Assalamualaikum wr. wb.
Pak ustadz Sarwat,
Saya mau menanyakan, Adakah tanda-tanda yang
bisa dikenali secara mudah untuk menunjukkan bahwa taubat kita dari dosa-dosa
yang kita lakukan itu telah diampuni dan diterima oleh Allah SWT.
Terima kasih
Wassalamualaikum wr. wb.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,Sebelum kita
jawab pertanyaan ini, ada beberapa point penting yang perlu diketahui. Pertama,
bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Penerima taubat dan memerintahkan kita
bertaubat. Kedua, buat umat Rasulullah SAW, dosa dan taubat itu memang tidak
tampil secara visual, tetapi ada ciri yang bukan menjadi parameter baku.
1. Allah Maha Penerima Taubat
Allah SWT adalah tuhan yang salah satu
sifatnya Maha Penerima taubat. Jadi buat Allah, taubat itu seorang hamba bukan
hal yang sulit untuk diberikan. Sebab pada dasarnya sifat Allah SWT memang
menerima taubat.
Sesungguhnya Dia (Allah) Maha Penerima
taubat dan Maha Kasih (QS.
Al-Baqarah : 37)
Bahkan kita menemukan dalil betapa Allah SWT
mencintai orang-orang yang bertaubat. Perhatikan firman-Nya berikut ini :
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang bertaubat (QS.
Al-Baqarah : 222)
Bahkan dalam hadits yang masyhur, kita
menemukan sabda Nabi SAW yang menyebutkan betapa Allah SWT bergembira bila ada
di antara hamba-Nya yang bertaubat.
Sungguh Allah sangat berbahagia atas
permohonan taubat hamba-Nya, lebih berbahagia dari bahagianya salah seorang
kamu yang kehilangan untanya lalu menemukannya kembali." (HR Bukhari Muslim).
Bahkan digambarkan bahwa Allah SWT
menjulurkan tangan-Nya buat orang yang bermaksiat agar bertaubat.
Sungguh Allah SWT menjulurkan kedua
tangan-Nya pada malam hariorang-orang yang bermaksiat di waktu siang bertaubat.
Dan Allah SWT menjulurkan kedua tangan-Nya pada sianghari orang-orang yang
bermaksiat di waktu malam bertaubat. (HR Muslim)
Dan perintah Allah buat kita sangat jelas,
yaitu kita diperintahkan untuk selalu bertaubat kepadanya.
2. Tidak Ada Ciri Visual
Namun perlu juga kita ketahui bahwa urusan
taubat itu diterima oleh Allah SWT atau tidak, memang tidak ada ciri visualnya
yang bisa kita lihat sebagai paremeter. Sebab apakah seorang betul-betul
bertaubat atau hanya berpura-pura saja, semua itu tidak bisa kita bedakan. Maka
belum tentu orang yang kelihatannya bertaubat itu bisa dipastikan bahwa dia
telah melakukan taubat secara sesungguhnya.
Yang bisa kita lihat hanya ciri luar, tetapi
belum tentu apa yang nampak itu menggambarkan apa yang sesungguhnya. Di antara
ciri luar misalnya :
a. Sudah Tidak Lagi Melakukan Dosa
Kalau ada orang mengaku sudah taubat dari
dosa, tetapi secara visual kita masih saja menyaksikan dosa-dosa itu masih
dilakukannya, tentu kita bisa dengan mudah mengetahui bahwa taubatnya belum
terjadi. Sebab syarat taubat itu adalah berhenti dari dosa. Kalau dosa masih
dilakukan, sudah pasti dia belum taubat. Kalau belum taubat, mana mungkin
taubatnya sudah diterima. Begitu logikanya, bukan?
Jadi misalnya seseorang mengaku bahwa
dirinya sudah taubat dari judi, tetapi tiap hari kita masih lihat dia
asyik main judi, jelas sekali dengan mudah bisa kita simpulkan bahwa orang ini
boro-boro dterima taubatnya, bertaubat saja pun belum dikerjakan.
Orang yang mengaku sudah taubat dari minum
khamar, main perempuan, menipu, merampok, koporusi, menyogok atau menyuap
pejabat, atau memperjual-belikan kursi jabatan, tetapi kita masih saja
menyaksikan dirinya masih melakukan semua kejahatan dan dosa besar di atas,
jelas sekali dia belum taubat. Dan sudah pasti orang yang belum taubat tidak
akan diampuni dosanya.
b. Menyesal dan Trauma
Ciri yang logis dari orang yang bertaubat
itu adalah dia menyesal atas perbuatannya. Bahkan buat sebagian orang yang taubatnya
sangat baik adalah dia merasa trauma dengan dosa-dosanya.
Yang namanya orang menyesal apalagi trauma,
maka seharusnya dia tidak lagi mengingat-ingat peristiwa buruk yang menimpanya.
Ambil contoh wanita yang pernah diperkosa secara bergiliran, tidak mudah
baginya untuk menghilangkan dari trauma yang mendalam itu. Tidak mudah baginya
untuk mengingat-ingat peristiwa itu, kecuali dia akan bersedih, bahkan menangis.
Kalau ada orang mengaku sudah bertaubat dari
dosa, tetapi masih sangat menceritakan dosa-dosanya dengan suka ria bahkan
bangga, maka kita perlu pertanyakan sikapnya itu. Taubat dari dosa kok bangga?
