Assalamualaikum wr.wb
Maaf pak ustad, berilah saya sedikit pencerahan mengenai wali dari pihak perempuan jika ayah (wali) tidak mau menikahkan putrinya karena kecewa dengan perbuatan mereka. Siapa sajakah yang berhak menjadi wali pernikahan mereka
dan bagaimana hukum dari pernikahan mereka.
Terima kasih
Wasalamu'alaikum
Maaf pak ustad, berilah saya sedikit pencerahan mengenai wali dari pihak perempuan jika ayah (wali) tidak mau menikahkan putrinya karena kecewa dengan perbuatan mereka. Siapa sajakah yang berhak menjadi wali pernikahan mereka
dan bagaimana hukum dari pernikahan mereka.
Terima kasih
Wasalamu'alaikum
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Wajar saja apabila ayah
dari seorang gadis merasa kecewa dan marah atas tindak tanduk puterinya karena
tidak bisa menjaga kehormatan dirinya. Rasa kecewa itu manusiawi dan dan reaksi
amarah itu pun masuk akal.
Sebab zina yang dilakukan seorang wanita, tentu akan membuat wajah orang tuanya tercoreng di mata masyarakat. Barangkali lebih baik wajah mereka diinjak-injak ketimbang harus menanggung malu yang amat sangat.
Dan oleh karena itu, dalam syariat Islam bila ada seorang seorang gadis perawan tidak bisa menjaga kehormatan dirinya, lalu melakukan zina dengan laki-laki yang bukan suami sahnya, dia akan mendapat dua hukuman.
Hukuman yang pertama adalah hukuman cambuk 100 kali pada baigan punggungnya. Tidak perlu dikasihani, dan harus disaksikan pencambukan itu oleh beberapa orang saksi. Itulah firman Allah SWT yang banyak dilupakan orang :
Sebab zina yang dilakukan seorang wanita, tentu akan membuat wajah orang tuanya tercoreng di mata masyarakat. Barangkali lebih baik wajah mereka diinjak-injak ketimbang harus menanggung malu yang amat sangat.
Dan oleh karena itu, dalam syariat Islam bila ada seorang seorang gadis perawan tidak bisa menjaga kehormatan dirinya, lalu melakukan zina dengan laki-laki yang bukan suami sahnya, dia akan mendapat dua hukuman.
Hukuman yang pertama adalah hukuman cambuk 100 kali pada baigan punggungnya. Tidak perlu dikasihani, dan harus disaksikan pencambukan itu oleh beberapa orang saksi. Itulah firman Allah SWT yang banyak dilupakan orang :
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.(QS. An-Nuur : 2)
Sedangkan dalil untuk membuangnya ke negeri asing selama setahun adalah hadits berikut ini
Ambillah dariku (ajaran agamamu) yang Allah telah jadikannya sebagai jalan. Perawan dan bujangan yang berzina maka hukumannya adalah cambuk dan diasingkan setahun.
Dan hukuman yang kedua adalah dibuang atau diasingkan ke negeri yang jauh selama minimal satu tahun. Salah satu hikmahnya, ayah tidak perlu lagi melihat wajah si gadis yang telah mencoreng wajahnya.
Bahkan kalau wanita itu sudah berstatus menikah, baik masih ada suaminya ataupun sudah menjanda, lalu berzina, maka hukumannya adalah hukuman mati dengan cara dirajam.
Tentu semua hanya bisa dilaksanakan lewat proses meja hijau alias mahkamah syar'iyah, dengan melengkapi saksi-saksi atau pengakuan (ikrar) dari pelaku jinayah.
Intinya, hukuman buat wanita dan laki-laki yang berzina sudah sangat berat. Maka cukuplah hukuman itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dan tidak perlu lagi ditambah-tambahi dengan hukuman yang tidak perlu.
Hukuman yang tidak perlu?
Maksudnya dengan dicambuk 100 kali saja sudah sangat menderita, masih ditambah lagi dengan diasingkan selama setahun. Lantas, apakah masih mau disiksa lagi dengan dilarang untuk menikah?
Menikahkan Atau Tidak Menikahkan Adalah Hak Preogratif Ayah Kandung
Islam memang menegaskan bahwa kedudukan seorang ayah kandung dalam akad nikah sangat mutlak. Dan hal itu memang wajar dan masuk akal. Coba perhatikan tiap akad nikah, ijab kabul yang dilakukan itu ternyata bukan antara suami dan istri, tetapi antara suami dan ayahnya istri.
