Assalamualaikum Pak Uztad,
Sebaiknya bagaimana kalau
seorang wanita akan pergi haji sendiri tanpa suami? Hal ini disebabkan suami
menyuruh pergi sendiri saja, karena dia belum merasa siap.
Terima kasih atas jawabannya.
Terima kasih atas jawabannya.
Wassalam,
Jawaban :
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Yang telah disepakati oleh
para ulama dalam masalah wanita bepergian adalah ditemani oleh suaminya,
ayahnya atau mahramnya. Ada sedemikian banyak hadits Rasulullah SAW yang
menekankan hal itu, antara lain:
Dari Ibnu Abbas ra berkata
bahwa Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah seorang laki-laki
berkhalwat dengan wanita kecuali bila ada mahramnya. Dan janganlah seorang
wanita bepergian kecuali bersama mahramnya." Ada seorang yang berdiri dan
bertanya,"Ya Rasulullah SAW, istriku bermaksud pergi haji padahal aku
tercatat untuk ikut pergi dalam peperangan tertentu." Rasulullah SAW
bersabda, "Pergilah bersama istrimu untuk haji bersama istrimu." (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad.)
Pengertian yang langsung terbetik
di kepala kita bila membaca hadits ini adalah bahwa kalau kewajiban ikut jihad
fi sabilillah saja bisa dibatalkan karena harus mengantar istri pergi
haji, berarti menemani istri pergi haji itu jauh lebih penting dan lebih
diutamakan dari jihad fi sabilillah.
Padahal kita tahu bahwa
jihad fi sabilillah itu sangat tinggi nilai pahalanya di sisi Allah. Tetapi
Rasulullah SAW lebih memperioritaskan agar seorang suami mengantarkan istrinya
pergi haji.
Sehingga para ulama umumnya
mengharamkan wanita sendirian pergi haji ke tanah suci dengan dasar hadits ini.
Apalagi bepergian di luar keperluan haji, tentu saja jauh lebih terlarang lagi
bila tanpa ditemani. Hal itu juga diungkapkan oleh Ibrahim An-Nakha`i ketika
seorang wanita bertanya via surat bahwa dia belum pernah menjalankan ibadah
haji karena tidak punya mahram yang menemani. Maka Ibrahim An-Nakha`i menjawab
bahwa anda termasuk orang yang tidak wajib untuk berhaji. Kewajiban harus
adanya mahram di atas adalah sebuah pendapat yang dipegang dalam mazhab Hanafi
dan para pendukungnya. Juga pendapat An-Nakha`i, Al-Hasan, At-Tsauri, Ahmad dan
Ishaq.
Khilaf Ulama
Namun pendapat ini meski
mewakili pendapat jumhur (mayoritas) ulama, namun bukan berarti satu-satunya
pendapat yang boleh diterima. Ada sebagian ulama yang berpandangan sedikit
berbeda dengan apa yang telah ditetapkan oleh mayoritas ulama.
Seorang wanita boleh
bepergian untuk haji asal ada sejumlah wanita lain yang tsiqah (dipercaya).
Ini adalah pendapat yang didukung oleh Imam Asy-Syafi`i ra. Bahkan dalam satu
pendapat beliau tidak mengharuskan jumlah wanita yang banyak tapi boleh satu
saja wanita yang tsiqah. Bahkan dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa cukup
seorang wanita pergi haji sendirian tanpa mahram asal kondisinya aman.
Namun semua itu hanya
berlaku untuk haji atau umrah yang sifatnya wajib. Sedangkan yang sunnah tidak
berlaku hal tersebut. Pendapat ini didasarkan pada sabda Nabi yang menyebutkan
bahwa suatu ketika akan ada wanita yang pergi haji dari kota Hirah ke Makkah
dalam keadaan aman. Rasulullah SAW bersabda,
"Wahai 'Adi, bila
umurmu panjang, wanita di dalam haudaj (tenda di atas punuk unta)
bepergian dari kota Hirah hingga tawaf di Ka`bah tidak merasa takut kecuali
hanya kepada Allah saja." (HR
Bukhari)
Selain itu pendapat yang
membolehkan wanita haji tanpa mahram juga didukung dengan dalil bahwa para
istri nabi pun pergi haji di masa khalifah Umar ra, setelah diizinkan oleh
beliau. Saat itu mereka ditemani Utsman bin Affan ra dan Abdurrahman bin Auf
ra. Demikian disebutkan di dalam hadits riwayatAl-Bukhari.
Ibnu Taimiyah sebagaimana
yang tertulis dalam kitab Subulus Salam mengatakan bahwa
wanita yang berhaji tanpa mahram, hajinya syah. Begitu juga dengan orang yang
belum mampu bila pergi haji maka hajinya syah.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/