Assalamualaikum Ustadz ,
Paman saya meninggal dunia setahun lalu, kemudian minggu lalu
isterinya menyusul beliau. Mereka hanya ada anak angkat perempuan, yang sudah
menikah dan mempunyai 2 orang puteri, kebetulan tinggal di rumah warisan paman
ana tersebut.
Dari keluarga Paman masih ada 1 orang adik laki-laki, 2 orang
kakak perempuan, 3 orang adik perempuan, sedang dari pihak keluarga isteri
Paman masih ada 1 kakak perempuan dan 1 adik perempuan .
Harta peninggalan beliau adalah tabungan sebesar Rp. 45 juta dan 1
buah rumah di Depok yang sekarang di tinggali oleh anak angkat beliau. Sebelum
paman meninggal pernah berbicara ke salah seorang keluarga bahwa jika beliau
meninggal, rumah nya untuk cucunya. Tambahan lain, anak angkat beliau hidup
kekurangan, penghasilan suaminya pas-pasan.
Mohon nasehat dari Ustadz, bagaimana baiknya mengurus peninggalan
beliau dalam hal ini harta waris nya.
Terima kasih.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebelum kita bicara pembagian harta warisan, ada beberapa hal yang perlu diketahui dan dijadikan catatan penting yaitu bahwa dalam syariat Islam tidak dikenal sistem harta bersama dan bagi waris bersama. Maksudnya, meski pun suami istri, tetapi dalam pembagian waris harus dihitung secara terpisah dan sendiri-sendiri. Tidak boleh dibagi bersama-sama sekaligus.
Sebelum kita bicara pembagian harta warisan, ada beberapa hal yang perlu diketahui dan dijadikan catatan penting yaitu bahwa dalam syariat Islam tidak dikenal sistem harta bersama dan bagi waris bersama. Maksudnya, meski pun suami istri, tetapi dalam pembagian waris harus dihitung secara terpisah dan sendiri-sendiri. Tidak boleh dibagi bersama-sama sekaligus.
Maka harus ditelusuri dulu pada dasarnya milik siapakah rumah di
Depok dan uang 45 juta itu. Milik suami kah, atau milik istri? Atau milik
berdua bersama-sama?
Kalau milik berdua bersama-sama, juga harus ditetapkan berapa
nilai saham kepemilikan masing-masing? Berapa saham suami dan berapa saham
istri? Tidak boleh main pukul rata langsung menjadi menjadi fifty-fifty,
kecuali keduanya memang sejak masih hidup menyepakatinya dan menegaskan nilai
saham masing-masing.
Anggaplah misalnya memang saham kepemilikan itu 50-50, maka rumah
itu harus dinilai dulu (aprisal) nilai jualnya. Bisa dinilai lewat NJOP kalau
mau. Katakanlah misalnya kita anggap nilainya 155 juta, maka ditambahkan dengan
uang tunai 45 juta menjadi total 200 juta.
Sekali lagi semua ini cuma anggapan, tetapi kira-kira seperti itu.
Maka kita sepakati harta milik suami 100 juta dan harta istri 100 juta.
1. Pembagian Harta Waris Suami
Ketika suami meninggal, harus ada pembagian harta waris
tersendiri. Harta yang dibagi waris hanya sebatas yang statusnya 100% milik
almarhum. Kalau ada harta yang dimiliki secara bersama dengan istri misalnya,
maka harus dipisahkan terlebih dahulu.
Dan ahli warisnya adalah hanya sebatas ahli waris suami. Dan saat
itu, istri yang masih hidup termasuk salah satu ahli waris yang mendapatkan 1/4
bagian (25%) dari total harta suami.
Sisanya yang 3/4 bagian atau 75% dibagi rata kepada saudara dan
saudari almarhum, baik kakak atau adik. Yang membedakan adalah saudara
laki-laki dihitung seperti dua orang saudari perempuan. Kalau melihat apa yang
antum tuliskan, berarti jumlah saudari perempuan ada 5 orang dan saudara
laki-laki ada 1 orang. Maka sisa harta itu dibagi tujuh sama besar, dimana 2
bagian diberikan kepada saudara laki-laki almarhum, dan 5 saudari perempuan
masing-masing menerima 1 bagian.
Bagaimana dengan anak angkat?
Sedangkan anak angkat dalam syariat Islam bukan termasuk ahli
waris. Anak angkat bisa dapat harta lewat hibah atau wasiat semasa almarhum
masih hidup, tetapi tidak bisa menerima harta itu lewat jalur waris, karena
bukan termasuk ahli waris.
Sampai disini pembagia harta waris suami selesai.
2. Pembagian Harta Waris Istri
Kalau suatu ketika istrinya meninggal dunia, maka kita menghitung
waris lagi secara tersendiri di luar pembagian waris sebelumnya. Kali ini yang
jadi pemberi harta warisnya (al-muwarrsits) alias almarhumah adalah istri.
Maka harta yang dibagi waris hanya sebatas harta istri saja, baik
yang diterima dari sebagian warisan suami atau yang sumbernya dari sumber lain.
Dan ahli warisnya tentu berbeda dengan ahli waris suaminya.
Dalam hal ini ahli waris istri sebagaimana antum tuliskan adalah
saudara/inya saja. Suami sudah wafat, anak tidak punya, barangkali ayah dan ibu
juga sudah tidak ada. Maka yang ada tinggal 1 saudara laki dan 1 saudari
perempuan. Maka harta milik istri itu dibagi tiga sama besar. Dua bagian
diserahkan kepada saudara laki dan satu bagian diserahkan kepada saudari
perempuan.
Pesan Bahwa Rumah Untuk Cucunya
Pesan bahwa rumah untuk cucunya ini harus divalidasi terlebih
dahulu. Sebab kalau memang ada pesan seperti itu, dalam syariat Islam tentu
tidak bisa dilaksanakan, karena pesan itu terkait dengan hukum wasiat yang
terikat dengan banyak ketentuan, antara lain :
1. Harus Ada Saksi dan Legalitas
Seandainya klaim bahwa almarhum semasa hidupnya pernah berwasiat
atau menghibahkan rumahnya buat cucunya, maka harus ada saksi yang bisa
dipercaya, dan kalau perlu harus diperkuat dengan ikrar di atas kertas hitam
putih. Maksudnya tentu agar kedudukan wasiat atau hibah itu sah dan diterima
semua pihak.
Sebab biasanya nilai sebuah rumah itu tidak kecil, dan tidak bisa
serah terimanya hanya dengan lisan begitu saja, tanpa saksi dan tanpa
legalisasi.
2. Hibah Harus Diserahkan Saat Itu Juga
Kalau pemberian itu mau disebut hibah, maka syaratnya rumah itu
harus diserah-terimakan saat itu juga, sebelum almarhum meninggal dunia.
Kalau melihat kenyataannya, maka kelihatannya pemberian itu bukan
hibah. Boleh jadi kemungkinannya adalah wasiat.
3. Wasiat Nilainya Tidak Boleh Lebih Dari Sepertiga
Kalau pemberian itu dianggap sebagai wasiat, maka ada ketentuan
syar'inya yaitu bahwa nilainya tidak boleh melebihi 1/3 dari nilai total harta
warisan.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : http://www.rumahfiqih.com/