Taubat dari dosa kok pamer? Taubat dari dosa kok malah mengulang-ulang cerita
buruk?
c. Mengajak Orang Untuk Menghindari Dosa
Tersebut
Selain itu biasanya orang yang benar-benar
bertaubat akan sangat menyesalkan kalau sampai ada orang lain yang terperosok
di lubang yang sama. Misalnya sudah ketika kaki kita terinjak lubang menganga
di tengah jalan, maka tindakan yang baik adalah memasang tanda untuk
mengingatkan orang lain agar tidak terkena musibah yang sama.
Memang ada juga sih orang-orang tertentu
yang ketika melihat orang lain tercebur di tempat dia pernah kecebur, bukannya
sedih tetapi malah bergembira dan bersuka cita. Orang dengan mentalitas seperti
ini tidak lain adalah iblis atau manusia berkarakter iblis.
Ketika Allah SWT meminta Iblis sujud kepada
Adam, bukannya dia taat bersujud tetapi malah melawan dan menantang. Ketika
Iblis dimasukkan ke dalam neraka, juga bukannya bertaubat dan meminta ampunan,
tetapi malah ingin mengajak sebanyak-banyaknya manusia untuk masuk neraka
menemaninya.
Maka ciri orang yang bertaubat adalah dia
sangat menjaga agar orang-orang tidak ada yang melakkan kesalahan seperti dia
pernah berbuat kesalahan.
d. Siap Mati
Siap mati bukan ciri orang yang diterima
taubatnya, tetapi ini adalah kisah bagaimana shahabat Rasulullah yang pernah
bikin dosa lalu bertaubat.
Kisahnya terjadi pada seorang wanita
shahabiyah yang pernah melakukan zina. Dia lantas menyesali perbuatannya dan
bertaubat taubatan nashuha. Karena dia amat yakin bahwa Allah SWT Maha
Pengampun dan menerima semua taubat hamba-Nya, maka dia yakin sekali bahwa
semua dosanya sudah terhapus.
Ibarat anak bayi baru lahir dari perut
ibunya, dia sudah tidak lagi punya dosa di dunia ini. Oleh karena itu ketika
ada kesempatan untuk bertemu Allah dan masuk surga, dia pun tidak
menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia datangi Rasulullah SAW dan meminta agar
dijatuhkan hukum rajam, yaitu hukum mati dengan cara dilempari batu hingga mati.
Sebenarnya hukuman ini ditolak oleh
Rasulullah SAW, sebab masih ada bayi di dalam perutnya. Tetapi singkat cerita
akhirnya Rasulullah SAW mengabulkan permintaannya, setelah bayinya dilahirkan
dan ada pengasuhnya atau orang yang akan memeliharanya.
Secara hukum Islam, sebenarnya wanita ini
bisa saja kabur dari hukuman. Toh zina itu tidak ada saksinya, sehingga hukuman
rajam bisa saja dibatalkan demi hukum. Tetapi logika wanita ini berbeda dengan
logika kita. Kalau logika kita, mungkin kita akan berpikir, apa pun yang
sekiranya bisa menghindarkan diri kita dari hukum rajam, pasti akan kita
lakukan. Bahkan Rasulullah SAW sendiri pun sebagai hakim sudah mengupayakannya,
terbukti bahwa beliau SAW menolak sampai dua kali dengan alasan tidak mau
membunuh bayi di dalam rahim wanita ini.
Tetapi wanita ini ngotot dan minta segera
dirajam. Semua hal yang menghalangi dirinya dari rajam justru disingkirkan,
tujuannya cuma satu, dia ingin mati secara syar'i dengan keadaan tidak punya
dosa. Kok bisa?
Ya, karena dia sangat meyakini bahwa semua
dosanya sudah dihapus Allah dan bahwa taubatnya pasti sudh diterima. Dan dia
adalah wanita yang beriman atas adanya surga yang sudah disiapkan buat para
penghuninya. Ibaratnya, dia sudah merasa mengantungi tiket masuk surga, maka dia
tidak sabaran untuk segera memasukinya.
Dan begitulah, wanita ini akhirnya menjalani
hukuman rajamnya dan Rasulullah SAW memberikan kesaksian bahwa taubatnya sudah
diterima Allah SWT. Beliau bersabda :
لقد تابت توبة لو قُسمت بين سبعين من أهل المدينة لوسعتهم، وهل وجَدْت أفضل من أن جادت بنفسها لله عز وجل
Wanita ini telah bertaubat yang jika taubat
itu dibagi-bagi bagi tujuh puluh penduduk Madinah niscaya mencukupi mereka, dan
apakah engkau dapati yang lebih baik daripada orang yang datang menyerahkan
dirinya kepada Allah SWT?" (HR. Muslim)
Catatan
Sekali lagi jangan salah duga, yang saya
tuliskan tentang ciri-ciri di atas itu sama sekali bukan alat ukur, bukan
parameter, juga bukan indikator tentang taubat yang sudah diterima atau belum.
Ciri-ciri itu cuma sekedar logika akal sehat saja. Tetapi urusan pengampunan
sepenuhnya adalah wewenang Allah SWT, dan karena Dia memerintahkan kita
bertaubat, sudahlah pokoknya tugas kita ini cuma bertaubat lah.
Urusan diterima atau tidak, itu urusan
Allah. Sambil kita berharap tentunya agar taubat kita pasti diterima.
Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc. MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/