Bahkan yang mengucapkan ijab itu adalah ayah kandung, dengan berkata,"Aku nikahkan kamu dengan anak gadisku". Pihak suami cuma tinggal mengiyakan dengan kalimat,"Saya terima".
Jadi posisi ayah kandung sebagai wali memang sudah tidak bisa diganggu gugat. Posisi itu sangat kuat dan tidak bisa direbut oleh siapapun kalau memang ayah kandung tidak mau melepaskan wewenangnya.
Maka kalau seorang ayah melarang puterinya menikah dengan seseorang, maka pelarangan itu memang hak pregratif seorang ayah kandung. Selama ayah kandung bilang 'no', selama itu pula gadis itu tidak akan pernah bisa menikah.
Lalu apa dalilnya?
Dalilnya adalah serangkaian hadits-hadits yang menyebutkan bahwa siapa pun wanita yang menikah tanpa idzin dari wali yang sah, yaitu Ayah, maka nikahnya pasti tidak sah alias batil.
أَيُّمَا اِمْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ
Dari Aisyah ra berkata
bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Siapapun wanita yang menikah tanpa izin
walinya maka nikahnya itu batil, nikahnya itu batil dan nikahnya itu
batil. (HR. Ahmad, Abu Daud,
Tirmizi dan Ibnu Majah.)
لاَ نِكَاحَ إِلا بِوَلِيٍّ
Dari Abi Buraidah bin Abi
Musa dari Ayahnya berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,"Tidak sah
sebuah pernikah kecuali dengan wali". (HR
Ahmad)
Di dalam hadits yang lain
juga disebutkan :
لاَ تُزَوِّجُ المَرْأَةُ نَفْسَهَا فَإِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ الَّتِي تَزَوِّجُ نَفْسَهَا
Dari Abi Hurairah
radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Janganlah seorang wanita
menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina itu adalah wanita yang menikahkan
dirinya sendiri. (HR. Ad-Daruquthny)
Dari Al-Hasan dari Imran
marfu'an,
"Tidak ada nikah
kecuali dengan wali dan dua saksi".(HR
Ahmad).
Sedangkan Abdullah bin
Abbas berfatwa :
كُلُّ نِكاَحٍ لَمْ يَحْضُرْهُ أَرْبَعَةٌ فَهُوَ سِفَاحٌ: الزَّوْجُ وَوَلِيُّ وَشَاهِدَا عَدْلٍ
Semua pernikahan yang tidak
menghadirkan empat pihak maka termasuk zina : suami, wali dan dua saksi yang
adil.
Kerugian Ayah Sendiri
Tidak mau menikahkan adalah
hak seorang Ayah. Tetapi kalau mau menikahkan, juga menjadi hak bagi Ayah.
Sekarang mari kita lihat dari sudut pandang yang lain, yaitu untung ruginya
bagi si ayah apabila tidak mau menikahkan puterinya yang berzina.
1. Kerugian
Bila dari hasil zina itu
lahir anak, maka wajah Ayah akan semakin malu karena harus menyaksikan
puterinya hamil 9 bulan tanpa suami. Yang tambah menderita itu sebenarnya si
Ayah sendiri.
Dan melarang puterinya
menikah dengan laki-laki yang menghamilinya, tetap saja ada resiko mereka akan
menikah diam-diam, cari wali di pinggir jalan, dan melakukan zina berkedok
pernikahan.
Artinya, diizinkan atau
tidak diizinkan, puterinya tetap akan kawin juga. Bedanya, kalau diizinkan
nikah yang sah, kawinnya jadi sah. Tapi kalau si Ayah ngotot tidak mau
menikahkan dengan sah, maka tiap hari puterinya terus menerus berzina karena
kebodohannya dalam masalah agama.
2. Keuntungan
Kalau dari segi keuntungan,
bisa saja ada keuntungannya. Misalnya, laki-laki yang menzinai puterinya memang
laki-laki yang tidak jelas, seperti pemain judi, tukang mabok, penikmat seks
bebas, dan imanya rusak.
Dengan tidak diizinkannya
puterinya menikahi laki-laki yang tidak jelas itu, maka setidaknya si ayah
telah menyelamatkan dirinya.
Kesimpulannya, silahkan
dipertimbangkan dulu masak-masak sebelum mengambil keputusan. Tetapi yang
jelas, selama Ayah tidak mengizinkan puterinya menikah, maka tidak ada
kesempatan buat wali-wali yang lain untuk mengambil alih kewalian begitu saja.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber :
http://www.rumahfiqih.com/