengajian tersebut banyak sekali yang saya rasakan "aneh", dan
dipaksa-paksakan agar nyambung dengan misi mereka, antara lain:
1. QS;7:98 di situ ada
kata-kata dalam bahasa Arab Ba'tsuna (maaf saya tulis pakai huruf latin),
mereka mengatakan bahwa tsuna tersebut artinya adalah tsunami, yang mana ini
menunjukkan bahwa Allah menghukum Negara Indonesia yang banyak dosa. Saya
protes pada saat itu karena meskipun saya tidak bisa bahasa arab, tapi saya
tahu bahwa tsunami berasal dari bahasa Jepang, dan sama sekali ngga ada kaitan
dengan bahasa Arab.
2. Kata Bismillah, mereka
katakan bahwa artinya adalah berasal dari kata Isme-Allah, artinya isme=paham,
sama seperti Isme pada kata Animisme, Dinamisme, dll. Jadi Bismillah artinya
adalah paham Allah. Sekali lagi saya berdebat karena saya tahu kata "Isme"
berasal dari bahasa latin dan tidak ada kaitannya dengan Bismillah.
3. Surat Al-Fatihah,
ditafsirkan (dicomot dengan kata-kata paksaan sedemikian rupa), sehingga
akhirnya "tersimpulkan" bahwa ibadah yang diterima Allah hanyalah
ibadah yang dilaksanakan di Bumi Allah (NII/Az-Zaitun), dengan aturan Allah,
dan oleh orang Islam (orang yang sudah dibaiat). Jadi Ibadah yang dilaksanakan
di Indonesia adalah tidak sah.
Terus terang saya bukan
ahli agama, baca Quran pun terbata-bata, tapi saya melihat ajaran di atas
adalah sesat.
Bagaimana menurut ustadz?
Apakah MUI pernah memantau organisasi ini?
Terima kasih, maaf jika
saya salah dan maaf jika pertanyaan saya terlalu menjurus.
Wass. wr. wb.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Barangkali kami tidak akan
membahas apa itu Az-Zaitun dan apa hakikatnya, tapi kami hanya akan menjawab
hal-hal yang terkait dengan esensi penyimpangan pemahaman sesuai dengan apa
anda sampaikan.
Pembahasan ini kami anggap
lebih bermanfaat, sebab tetap berlaku, siapa pun yang mengatakannya, Az-Zaitun
atau yang lainnya.
Maksudnya, kami dalam hal
ini bukan semata-mata menuduh pihak Az-Zaitun, sebab kami tidak mendapatkan
akses untuk melakukan penyelidikan silang kepada mereka. Bisa jadi memang
benar, tapi bisa saja salah, kalau pemahaman seperti ini dinisbatkan kepada
pihak Az-Ziatun. Hanya Allah SWT yang tahu hal itu. Apa yang 'orang-orang
itu' sampaikan kepada anda, kalau dikatakan sebagai terjemahan Al-Quran, tentu
saja tidak tepat. Dan anda benar, bahwa arti lafadz 'ba'suna' memang
bukan tsunami. Tetapi hal yang lebih umum lagi, yaitu siksa, azab atau cobaan.
Kalau contoh ba'suna salah
satunya adalah tsunami, mungkin ada benarnya. Tapi salah besar kalau kata ba'suna artinya
adalah tsunami. Tentu orang yang sedikit saja mengerti bahasa arab, akan
terpingkal-pingkal mendengar penerjamaahn 'aneh' model begini.
Kalau kita kaitkan dengan
ayat lain, ada kaum kafir yang justru punya 'ba'sa' yang sangat dahsyat,
tetapi jelas-jelas artinya bukan tsunami.
Mereka menjawab, "Kita
adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan memiliki
keberanian yang sangat, dan keputusan berada ditanganmu: maka pertimbangkanlah
apa yang akan kamu perintahkan."(QS.
An-Naml: 33)
Ayat ini juga menggunakan
kata 'ba'sa', tapi artinya bukan tsunami, melainkan kekuatan. Dan yang
berbicara juga bukan Allah melainkan orang kafir, yaitu para ahli musyawarah
ratu Balqis saat merundingkan ajakan Nabi Sulaiman untuk masuk Islam. Kalau
kata 'ba'sa' diartikan tsunami, tentu sangat tidak nyambung. Masak sih
tsunami dikuasai oleh manusia? Apalagi manusianya hanya bangsa Saba' yang
terkenal penyembah matahari? Sangat aneh kalau diterjemahkan sebagai tsunami,
bukan?
Ibadah yang Sah Hanya yang
di Bumi Allah?
Pemahaman seperti ini jelas
sekali tidak sesuai dengan begitu banyak ayat Al-Quran dan juga hadits nabi
SAW. Bahkan tidak sesuai dengan sejarah Islam.
Dan kepunyaan Allah-lah
timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 115)
Salah besar kalau
'orang-orang itu' mengatakan tidak sah beribadah kecuali hanya di tanah
tertentu. Bahkan tidak juga harus di tanah haram Makkah dan Madinah saja. Di
mana pun di atas bumi, bahkan keluar bumi sekalipun, kita tetap sah dan wajib
menyembah Allah. Pemahaman aneh seperti yang anda sebutkan itu memang
mencirikan sebuah paham sesat yang tidak punya dalil yang benar.
Sejarah Islam menyebutkan
bahwa nabi Muhammad SAW seringkali bepergian ke luar negeri Islam. Dan beliau
aktif mengutus para shahabatnya untuk berdakwah ke luar negeri. Mereka pasti
melakukan shalat di mana saja, meski di daerah negara kafir sekali pun. Siapa
bilang shalat hanya sah di Makkah atau Madinah saja?
Bahkan di semua jengkal
tanah di bumi ini, kita boleh dan sah bahkan wajib untuk shalat. Sebagaimana
hadits berikut ini:
Dari Abi Umamah ra bahwa
Rasulullah SAW bersabda,"Telah dijadikan tanah seluruhnya untukkku dan
ummatku sebagai masjid dan pensuci. Di manapun shalat menemukan seseorang dari
umatku, maka dia punya masjid dan media untuk bersci. (HR. Ahmad 5: 248)
Maka tidak ada kebenaran
dari pemahaman seperti ini. Apalagi ibadah harus di tempat tertentu, sedangkan
Madinah dan Makkah yang betul-betul aslinya, tidak ada keharusan. Apalagi hanya
di tanah tertentu di muka bumi ini. Juga merupakan pemahaman sesat bila
mengatakan bahwa ibadah seorang tidak diterima kalau belum berbaiat. Ini sebuah
kebodohan besar yang tidak berdasar. Sebab dari ratusan ribu shahabat nabi SAW
itu, tidak semuanya ikut berbai'at kepada beliau. Hanya beberapa gelintir
shahabat saja yang pernah ikut bai'at Aqabah I, II serta Bai'at Ridhwan. Apakah
semua shahabat yang tidak ikut bai'at itu kafir semua?
Tentu saja tidak. Sebab
syarat keIslaman itu bukan bai'at tetapi syahadat. Hanya orang kurang ilmu saja
yang menyamakan antara bai'at dengan syahadat. Karena itu haram hukumnya
belajar agama kepada orang atau kelompok yang tidak punya ilmu, yang tidak bisa
membedakanantara syahadat dan bai'at.Bahkan tidak mengerti bahasa arab dan
tidak bisa menerjemahkan Al-Quran.
Lepas dari siapa dan apa
nama kelompok yang mereka namakan.
Wallahu a'lam
bishshawab
Wassalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/